Sabtu 11 Syawal 1445 - 20 April 2024
Indonesian

Ia Melampaui Batas Dengan Melakukan Dosa Besar, Apakah Ia Melaksanakan Haji Untuk Dirinya atau Berhaji Untuk Bibinya, Sebelumnya Sudah Berhaji Sebanyak Dua Kali ?

191138

Tanggal Tayang : 04-07-2021

Penampilan-penampilan : 3163

Pertanyaan

Seorang laki-laki bekerja di sebuah toko, dan mencuri uang, setelah itu ia pun berzina –semoga Allah melindungi kita semua- dan sebelum itu ia telah melaksanakan ibadah haji sebanyak dua kali, yang menjadi pertanyaan adalah:

Apakah dibolehkan baginya untuk menghajikan bibinya dalam kondisi ia telah melakukan kemaksiatan tersebut ? ataukah ia berhaji untuk dirinya sendiri ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Orang tersebut pertama harus bertaubat dulu kepada Allah Ta’ala dengan taubat yang agung dari amal penghancur dan dosa besar yang telah ia lakukan dan hendaknya melakukannya karena ikhlas kepada Allah dengan taubat ini, dan menyesali atas apa yang telah ia lakukan, memperbanyak istighfar dan amal sholeh.

Silahkan merujuk pada jawaban soal nomor: 14289 dan soal nomor: 128111.

Kedua:

Telah disebutkan pada jawaban soal nomor: 169633 bahwa syarat sahnya taubat yang berkaitan dengan hak manusiawi adalah dengan mengembalikan kedzoliman atau meminta untuk menghalalkannya.

Dan menjadi kewajibannya jika ia telah mencuri, agar mengembalikan harta yang telah ia curi, atau kepada para ahli warisnya jika ia sudah meninggal dunia, jika tidak diketahui keberadaannya atau tidak mungkin bisa sampai kepadanya, maka hendaknya ia mensedekahkan harta tersebut, dan kapan saja suatu hari akan diberi pilihan untuk melanjutkan sedekah atau memberikan harta tersebut.

Jika ia tidak mengetahui berapa banyak harta yang ia curi, maka ia mengembalikan sebanyak yang sesuai dengan dugaan kuat bahwa ia akan terbebas dari tanggung jawab tersebut.

Silahkan baca jawaban soal nomor: 83099 dan soal nomor: 142235 untuk penjelasan rinci dalam masalah tersebut.

Ketiga:

Karena ia sebelumnya sudah pernah melaksanakan haji untuk dirinya sendiri, maka ia boleh menghajikan bibinya jika bibinya tersebut sudah meninggal dunia, atau masih hidup tapi sudah tua renta tidak mampu menunaikan ibadah haji, atau karena sedang sakit dengan penyakit yang tidak bisa diharapkan kesembuhannya sehingga menjadikannya tidak mampu untuk sampai ke Makkah dan mengamalkan syi’ar-syi’at haji.

Adapun jika bibinya tersebut mempunyai kendala sementara yang menghalanginya untuk berangkat haji, namun masih diharapkan kendala tersebut akan hilang pada masa yang akan datang, seperti; sedang sakit dengan penyakit yang masih bisa diharapkan kesembuhannya dengan izin Allah maka tidak boleh diwakilkan haji untuknya; karena ia masih berada dalam kategoti mampu.

Silahkan merujuk pada jawaban soal nomor: 111407

Hanya saja yang lebih utama bagi setiap orang, apalagi jika dalam kondisi yang meremehkan seperti itu dan dirinya melampaui batas, maka Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah bersabda:

  مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ  رواه البخاري ( 1449 ) ومسلم ( 1350 )

“Barang siapa yang telah berhaji karena Allah, lalu ia tidak berkata kotor, dan tidak melakukan perbuatan fasik, maka ia akan kembali seperti hari di mana ibunya telah melahirkannya”. (HR. Bukhori: 1449 dan Muslim: 1350)

Sebagaimana hadits shahih Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Dan sebagaimana hadits shahih Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa beliau bersabda:

  تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِي الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ ، وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلَّا الْجَنَّةُ   رواه الترمذي (810) وغيره ، وصححه الألباني في " مشكاة المصابيح " (2524)

“Ikutilah oleh kalian antara haji dan umrah; karena keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa, sebagaimana tiupan api pande besi akan menghilangkan kotoran besi, emas dan perak, dan tidaklah ada pahala bagi haji yang mabrur kecuali surga”. (HR. Tirmidzi: 810 dan yang lainnya, dan telah ditashih oleh Albani di dalam Misykat al Mashabiih: 2524)

Jika masalahnya demikian, maka yang lebih utama dalam hal ini maka hendaknya memulai lembaran baru dengan Rabbnya dan berusaha untuk mencuci dosa-dosa dan kesalahannya !!??

Yang diwajibkan baginya adalah berusaha menjadikan hajinya ini setelah bertaubat dan kembali kepada Allah, dan hartanya berasal dari harta yang halal yang tidak ada syubhat di dalamnya, pertama ia mengembalikan harta curiannya dan menghalalkan diri darinya, kemudian baru berangkat haji dengan hartanya yang halal.

Ibnu Abdil Bar –rahimahullah- berkata:

“Adapun haji yang mabrur, maka dikatakan: “Adalah yang tidak ada riya’ dan sum’ah di dalamnya, tidak ada perkataan kotor dan tidak ada kefasikan, dan tidak dibiayai kecuali dari harta yang halal”. (At Tamhid: 22/39)

Adapun jika ia berangkat haji –baik untuk dirinya atau untuk bibinya- dan ia belum bertaubat dari dosa-dosanya dan belum mengembalikan hak-hak orang lain kepada mereka, maka dalam kondisi seperti itu dikhawatirkan akan ada dampak negatif dan rusaknya amal –semoga Allah melindungi kita semua-: “Jika Anda melaksanakan ibadah haji dengan harta yang asalnya kotor, maka sebenarnya anda tidak berhaji, yang berhaji adalah rombongan (anda)”.

Baca juga jawaban soal nomor: 131552

Wallahu A’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam