Kamis 20 Jumadil Ula 1446 - 21 November 2024
Indonesian

Hukumnya Mengkonsumsi Pil Penunda Haid Sebelum Thawaf Wada’

192515

Tanggal Tayang : 28-08-2017

Penampilan-penampilan : 10746

Pertanyaan

Saya sedang melaksanakan ibadah haji, haid bulanan saya datang pada tanggal 10, saya akan mengkonsumsi pil penahan haid sehingga saya bisa melaksanakan thawaf ifadhoh. Pertanyaan saya adalah:
Apakah saya boleh menahan diri untuk tidak minum obat penunda haid setelah melakasanakan thawaf; saya menghawatirkan efek samping (bahayanya) apalagi saya masih gadis ? atau saya harus mengkonsumsinya sampai pelaksanaan thawaf wada’ ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Thawaf ifadhoh adalah salah satu rukun haji, tidak bisa gugur termasuk bagi wanita yang sedang haid, akan tetapi wanita haid tidak boleh melaksanakan thawaf di Ka’bah sampai ia suci kembali, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- kepada ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- pada saat dia sedang haid:

( افْعَلِي كَمَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لَا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي ) رواه البخاري (1650(

“Lakukanlah semua yang dikerjakan oleh jama’ah haji, hanya saja janganlah engkau melaksanakan thawaf sampai suci kembali”. (HR. Bukhori: 1650)

Disebutkan dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah ( 18/320):

“Tidak ada perbedaan di antara para ulama fikih bahwa haid tidak menghalangi dari semua manasik haji kecuali thawaf, berdasarkan sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- kepada Aisyah pada saat ia sedang haid:

افعلي ما يفعل الحاج غير أن لا تطوفي بالبيت )

“Kerjakanlah semua yang dikerjakan oleh jama’ah haji, hanya saja jangan melakukan thawaf di Ka’bah”.

Tidak masalah bagi seorang wanita mengkonsumsi pengobatan medis, untuk menahan datangnya haid atau mengurangi lama keluarnya; agar bisa melaksanakan thawaf.

Syeikh Abdul Aziz bin Baaz –rahimahullah- pernah ditanya:

“Bagaimanakah hukum seorang wanita yang menggunakan pil penunda haid selama pelaksanaan ibadah haji ?

Beliau –rahimahullah- menjawab:

“Tidak masalah; karena mengundang manfaat dan maslahat; sehingga dia bisa melaksanakan thawaf bersama yang lainnya, anda pun tetap ditemani olehnya”. (Fatawa Islamiyah: 2/185)

Untuk penjelasan lebih lanjut bisa dibaca jawaban nomor: 112271 dan 36600

Kedua:

Adapun thawaf wada’ maka ada keringanan bagi wanita yang sedang haid. Imam Bukhori (1755) dan Muslim (1328) telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- berkata:

( أُمِرَ النَّاسُ أَنْ يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِمْ بِالْبَيْتِ ، إِلَّا أَنَّهُ خُفِّفَ عَنْ الْحَائِضِ(.

“Diperintahkan kepada semua orang agar akhir dari seluruh aktifitasnya adalah di Ka’bah, hanya saja diberi keringanan bagi yang sedang haid”.

Imam Ahmad (3495) telah meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- pernah mengingat bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah memberikan keringanan kepada yang sedang haid untuk pulang sebelum melaksanakan thawaf, jika dia telah melaksanakan thawaf ifadhoh.

Disebutkan dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah (18/320):

“Ulama fikih telah bersepakat bahwa bagi wanita yang sedang haid boleh pulang tanpa thawaf wada’, sebagai bentuk keringanan baginya, berdasarkan hadits Aisyah –radhiyallahu ‘anha-:

( أن صفية رضي الله عنها حاضت ، فأمرها النبي صلى الله عليه وسلم أن تنصرف بلا وداع )

“Bahwa Shofiyyah –radhiyallahu ‘anha- sedang haid, maka Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menyuruhnya untuk pulang tanpa thawaf wada’”.

Dari Thowus berkata:

“Saya pernah bersama Ibnu Abbas lalu Zaid bin Tsabit berkata: “Engkau memberikan fatwa bahwa seorang wanita yang sedang haid boleh pulang sebelum mengaikhiri amaliyahnya dengan thawaf di Ka’bah ?”. Maka Ibnu Abbas berkata kepadanya: “Mungkin tidak, maka bertanyalah kepada Fulanah dari Anshor, apakah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menyuruhnya untuk hal itu ?. Maka Zaid bin Tsabit kembali lagi kepada Ibnu Abbas dengan tersenyum dan berkata: “Saya tidak melihatmu kecuali dalam kebenaran”.

Dengan demikian, jika tidak ada sesuatu yang membahayakan anda pada saat dikonsumsi secara terus-menerus sampai selesai manasiknya, melaksanakan thawaf wada’ maka hal itu baik-baik saja, apalagi kedua thawaf tersebut biasanya jaraknya dekat.

Jika hawatir akan mendatangkan bahaya, maka tidak masalah anda meninggalkan obat tersebut. Jika anda tetap pada masa suci anda maka bersyukurlah, namun kalau tidak maka hendaknya anda mengambil rukhsoh (keringanan) dari Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-: “Agar anda beranjak pulang tanpa melaksanakan thawaf wada’”.

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam