Kamis 18 Ramadhan 1445 - 28 Maret 2024
Indonesian

Makna Sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam : لَا غِرَارَ فِي صَلَاةٍ وَلَا تَسْلِيمٍ Hendaknya Tidak Kurang Dalam shalat Dan (Menjawab) Salam.”

193257

Tanggal Tayang : 27-03-2018

Penampilan-penampilan : 5160

Pertanyaan

Saya mohon dijelaskan makna hadits:

لَا غِرَارَ فِي صَلَاةٍ وَلَا تَسْلِيمٍ

“Hendaknya tidak kurang dalam shalat dan (menjawab) salam.”

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Diriwayatkan Abu Dawud, (928) Hakim (927) Baihaqi (3411) dari Abu Hurairah dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

لَا غِرَارَ فِي صَلَاةٍ وَلَا تَسْلِيمٍ (وصححه الألباني في "الصحيحة، رقم 318)

“Hendaknya tidak kurang dalam shalat dan (menjawab) salam.” (Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah, no. 318).

Abu Daud mengomentari, Ahmad mengatakan maksudnya sepengetahuan saya, anda tidak memberi salam dan diberi salam, sehingga menggoda seseorang dalam shalatnya lalu dia menghentikan shalatnya  karena ragu.

Imam Ahmad meriwayatkan (9622) kami diberitahu oleh Abdurrahman dari Sofyan berkata, saya mendengar ayahku berkata, “Aku bertanya kepada Abu Amr Syaibani tentang sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

لَا إِغْرَارَ فِي الصَّلَاةِ ، فَقَالَ : " إِنَّمَا هُوَ لَا غِرَارَ فِي الصَّلَاةِ

“Tidak ada kekurangan dalam shalat.” Beliau berkata, “Sesungguhnya maksudnya adalah  tidak ada kekurangan dalam shalat.”

Makna ‘Girar’ adalah tidak keluar dari shalat sementara dia masih menyangka masih ada sesuatu sampai dia dalam kondisi yakin dan sempurna.

Mawardi rahimahullah mengatakan, “Maknanya adalah tidak kurang di dalamnya. Maksudnya adalah bahwa jika sebuah amal dibangun di atas keyakinan, maka dianggap tidak ada kekurangan di dalamnya.” (Hawi, 2/488).

Al-Khattabi rahimahullah mengatakan, “Makna asal dari kata غرار adalah kurangnya susu unta. Dikatakan غارت الناقة غرارا Onta berkurang susunya. Sehingga makna ungkapan لا غرار adalah jangan kurang dalam memberi salam. Maksudnya  hendaknya menjawab salam sebagaimana orang memberi salam kepada anda secara sempurna, tanpa kurang. Misalnya jika dia memberi salam, ‘Assalamu alaikum warahmatullah.’ Maka dijawab, “Alaikumus salam warahmatullah.’ Jangan hanya mengatakan, “Assalamu ‘alaikum’ atau hanya, ‘Alaikum’ saja.

Adapun غرار dalam shalat ada dua makna. Salah satunya adalah tidak sempurna rukuk dan sujudnya. Makna yang lain adalah ragu apakah shalat tiga atau empat (rakaat), lalu dia mengambil pilihan terbanyak, dia ambil yang yakin dan tinggalkan keraguan. Dalam kitab As-Sunah, dalam riwayat Abu Said Al-Khudri, maksudnya adalah meninggalkan keraguan dan membangun keyakinan. Dia shalat empat rakaat sampai dia meyakini bahwa dia telah sempurna empat (rakaat).” (Ma’alim Sunan, 1/219-220).

An-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Dalam riwayat Baihaqi;

 لَا غِرَارَ فِي الصَّلَاةِ

Yaitu, (kata الصلاة) menggunakan alif dan laam. Al-Baihaqi berkata, “Ini yang lebih dekat dengan  penafsiran Ahmad.

Dalam riwayat lain juga oleh Al-Baihaqi,

لَا غِرَارَ فِي تَسْلِيمٍ وَلَا صَلَاةٍ

“Tidak boleh kurang dalam (menjawab) salam dan dalam shalat.”

Ini menguatkan tafsir Al-Khattabi. Al-Baihaqi mengatakan, “Hadits-hadits sebelumnya membolehkan memberi salam kepada orang yang shalat dan menjawabnya dengan isyarat, itu yang lebih utama untuk diikuti.” (Majmu Syarh Muhazab, 4/104).

Ibnu Atsir rahimahullah mengatakan, “Kata ‘غرار’ asalnya bermakna kurang. غرار النوم artinya sedikit/kurang tidur. Maksud غرار الصلاة  adalah kurang dalam pelaksanaan dan rukun-rukunnya. غرار التسليم adalah menjawab dengan mengatakan, ‘Wa alaika’ Tidak mengucapkan, ‘Assalam.

Ada pula yang mengatakan bahwa makna غرار adalah tidur. Maksudnya tidak ada tidur dalam shalat. Kata ‘Taslim’ diriwayatkan dengan nasab dan jar. Siapa yang menjarkan maka mengikuti kata ‘Shalat’ seperti tadi. Dan siapa yang menasabkan, maka mengikuti ‘Girar’ sehingga artinya tidak kurang dan tidak memberikan salam dalam shalat. Karena perkataan dalam shalat yang bukan darinya itu tidak dibolehkan.” (An-Nihayah, 3/661).

Sehingga ringkasan yang kita dapatkan dari perkataan ahli ilmu tadi bahwa sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam ( لا غرار في صلاة ) maknanya adalah jangan selesai dari shalat dalam keadaan ragu, tapi selesai shalat dalam keadaan yakin dengan kesempurnaannya. Kalau ragu ada kekurangan, maka diambil yang paling sedikit sehingga yakin bahwa tidak ada kekurangan dalam shalatnya.

Telah diriwayatkan oleh Muslim, (571) dari Abu Said Al-Khudri berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا فَلْيَطْرَحْ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ ، فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلَاتَهُ وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لِأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ

“Jika salah seorang diantara kamu ragu dalam shalatnya tidak mengetahui berapa (rakaat) shalatnya apakah tiga atau empat, maka buang yang ragu dan bangun atas apa yang diyakini. Kemudian sujud dua kali sujud sebelum salam. Kalau dia shalat lima, maka digenapkan shalatnya, kalau dia shalat sempurna empat. Maka sebagai pukulan setan.”

Di antara girar dalam shalat adalah kurang dalam rukuk, sujud dan tumakninahnya. Karena hal itu kurang dalam shalat. Maka dia harus tumakninah, menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Secara global seharusnya dia melakukan shalat secara sempurna tanpa kurang dari sisi manapun.

Sementara ungkapan ولا تسليم diriwayatkan dengan nasab dan jar. Siapa yang jarkan, maka ia mengikuti shalat. Sehingga artinya adalah tidak kurang dalam salam. Bahkan menyempurnakan ucapan selamat haknya dalam menjawab. Kalau saudaranya yang muslim memberikan salam kepadanya, maka dijawab dengan yang lebih baik dari salamnya atau sepadan.

Siapa yang menasabkan, maka mengikuti kata girar. Sehingga artinya adalah tidak kurang dan tidak memberi salam dalam shalat. Orang shalat tidak boleh memberi salam kepada seorangpun dan orang lain tidak boleh memberi salam kepadanya. Agar tidak menggangu shalatnya. Kalau ada orang yang memberi salam kepadanya, dijawab dengan isyarat. Mungkin pendapat pertama lebih utama. Silahkan merujuk jawaban soal no. 114225.

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam