Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Apakah Diperbolehkana Bertayamum Kalau Tidak Mendapatkan Tempat Suci Untuk Mandi Dari Janabat?

200335

Tanggal Tayang : 20-10-2017

Penampilan-penampilan : 6279

Pertanyaan

Kami mandi di tempat dimana kami membuang hajat kita (buang besar). Ketika saya masuk kamar mandi, saya dapati sisa berak di lantai kamar mandi begitu juga di sisinya. Meskipun telah saya siram dengan air, sisa berak masih terlihat di sisi-sisi kamar mandi. Hal itu menjadikan selama 3 kali ketika bangun dari tidur dalam kondisi junub waktu fajar bertayamum sebagai ganti mandi besar. Karena masalah berat bagi saya. Dimana ketika saya mandi besar dari janabat, setiap kali terkena kotoran tanah, saya kembali menyiram tubuhku. Hal itu berlangsung lama setiap kali air terkena di duburku. Sehingga menjadikan harus menyiram berkali-kali. Perlu diketahui saya seringkali was-was. Apa hukum air itu? Perlu diketahui saya menyiram air kurang dari dua kulla apakah hal itu menjadi najis. Kalau saya salah, apakah saya harus mengulangi shalat yang telah saya lakukan dengan tayamum subuh? Ataukah saya mengulangi semua shalat? Ringkasan pertanyaanku adalah apakah diperbolehkan tayamum kalau tidak mendapatkan tempat suci untuk mandi besar?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Alhamdulilllah

Pertama:

Para ulama memakruhkan wudu dan mandi di tempat najis. Karena hal itu akan membuka pintu was was. Telah ada dalam ‘Mausu’ah Fiqhiyah, (29/101), “Tidak ada perbedaan diantara para ulama fikih bahwa wudu dan mandi di tempat najis itu makruh. Dikhawatirkan terkena najis bagi orang yang berwudu dan mandi. Menghindari semua itu lebih utama. Karena hal itu mewariskan was was. Dalam hadits :

( لا يبولن أحدكم في مستحمه , ثم يغتسل أو يتوضأ فيه , فإن عامة الوسواس منه )

“Jangan salah seorang diantara kamu kencing di  tempat mandinya. Kemudian mandi dan wudu di dalamnya. Karena kebanyakan was was dari (tempat) itu.” Selesai

Kedua:

Yang wajib bagi orang yang mendapatkan janabat, dan ingin shalat harus bersuci dengan air. Berdasarkan firman Allah ta’ala:

( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُباً فَاطَّهَّرُوا (المائدة : 6)

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah,” QS. Al-Maidah: 6

Orang yang berhadats tidak diperbolehkan bertayamum selagi ada air. Kecuali ada uzur syar’i. seperti sakit khawatir dengan mempergunakan air akan celaka. Atau  bertambah sakitnya. Maka tidak mengapa –dalam kondisi seperti itu- mengganti dari menggunakan air ke tayamum. Berdasaarkan Firman Ta’ala:

وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا ) سورة المائدة/6.

“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih).” QS. Al-Maidah: 6

Silahkan melihat kitab ‘Al-Istizkar’ karangan Ibnu Abdul Bar, (1/278).

Sementara apa yang ada dalam pertanyaan, bukan termasuk uzur yang diperbolehkan bertayamum. Kerena memungkinkan untuk menghilangkan najis yang didapatkan pada kamar mandi dengan air disertai dengan alat pembersih yang membantu untuk membersihkan najis. Atau menutupi wc dengan sarana apa saja disela-sela mandi. Atau menjauh darinya hal itu tidak sulit –insyaallah – apalagi biasanya yang terkena pada wc itu ringan dan memungkinkan untuk dihilangkan atau menjauh darinya seperti tadi.

Sama seperti najis yang diperkirakan penanya terkena tanah, atau mengenai  dinding. Semuanya dapat dihilangkan atau disiram dengan air sampai pada persangkaan kuat ia telah hilang. Tidak harus menyiram dengan air sebanyak dua kullah atau lebih. Bahwa air yang datang dari najis dapat dihilangkan dan dibersihkan. Bukan najis yang merusak air. Kalau tidak, sulit tergambarkan sebenarnya bahwa najis dapat dihilangkan dengan air. Akan tetapi najis dapat mempengaruhi air. Kalau najis yang yang keluar darinya atau terpisah dengannya, kalau keluarnya air ke najis, maka air tetap dapat menghilangkan dan membersihkannya. Meskipun tidak sampai dua kullah. Kalau sekiranya najisnya itu kering, tidak dapat dihilangkan dengan air atau alat pembersih yang saling berjauhan, ini sulit sekali digambarkan. Kalau sekiranya najis ini mengenai anda, dan anda yakin benar. Memungkinkan anda untuk menyiram kedua kaki anda. Atau tempat yang anda yakin terkena najis. Setelah anda selesai mandi. Hal ini kalau anda yakin bahwa najis telah mengenai anda, seperti tadi. Kalau hanya sekedar perkiraan dan ragu, maka anda tidak terkena apa-apa. Apalagi bagi orang yang terkena penyakit was was.

Ketiga:

Yang wajib bagi anda mengqodo semua shalat yang telah anda lakukan dengan bertayamum. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ ) رواه مسلم (224)

“Tidak diterima shalat tanpa bersuci, dan shadaqah dari curian.” HR. Muslim. (224).

Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits ini, nash (dengan tegas) kewajiban bersuci untuk shalat. Dan umat (Islam) telah berijma’ bahwa bersuci itu syarat sahnya shalat.” Selesai dari ‘Syarkh Muslim.

Tidak ada perbedaan antara orang yang asalnya shalat tanpa bersuci dengan orang yang shalat dengan tayamum dengan adanya air tanpa ada uzur. Karena tayamum dengan adanya air dan dia mempu mempergunakannya, tidak dianggap bahkan dia dan ketidak adanya itu sama.

Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam