Rabu 27 Rabi'uts Tsani 1446 - 30 Oktober 2024
Indonesian

Apakah Akad Nikah Dan Talak Dapat Terlaksana Tanpa Bahasa Arab?

209552

Tanggal Tayang : 30-04-2016

Penampilan-penampilan : 3719

Pertanyaan

Apakah pernikahan dan perceraian dapat dianggap sah jika dilakukan tidak dengan Bahasa Arab?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pendapat yang kuat menurut para ulama rahimahullah adalah bahwa nikah dan talak dianggap sah walau tidak dengan Bahasa Arab.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah rahimahullah berkata dalam Majmu Fatawa, 15/449, ‘Sesungguhnya talak dan semacamnya dianggap sah dengan berbagai macam Bahasa. Karena standarnya adalah maknanya.”

Disebutkan dalam Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah (11/175), “Jumhur ulama berpendapat bahwa siapa yang tak mampu berbicara Bahasa Arab, maka sah baginya melangsungkan akad dengan bahasanya, karena dia tidak mampu selainnya, maka gugurlah kewajibannya sebagaimana orang bisu, dia harus mendatangkan makna khusus yang mengandung makna seperti lafaz Arab. Mereka berbeda pendapat tentang orang yang mampu mengucapkan Bahasa Arab; Mazhab Hanafi dan Syafii menurut pendapat yang lebih kuat, juga pendapat Syekh Taqiyudin Ibnu Taimiah berpendapat bahwa akad nikah dianggap sah dengan selainnya (selain Bahasa Arab), karena dia mengucapkan lafaz khusus, maka dianggap sah sebagaimana halnya dia mengucapkannya dengan Bahasa Arab. Juga karena Bahasa non Arab bersumber dari siapa yang berbicara dengan tujuan benar.

Ulama dari kalangan mazhab Hanafi, Syafii dan Hambali berpendapat bahwa orang non Arab, jika mengatakan ungkapan talak dengan jelas dengan bahasa non Arab, maka jatuhlah talaknya, jika dia mengungkapkannya dengan Bahasa kiasan, maka tidak jatuh kecuali dia niatkan talak.”

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, “Akad nikah boleh diucapkan dengan semua Bahasa yang secara adat dikenal menunjukkan hal tersebut. Dalil dari Al-Quran adalah firman Allah Ta’ala,

فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ  (سورة النساء : 3)

“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi.” SQ. An-Nisaa’: 3

Allah menyebutkan kata-kata nikah secara mutlak, karena itu, apa saja yang dianggap nikah menurut adat kebiasaan, maka dia dianggap nikah. Allah tidak mengatakan, ‘Nikahilah untuk kalian wanita yang kalian sukai denga lafaz  nikah atau perkawinnan’ tidak juga mengatakan, ‘nikahilah para wanita itu dengan izin keluarganya dengan lafaz nikah atau perkawinan. Ketika akad nikah disebut secara mutlak, maka ketentuan (lafaz nikah) kita kembalikan kepada urf (kebiasaan yang ada di masyarakat).

Kaidah: Seluruh akad dianggap sah dengan sesuatu apa saja yang menunjukkan hal tersebut berdasarkan kebiasaan yang sudah berlaku, apakah dengan kata-kata yang telah ditetapkan syariat atau tidak, apakah dalam masalah nikah atau bukan nikah. Inilah pendapat yang shahih dan inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.” Asy-Syarhul Mumti’, 12/38-40.

Sebagai tambahan, silakan lihat jawaban soal no. 111810

Wallahua’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam