Kamis 20 Jumadil Ula 1446 - 21 November 2024
Indonesian

Pembatalan Pernikahan Sebelum Berhubungan Badan Dengan Istri Karena Terdapat Aib Pada Istri, Apakah Yang Demikian Itu Wajib Membayarkan Sesuatu Dari Mahar Kepada Pihak Istri ?

212839

Tanggal Tayang : 05-11-2014

Penampilan-penampilan : 8120

Pertanyaan

Seorang pemuda melamar lalu menikahi seoarang gadis dan belum genap satu bulan, ternyata gadis tersebut punya kelainan yaitu menderita penyakit Epilepsi atau Ayan yang ditimbulkan aktifitas Listrik atau apabila tersengat listrik maka penyakit ini akan kambuh, dan pihak keluarga si gadis tidak memberitahukan masalah ini kepada si pemuda sebelum pelaksanaan akad nikah, maka apakah sudah menjadi hak bagi si pemuda untuk mengajukan pembatalan pernikahan ??

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

..

Sesungguhnya penyakit Epilepsi merupakan diantara aib dalam pernikahan yang karenanya ditetapkan pembatalan dalam pernikahan, maka diperbolehkan dari masing-masing pihak baik suami maupun istri untuk mengajukan gugatan pembatalan pernikahan, jika memang jelas-jelas baik dari suami maupun istri terdapat penyakit Epilepsi tersebut, dan hal ini telah dijawab pada soal nomer ( 158489 ).

Maka apabila seorang suami mengetahuinya setelah dilaksanakan akad nikah bahwasannya sang istri menderita kelainan yaitu penyakit Epilepsi, maka menjadi batal pernikahan karena aib tersebut, dan jika hal itu diketahui sebelum berhubungan badan dengan si istri maka tidak ada kewajiban apapun untuk membayarkan maharnya istri.

Ibnu Qudamah Rahimahullah mengungkapkan : “ Fasakh atau Pembatalan pernikahan apabila terjadi sebelum berhubungan badan maka tidak ada kewajiban bagi suami membayar mahar untuk istri, meskipun aib tersebut datang dari pihak suami atau istri, dan ini merupakan pendapat Imam Syafi’i, karena sesungguhnya Fasakh apabila penyebabnya dari pihak istri maka secara otomatis gugur kewajiban membayar maharnya, dan apabila dari pihak suami maka pembatalan pernikahan itu disebabkan aib yang ada padanya jadi seakan-seakan dia menyamarkan sesuatu dari kedustaan ” dari kitab “ Al Mughni ” ( 7/144 ).

As Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata : “ penjelasan dari ungkapan :

 ( فَإِنْ كَانَ قَبْلَ الدُّخُولِ فَلاَ مَهْرَ ) artinya : ( maka jika belum berhubungan badan maka tidak ada mahar baginya ) maksudnya : apabila pembatalan pernikahan sebelum menggauli istri maka tidak ada mahar yang harus dibayarkan untuk istri, meskipun aib itu dari pihak istri maupun suami, adapun jika aib dari pihak istri maka hal ini sangat jelas tidak ada kewajiban membayar mahar untuk istri, sebagaimana contoh : Seseorang melaksanakan akad nikah dengan seorang gadis dan sebelum dia menggaulinya terkuak aib yang dimiliki si gadis, maka menjadi batal pernikahan dan tidak ada kewajiban baginya membayarkan mahar si gadis karena dia telah menipu dan mendustai suaminya. Dan jika aib tersebut datang dari pihak suami, maka istri berhak minta pembatalan akad nikah karena aib yang ada pada suami, maka sang pengarang kitab mengatakan : tidak ada mahar bagi istri sebab keinginan berpisah dan pembatalan akad nikah datangnya dari pihak istri karena dialah yang meminta fasakh. Dan yang benar dalam hal ini adalah : Apabila aibnya dari pihak suami, dan terjadi Fasakh sebelum menggauli istrinya ; maka bagi istri setengah dari mahar yang telah disepakati ; karena suamilah penyebab fasakh, dan bagaimana tindakan kita terhadap suami yang pendusta dan pembohong semacam ini ? apa yang sesuai dengan kemaslahatannya ?

Para ulama berpendapat : sesungguhnya keinginan berpisah datang dari pihak istri ; karena dialah yang meminta fasakh, kita mengatakan : dialah ( istri ) yang meminta fasakh karena kehendak nafsunya atau kemaslahatannya, bahkan fasakh ini karena aib suami dan pada hakekatnya dialah yang mendustai istrinya. Sang istri mengatakan :  saya masih ingin dengan suami saya, akan tetapi selama dia masih memiliki aib maka apa daya saya, saya tidak bisa tetap bersamanya, dan perpisahan ini bukan kehendak saya tapi kenyataannya dari pihak dia. Dan menurut ulama’ : Sesungguhnya setiap perpisahan ( Fasakh ) yang terjadi karena sebab suami, maka bagi istri berhak mendapatkan separoh dari nilai mahar...”. Dari kitab : “ As Syarkhul Mumti’ ” ( 12/227 - 228 ).

Kesimpulannya : Sesungguhnya barangsiapa yang mendapati istrinya memiliki aib yang menyebabkan hilangnya salah satu tujuan dari tujuan-tujuan pernikahan, seperti berpenyakit ayan atau Epilepsi dan sebagainya, maka baginya agar menuntut pembatalan nikah atau Fasakh, maka jika terjadi fasakh sebelum istri digauli : maka tidak ada suatu apapun bagi istri dari mahar, karena Fasakh terjadi disebabkan darinya.

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam