Alhamdulillah.
Makna dari potongan hadits tersebut adalah bahwa seorang hamba beriman, jika dia bersungguh-sungguh kepada Allah Ta'ala dalam menjalankan perbuatan-perbuatan yang diwajibkan, kemudian dia juga melaksanakan perbuatan-perbuatan sunnah, maka Tuhannya akan mendekat kepadanya dan mengangkat derajatnya dari derajat keimanan menjadi derajat ihsan. Sehingga orang tersebut beribadah kepada Allah seakan-akan dia melihat-Nya. Hatinya penuh dengan mengenal Tuhannya, mencintai dan mengagunginya, takut dan gentar terhadap-Nya. Jika hatinya telah penuh dengan itu semua, maka hilanglah ketergantungannya terhadap segala sesuatu selain Allah dan tidak ada ketergantungan hamba terhadap sesuatupun berdasarkan hawa nafsunya. Tidak ada yang dia kehendaki selain apa yang dikehendaki Tuhannya. Maka ketika itu, seorang hamba tidak berucap selain untuk mengingat-Nya, tidak bergerak selain dengan perintah-Nya. Jika dia berbicara, dia berbicara dengan Allah, jika dia mendengar, dia mendengar dengan Allah. Jika dia melihat, dia melihat dengan Allah. Maksudnya dengan taufik Allah kepada-Nya dalam semua perkara tersebut. Maka dia tidak mendengar selain apa yang Allah cintai, dia tidak melihat selain apa yang Allah ridhai. Tangannya tidak memukul dan kakinya tidak berjalan selain apa yang diridahi Allah sebagai Tuhannya.
Maknanya bukan Allah sebagai pendengarannya, Allah sebagai penglihatannya dan Allah sebagai tangan dan kakinya, Maha Suci Allah dari pemahaman tersebut, karena Allah Ta'ala berada di atas Arasy, dia Tinggi di atas seluruh makhluk-Nya. Akan tetapi maksudnya adalah bahwa Dia memberi taufiq dalam pendengaran, penglihatan, jalannya dan genggamannya. Karena itu, terdapat dalam riwayat lain, Allah Ta'ala berfirman,
فَبِي يَسْمَعُ وَبِي يُبْصِرُ وَبِي يَبْطِشُ وَبِي يَمْشِي
"Dengan-Ku dia mendengar, dengan-Ku dia melihat, dengan-Ku dia memukul, dengan-Ku dia berjalan."
Maksudnya adalah bahwa Dia (Allah) memberinya taufiq dalam seluruh amal dan ucapannya, pendengaran dan penglihatannya. Inilah makna yang dimaksud oleh Ahlussunnah wal Jamaah. Ditambah pula bahwa Allah akan mengabulkan doanya, jika dia meminta, Allah akan memberikan permintaannya. Jika dia meminta tolong kepada-Nya, Allah akan menolongnya, jika dia minta perlindungan kepada-Nya, maka Dia akan melindunginya." (Jami Ulum wal Hikam, 2/347, Fatawa Nurun Alad-Darb, kaset 10, Syekh Ibn Baz rahimahullah)
Siapa yang memberikan makna selain ini, dia telah berbuat maka dia telah berlaku zalim dan melampui batas terhadap kedudukan Allah serta bertentangan dengan apa yang dikenal dalam percakapan Arab serta apa yang mereka pahami untuk ungkapan seperti itu.
Syekh Ibnu Utsaimin berkata dalam Majmu Fatawanya (1/145), "Anda dapat saksikan bahwa Allah Ta'ala telah menyebutkan adanya yang menyembah dan yang disembah, yang beribadah dan diibadahi, pencinta dan yang dicinta, yang meminta dan yang diminta, yang memberi dan yang diberi, yang memohon perlindungan dengan yang memberikan perlindungan. Hadits ini menunjukkan ada dua pihak yang berbeda, yang satu bukan yang lain. Jika demikian halnya, maka zahir sabda beliau, "Aku adalah pendengarannya dan penglihatannya, tangannya dan kakinya." Tidak menunjukkan bahwa sang pencipta adalah bagian dari makhluk, atau bagian dari sifatnya, maha suci Allah dari yang demikian itu. Akan tetapi, hakekat yang tampak dari hadits tersebut adalah bahwa Allah Ta'ala mengarahkan seorang hamba dalam pendengaran dan penglihatan dan pukulannya. Maka pendengarannya karena Allah Ta'ala dengan ikhlas dan memohon pertolongan kepada-Nya, mengikuti syariat dan ajarannya, demikian pula dengan penglihatannya dan jalannya.".