Jum'ah 1 Rabi'uts Tsani 1446 - 4 Oktober 2024
Indonesian

Berdoa Terhadap Sesuatu Yang Sudah Ada Hasilnya

Pertanyaan

Apa hukum berdoa dengan sesuatu yang telah ditentukan dan telah ada hasilnya? Maksud saya wahai syekh, kalau pihak sekolahan menelpon salah satu muridnya dan mengatakan, “Silahkan kesini dan mengambil nilai anda. apakah diperbolehkan baginya berdoa ketika di jalan dengan doa-doa seperti “Ya Allah semoga nilainya tinggi atau semisal itu. Padahal nilainya telah dicetak dan siap untuk diserahkan?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Masalah berdoa termasuk permasalahan yang sangat luas dalam bab ibadah. Ia termasuk yang paling tinggi, paling agung bahkan paling dicintai oleh Allah Ta’ala, sampai Nabi sallallahu alaihi wa sallam menjadikan doa adalah ibadah itu sendiri. Telah dikeluarkan oleh Ahmad, (18849) dan Tirmizi, (22) dari Nu’man bin Basyir radhiallahu anhu berkata, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 إنّ الدعاءَ هُوَ العبادة  ، ثم قرأ :   وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ   سورة غافر/60 "

“Doa itu adalah ibadah. Kemudian beliau membaca ayat, “Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (QS. Gofir: 60)

Tirmidzi mengomentari, “Hasan Shohih dan dinyatakan shohih oleh Albani di shohih wa dhoif Sunan Tirmizi, (2969). Silahkan melihat ‘Tafsir Thobari, 3/485.

Doa seperti kondisi yang disebutkan ada dua hal:

Pertama: berdoa dengan sesuatu yang telah ditetapkan dan seseorang telah mengetahui hasil yang telah ditetapkannya. Seperti dia mengetahui telah gagal kemudian berdoa kepada Allah agar lulus. Atau dia mengetahui bahwa fulan telah meninggal dunia, kemudian dia berdoa kepada Allah agar dihidupkannya. Maka berdoa dalam kondisi seperti ini adalah merupakan sia-sia. Bahkan hal ini termasuk menantang dalam berdoa, karena dia berdoa dengan sesuati yang mustahil. Dari Abdullah bin Mugoffal radhiallahu anhu sesungguhnya dia berkata, saya mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 سَيكون فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الطَّهُورِ وَالدُّعَاءِ   . أخرجه أحمد (17254) ، وأبو داود (96) وصححه الألباني في " صحيح سنن أبي داود – الأم (86).

“Akan ada dalam umat ini suatu kaum yang menantang (melampaui batas) dalam bersuci dan berdoa.” HR. Ahmad,, (17254), Abu Dawud, (96) dinyatakan shohih oleh Albani di ‘Shohih Sunan Abu Dawud – Al-Um, (86).

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Menantang dalam berdoa terkadang meminta sesuatu yang tidak diperbolehkan untuk memintanya dari meminta terhadap sesuatu yang diharamkan, terkadang meminta sesuatu yang tidak dilakukan oleh Allah seperti meminta agar tetap abadi sampai hari kiamat. Atau meminta agar diangkat dari kelaziman manusia dari kebutuhan makan dan minum. Memohon agar dapat mengetahui yang ghoib. Atau dijadikan orang yang terjaga dari kemaksiatan (ma’shum). Atau dikaruniai seorang anak tanpa menikah. Atau doa menantang semisal itu yang tidak dicintai oleh Allah dan tidak disukai orang yang memintanya. Selesai dari ‘Majmu’ Fatawa, (15/22).

Ibnu Abidin mengatakan, “Diantara yang diharamkan adalah meminta sesuatu yang mustahil padahal kondisinya dia bukan nabi maupun wali (kekasih Allah). seperti meminta tidak perlu bernafas di udara agar aman dari mati lemas. Atau agar sehat tanpa sakit selamanya agar bisa memanfaatkan kekuatan dan anggota tubuhya untuk selamanya. Dimana dari sisi kebiasanya hal itu merupan sesuatu yang mustahil. Semuanya itu adalah diharamkan. Selesai dari ‘Roddul Mukhtar, (4/121).

Kondisi kedua: dia mengetahui telah terjadi, seperti dalam pertanyaan. Akan tetapi dia belum mengetahui apa yang telah diputuskan. Hal ini tidak mengapa berdoa. Maka dia dianjurkan menghadap kepada Allah Ta’ala berdoa dengan apa yang dia inginkan. Karena seorang hamba tidak mengetahui apa yang diputuskan Allah yang telah terjadi. Apakah baik atau jelek?

Telah dikeluarkan oleh Ahmad, (22694) dan dihasankan oleh Albani di ‘Shohih Targib wat Tarhib, (1634) dari Muadz radhiallahu anhu sesungguhnya Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الدُّعَاءَ يَنْفَعُ مِمَّا نَزَلَ وَمِمَّا لَمْ يَنْزِلْ فَعَلَيْكُمْ عِبَادَ اللَّهِ بِالدُّعَاء

“Sesungguhnya doa itu bermanfaat dengan sesuatu yang telah diturunkan dan apa yang belum diturunkan. Maka wahai Hamba Allah berdoalah kalian semua.”

Keumuman sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa salam ‘Sesungguhnya doa itu bermanfaat dengan sesuatu yang telah diturunkan dan apa yang belum diturunkan’ menunjukkan dianjurkan berdoa dalam kondisi seperti yang telah disebutkan.

Al Mubarokfuri mengatakan dalam kitab ‘Tuhfatul Ahwadzi, (5/427) terkait dengan sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam :

 لَا يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلَّا الدُّعَـاءُ

“Tidak ada yang dapat menolak qodho’ melainkan dengan doa.

Sungguh telah diperintahkan untuk berobat dan berdoa, padahal yang telah ditetapkan telah ada, karena seseorang tidak mengetahuinya baik telah ada maupun belum ada. Yang menguatkan akan hal itu adalah apa yang dikeluarkan oleh Tirmidzi dari hadits Ibnu Umar, “Sesungguhnya doa itu bermanfaat dengan sesuatu yang telah diturunkan dan apa yang belum diturunkan.” Selesai.

Selagi seseorang belum mengetahui apa yang telah diputuskannya. Maka dia dianjurkan untuk berdoa kebaikan yang diinginkannya dan mengangkat kejelekan yang khawatir menimpanya. Dan berdoa dalam kondisi seperti itu termasuk dalam kategori nash-nash yang dianjurkan untuk berdoa. Sebagaimana sabda Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam:

 مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلَا قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلَاثٍ: إِمَّا أَنْ يُعَجِّلَ لَهُ دَعْوَتَهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِي الْآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عنهُ من السُّوءِ مثلَها   . قَالُوا: إذا   نكثر. قال :  الله أكثر.

“Tidaklah seorang muslim berdoa dengan suatu doa yang tidak termasuk dosa dan tidak memutus persaudaraan melainkan Allah akan berikan salah satu dari tiga hal ini, disegerakan doanya (dikabulan) atau disimpan untuknya di hari akhirat atau dipalingkan kejelekan semisal darinya. Para shahabat mengatakan,“Kalau begitu kita perbanyak (doa). Nabi menjawab,”Allah (akan memberikan) lebih banyak lagi. (HR. Ahmad di Musnad, (11133). Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dan dinyatakan shohih oleh Albani di Shohih Targhib wat Tarhib, (1633).

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam