Sabtu 9 Rabi'uts Tsani 1446 - 12 Oktober 2024
Indonesian

Seorang Wanita Mengadukan Bahwa Haidnya Tidak Lancar

220644

Tanggal Tayang : 27-04-2016

Penampilan-penampilan : 58701

Pertanyaan

Saya mengetahui bahwa diwajibkan bagi kita untuk melaksanakan shalat dan atau berhenti shalat berdasarkan pada sifat darah yang keluar, pada saat keluarnya tidak teratur pada siklus bulanannya, akan tetapi masalahnya saya tidak mampu membedakan antara darah haid dan darah lainnya, bisa jadi hal itu karena was-was (ragu-ragu). Dalam kondisi normal biasanya saya tidak melihat darah dengan warna kecoklatan yang seakan seperti darah segar bukan darah haid, hal itu terjadi di awal dan di akhir masa haid, bentuk darah pada empat hari pertama begitu jelas sebagai darah haid. Jika darah dengan warna kecoklatan tersebut dianggap sebagai darah haid, maka saya menunggu sampai darah tersebut berhenti. Akan tetapi jika siklus bulanan saya tidak teratur saya memasuki masa suci selama dua minggu sebelum saya melihat darah haid. Akan tetapi jika darah tersebut tidak seperti darah haid, saya tetap melakasanakan shalat, apakah yang saya lakukan tersebut benar ?
Atau saya wajib mengqadha’ shalat yang saya tinggalkan selama satu minggu tersebut ?
Sebentar lagi akan datang siklus haid bulanan, apakah jika datang waktunya dan darah yang keluar seakan seperti darah segar, apakah saya tetap melaksanakan shalat sampai saya melihat darah haid ?
Secara umum lama haid saya selama 7 – 10 hari, oleh karenanya jika jawabannya menuntut agar saya tidak melaksanakan shalat selama masa haid biasanya, termasuk hari-hari dimana saya melihat darah dengan warna kecolatan, bagaimana saya bisa menentukan hari-hari tersebut, apakah 7, 8, 9 atau lebih dari itu, karena masa haid yang berbeda-beda ?
Di hari-hari terakhir saya haid, siklus haid bulanan saya datangnya pada tanggal 10 atau 11 dan selesai pada tanggal 17 atau 18, akan tetapi saya mandi besar pada tanggal 18, maka saya mohon nasehatnya berdasarkan rincian permasalahan saya ?

Ringkasan Jawaban

Kesimpulan: ·         Semua darah atau lendir yang keluar pada masa haid, maka hukumnya sama dengan darah haid, baik keluarnya sebelum keluarnya darah haid bersambung dengannya atau keluar di akhir masa haid sebelum ada tanda-tanda masa suci. ·         Jika ada darah yang keluar setelah dua pekan dari masa suci, dan tidak sama dengan darah haid, maka tidak dihukumi sebagai darah haid, dan tidak menghalanginya untuk melaksanakan shalat atau puasa, sampai keluarnya darah haid berikutnya. ·         Jika masa haid anda tidak beraturan, sifat-sifat darahnya bercampur sehingga anda tidak bisa membedakan antara darah haid dengan darah lainnya, maka jadikanlah haid anda selama 7 hari, karena hal itu lebih dekat dengan masa haid anda sebelumnya, dan yang menjadi patokan adalah masa haidmu yang teratur sebelumnya, kemudian mandilah dan laksanakan shalat. Wallahu A’lam.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Darah haid adalah darah hitam (kehitaman), yang mudah diketahui oleh seorang wanita, memiliki ciri khas dari sisi warnanya: hitam, dan dari sisi bentuknya: tebal, dari sisi baunya: amis dan berbeda dengan darah biasa.

Jika anda melihat darah tersebut, maka itulah awal masa haid anda, baik keluarnya selama 7, 8 atau lebih lama dari itu atau lebih sedikit, selama tidak sampai lebih dari 15 hari.

Kedua:

Lendir kecoklatan yang keluar itu dikenal dengan “Kadrah” (flek kecoklatan) atau “Shafrah” (flek kekuningan), semua itu sama dengan hukum haid, jika langsung bersambung setelahnya. Sebelum seorang wanita melihat tanda-tanda masa suci yang ia kenali, semua itu termasuk bagian dari haid, meskipun sifat-sifatnya berbeda dengan sifat darah haid.

Sama juga halnya dengan seorang wanita jika biasanya lendir itu keluar di awal masa haidnya, bersambung dengan darah haidnya yang sudah ia kenali, dengan disertai rasa nyeri, atau terjadi pada siklus haidnya, maka lendir tersebut termasuk bagian dari darah haid.

Disebutkan dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah  Al Kuwaitiyah (18/295):

“Jumhur ahli fikih berpendapat bahwa flek kekuningan atau kecoklatan yang muncul pada masa haid adalah haid juga; karena merupakan hukum asal dari apa yang dilihat seorang wanita pada masa-masa haid; karena banyak wanita yang membawa semacam pembalut kepada Aisyah –radhiyallahu ‘anha- yang di di dalamnya terdapat flek kekuningan dan kecoklatan, maka ia berkata kepada mereka: “Jangan terburu-buru sampai kalian melihat cairan bening”. Yang ia maksud adalah awal batas masa suci, sedangkan flek kekuningan dan kecoklatan sama dengan warna karat besi.

Ibnu Abidin –rahimahullah- berkata:

“Abu Yusuf mengingkari bahwa flek kecoklatan di awal haid (menjadi bagian dari haid) namun tidak mengingkari yang lainnya, dan di antara mereka ada yang mengingkari flek kehijauan, pendapat yang benar adalah hal itu menjadi bagian dari haid bagi mereka yang masih mengalami haid, tidak kepada mereka yang sudah menopause”. (Raddul Muhtar: 1/289)

Syeikh Ibnu Baaz –rahimahullah- berkata:

“Kotoran-kotoran yang keluar setelah bersuci dan tidak pada masa haid, maka hal ini tidak dianggap dan tidak perlu dihiraukan; karena flek kecoklatan dan kekuningan yang muncul setelah bersuci tidak berpengaruh apa-apa tidak juga dianggap sebagai haid, akan tetapi hal itu sejenis air kencing, maka ia harus berintinjak (cebok) dan berwudhu’ dengan wudhu’nya shalat dan menahan keluarnya flek tersebut setiap kali masuk waktu shalat. Sedangkan jika kotoran tersebut keluar setelah haid, dan bersambung dengan darah haid, atau mengawali masa haid, atau di tengah masa haid, maka hal itu dianggap menjadi bagian dari haid, maka ia tidak boleh melaksanakan shalat dan tidak boleh thawaf sampai ia memasuki masa suci”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 29/116)

Syeikh Ibnu Baaz –rahimahullah- pernah ditanya:

“Sebelum berakhirnya siklus bulanan keluar flek kecoklatan sampai 5 hari, setelah itu keluar darah biasanya yang berlanjut sampai 8 hari setelah 5 hari pertama, ia berkata: “Saya tetap melaksanakan shalat pada lima hari pertama, akan tetapi yang saya tanyakan adalah apakah saya wajib melaksanakan shalat dan puasa pada hari-hari tersebut atau tidak ?, mohon penjelasannya semoga Allah memberikan taufik-Nya kepada anda”.

Beliau menjawab:

“Jika lima hari pertama dengan flek kecoklatan terpisah dengan darah haid maka hal itu tidak termasuk haid, maka anda tetap wajib melaksanakan shalat dan puasa dengan berwudhu setiap kali mau melaksanakan shalat; karena hukumnya sama dengan air kencing, tidak dianggap sebagai darah haid, hal itu tidak menghalangi shalat dan puasa namun mewajibkan berwudhu’ setiap waktu sampai berhenti, hukumnya sama dengan darah istihadhah (penyakit).

Namun jika selama lima hari tersebut langsung bersambung dengan haid maka ia termasuk bagian dari darah haid, dan dianggap sebagai siklus bulanannya, diwajibkan bagi anda untuk meninggalkan shalat dan puasa.

Demikian juga jika flek kecoklatan dan kekuningan setelah suci dari haid maka hal itu tidak dianggap sebagai haid, akan tetapi hukumnya sama dengan darah istihadhah, maka anda wajib beristinja’ (bersuci) setiap waktu dengan berwudhu’ kemudian melaksanakan shalat dan puasa, anda pun halal bagi suami anda, berdasarkan perkataan Ummu ‘Athiyah –radhiyallahu ‘anha-:

(كنا لا نعد الكدرة والصفرة بعد الطهر شيئا ) أخرجه البخاري في صحيحه، وأبو داود، وهذا لفظه

“Kami dahulu tidak menganggap flek kecoklatan dan kekuningan setelah bersuci (bagian dari darah haid)”. (HR. Bukhori dalam Shahihnya, Abu Daud dan ini redaksi beliau).

Ummu ‘Athiyah –radhiyallahu ‘anha- termasuk sahabat yang mulia yang telah meriwayatkan dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- banyak hadits. Allah lah Maha Pemberi Petunjuk”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 10/207-208)

Kesimpulan:

Darah-darah yang keluar dari anda atau yang berupa lendir pada masa haid, maka hukumnya adalah menjadi bagian dari darah haid, baik sebelum keluarnya darah haid, bersambung dengannya, atau terjadi pada akhir masa haid, sebelum anda melihat tanda-tanda suci yang biasanya.

Dengan demikian anda mengetahui bahwa anda harus menahan diri dari puasa dan shalat selama masa haid masih berlanjut, baik selama 7 hari, 10 hari selama anda belum melihat masa sucinya, juga tidak ada tanda-tanda suci yang muncul. Jika masa haid anda selesai setelah 17 hari misalnya, maka anda wajib mandi lalu melaksanakan shalat dan puasa, pada saat anda bisa memastikan kesucian anda, demikian juga jika selama 18 hari, dan demikianlah yang anda lakukan setiap bulannya.

Ketiga:

Jika masa suci anda telah berlalu selama dua pekan, namun keluar darah lagi sebagaimana yang telah anda sebutkan, dan teksturnya tidak sama dengan darah haid, maka darah tersebut adalah darah rusak (istihadhah), bukan darah haid; karena sifatnya tidak sama, dan juga tidak keluar pada siklus haid anda biasanya, maka hal itu tidak menjadi penghalang shalat dan puasa, akan tetapi hendaknya anda menjaganya, berwudhu setiap kali mau melaksanakan shalat.

Anda hendaknya meneruskan hal itu, yaitu; melaksanakan shalat dan puasa sampai yang keluar adalah darah haid, anda mampu mengenalinya dengan melihat tanda-tandanya atau dengan melihat siklus bulanannya, sesuai dengan penjelasan sebelumnya”.

Keempat:

Jika semua itu menjadikan anda bingung dan belum terbiasa mengenali masa haid termasuk lamanya, juga belum bisa membedakan antara darah haid dan darah lainnya, maka jadikanlah masa haidmu selama 7 hari, karena hal itu yang lebih mendekati dengan masa haidmu sebelumnya, dan jadikanlah tanggalnya sama dengan tanggal haidmu yang lalu sebelum anda merasa ragu-ragu, kemudian mandilah dan lakukanlah shalat, sebagaimana sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- kepada Hamnah binti Jahsy ketika mengeluhkan banyaknya darahnya yang keluar:

“Hal itu merupakan bagian dari gangguan syetan, maka jadikanlah haidmu 6 hari atau 7 hari dalam ilmu Allah (Allah yang lebih mengetahui), kemudian mandilah sehingga jika menurutmu sudah suci dan bersih maka dirikanlah shalat selama 23 malam atau 24 sehari semalam dan berpuasalah, maka hal itu sudah dianggap sah. Dan demikianlah yang anda lakukan setiap bulannya sebagaimana haid dan masa sucinya wanita lain, sesuai dengan lamanya masa haid dan masa suci mereka”. (HR. Ahmad: 27474, Abu Daud: 287 dan dihasankan Albani dalam Misykatul Mashabiih: 561)

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam