Alhamdulillah.
Pertama:
Tasbih artinya adalah mensucikan Allah dari semua kekurangan dan aib. Kalau anda mengatakan ‘Subhanallah’ maka artinya adalah saya mensucikan kepadaMu wahai Tuhanku dan saya menafikan dari Mu semua kekurangan dan aib.
Makna ‘Al-Adhim’ adalah mempunyai keagungan nan tinggi dan makna ‘Al-A’la’ adalah tinggi pada Dzat-Nya dan tinggi pada sifat-Nya.
Kedua:
Yang terpenting bagi jamaah shalat memikirkan arti apa yang dibaca dari Qur’an dan zikir. Semua bacaan dan zikir diminta untuk dapat menghadirkan maknanya secara khusus. Karena pada setiap kata dari kosa kata dalam shalat ada rahasia, hikmah dan arti yang terealisasi bagi seorang hamba untuk mendapatkan kebaikan dan manfaat sesuai kadar kekhusuan hati dan menghadirkan maknanya. Dan berkurang dari seorang hamba mendapatkan kebaikan dan manfaat sesuai kadar hilang, lalai dan menghadirkan hati serta khusu’. Bukan sekedar menghadirkan makna khusus pada ucapan shalat saja. Bahkan seorang hamba diminta menghadirkan makna yang agung dari prilaku shalat juga.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Diantara sebab fikiran tidak kemana-mana adalah seseorang mengikuti apa yang diucapkan atau dilakukannya dan mentadaburi makna nan agung. Dimana karena hal ini disyareatkan ucapan dan perbuatan ini. Sebagai contoh dalam kondisi rukuk. Disyareatkan rukuk, manusia agar mengagungkan Tuhannya dengan perbuatan dan perkataannya. Oleh karena itu Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sementara rukuk, maka agungkan Tuhan di dalamnya. Dan menunduk di depan Allah Azza Wajalla adalah mengagungkan-Nya dengan perbuatan. Dan ucapan ‘Subhanaka Rabiyal Adhim’ adalah mengagungkan kepada-Nya dengan ucapan. Tinggal seseorang mengagungkan dengan hatinya, dan hal ini tidak didapatkan kecuali dengan menghadirkan hati. Sehingga dalam rukuk mengagungkan ucapanku, perbuatanku dan hatiku.” Selesai dari ‘Fatawa Nurun ‘Alad Darbi, (8/2) dengan penomoran Syamilah.
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Kalau seorang hamba merendah kepada Tuhannya dengan rukuk dan sujud. Maka mensifati Tuhannya dengan sifat kemulyaan, kesombongan, keagungan dan ketinggian. Seakaan dia mengatakan, ‘Rendah dan tawadhul adalah sifatku. Sementara ketinggian, keagungan dan kesombongan adalah sifat-Mu. Oleh karena itu disyareatkan bagi seorang hamba dalam rukuknya mengucapkan ‘Subhana Rabiyal Adhim’dan dalam sujudnya ‘Subhana rabiyal A’la’. Dahulu Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam terkadang membaca dalam rukuk dan sujudnya:
" سبحان ذي الجبروت والملكوت والكبرياء والعظمة " .
“Maha suci (Allah) Yang mempunyai keperkasaan dan kerajaan (penuh) serta kesombongan dan keagungan. Selesai dengan diringkas dari ‘Khusu’ Fis Shalat’ hal, 41-43.
Ungkapan penanya ‘Apakah harus memikirkan makna ketika mengulangi ungkapan ini. Atau yang diminta adalah memikirkan keagunga dan kesempurnaan Allah dalam rukuk dan ketinggian-Nya ketika sujud. Maka jawabnya adalah bahwa yang diminta bagi orang yang shalat memikirkan makna apa yanag diucapkan dari bacaan dan zikir. Dari prilaku yang dilakukan. Rukuk dan sujud disyareatkan untuk mengagungkan Allah Ta’ala. Dan zikir yang dianjurkan menunjukkan pengagungan dan penghormatan itu. Dari sini, maka siapa yang memikirkan makna apa yang diucapkan dari zikir dalam rukuk dan sujud dapat mengarahkan berfikir akan keagungan Allah Ta’ala dan pasti penghormatan kepada-Nya. Akan tetapi seyogyanya memikirkan sekedar apa yang diucapkan dan dilakukan dalam shalat. Jangan berlebihan. Karena hal itu termasuk was was dari syetan agar tersibukkan dari shalatnya.
Gozali mengatakan dalam ‘Ihya Ulumud Din, (1/150), “Ketahuilah bahwa diantara tipu daya (maksudnya syetan) menyibukkan anda dari shalat anda dengan mengingat akhirat dan urusan kebaikan agar menghalangi anda dari memahami apa yang anda baca. Ketahuilah bahwa semua apa yang menyibukkan anda dari memahami makna bacaan anda, maka itu was was.” Selesai
wallahu A’lam.