Ahad 10 Rabi'uts Tsani 1446 - 13 Oktober 2024
Indonesian

Orang tua punya hak untuk ditaati, anak-anaknya harus berbakti dan mendoakan keduanya meskipun mereka lalai dalam memberikan pendidikan dan nafkah

Pertanyaan

Allah taala berfirman yang artinya, “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (QS. Al-Isra: 24).

Saya mendengar orang yang saya belum percaya keilmuannya berkata, ”Bahwa orang tua ayah atau ibu ketika tidak menjalankan peran pendidikannya, maka tidak diwajibkan taat, berbuat baik dan berdoa untuknya, berdasarkan firman-Nya; “Sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (QS. Al-Isra: 24). Saya belum mengetahui kebenaran pendapat ini. Apakah pendapat ini benar dari sisi syar’i? Apakah ada ulama salaf yang mengatakannya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Tidak selayaknya mengambil ilmu (syariat) kecuali dari ahli ilmu (syariat). Dan ilmu akan senantiasa ada selagi para ulama tetap ada. Kalau Allah menginginkan untuk mencabut ilmu, maka (Allah) mencabut nyawa orangnya.

Telah diriwayatkan oleh Muslim dalam Muqoddimah kitab shahihnya (1/14) dari Muhammad bin Sirin, dia berkata:

إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ، فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ  .

“Sesungguhnya ilmu ini adalah agama, maka lihatlah kepada siapa kalian mengambil agama kalian.”

Kedua:

Kedua orang tua mempunyai hak bakti anak-anaknya meskipun keduanya kurang dalam memberikan pendidikan dan nafkah.

Orang tua menyia-nyiakan hak anaknya dan kurang dalam pendidikannya adalah dosa yang akan diberi balasan atasnya, akan tetapi hal itu bukan alasan bagi anak untuk durhaka kepadanya, karena ini termasuk dosa besar bagi anak. 

Jika setiap orang tua yang kurang dalam memberikan hak anaknya lalu seorang anak dibolehkan mengurangi hak ayahnya, maka akan rusak rumah tangga kaum muslimin. Dengan sebab itu seorang anak akan durhaka kepada orang tuanya baik kepada ayah atau ibunya dengan sedikit syubhat saja.  Sang anak dapat berasumsi sebagai sarana untuk durhaka kepada kedua orang tuanya. Misalnya mereka mengatakan, “Ayahku lalai merawatku dan tidak memenuhi hakku. Begitu juga ibu kurang dan tidak adil antara aku dan saudara-saudaraku.” Lalau dia durhaka kepada keduanya dengan alasan bahwa keduanya tidak memenuhi hak-haknya. Maka dalam kondisi seperti ini akan rusak keluarga dan masyarakat.

Syekh Ibnu Baz rahimahullah ditanya tentang hukum agama terkait seorang anak yang menganggap bahwa ayahnya -seperti yang dikatakan- tidak memperhatikan pendidikannya dengan baik sejak kecil, meskipun ayahnya mampu membiayainya, apakah dalam kondisi seperti ini anak tetap wajib menjalin hubungan baik dengan ayahnya?

Maka beliau menjawab, “Ya, seorang anak tetap harus berbakti kepada orang tuanya, mengetahui haknya serta berbuat baik kepadanya. Meskipun orang tuanya bersikap buruk kepadanya dan lalai. Sebagai orang tua, dia harus bertaubat kepada Allah taala atas kelalaiannya dalam mendidik anaknya. Akan tetapi hal ini bukan menjadi alasan seorang anak untuk durhaka kepada orang tua. Bahkan seharusnya sang anak berbuat baik kepada orang tuanya meskipun keduanya lalai dalam memberikan hak anaknya. Allah taala berfirman terkait hak orang-orang kafir dalam kisah Luqman:

وصاحبهما في الدنيا معروفا

“dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik,” (QS. Luqman: 15)

Meskipun keduanya dalam kondisi kafir.

Maka seorang anak harus berbuat baik kepada kedua orang tuanya dan berbakti serta lemah lembut kepada keduanya serta berinteraksi kepada keduanya dengan sebaik-baiknya, meskipun keduanya lalai dalam memenuhi hak anaknya.”Dari websitenya Syekh Bin Baz

Adapun firman Allah Taala:

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

سورة الإسراء:  24

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil." (QS. Al-Isro: 24)

Ini sifatnya keumuman yang berlaku, yaitu bahwa kedua orang tua merawat dan mendidik anak-anaknya. Maka seorang anak selayaknya mendoakan keduanya dengan rahmat, sebagai ganti nikmat kesyukuran. Tidak ada yang keluar dari keumuman ini, kecuali sedikit sekali, kalaupun ada maka hal tersebut tidak dapat dijadikan patokan hukum.

Kalau alasan ini mau dipakai, maka analoginya, kalau kedua orang tua atau salah satunya meninggal dunia setelah melahirkan anaknya, maka keduanya tidak punya hak didoakan dengan doa rahmat, karena keduannya belum mendidiknya sejak kecil, maka orang yang mendidiknya dan membiayainya lebih utama didoakan. Pandangan ini  tidak ada seorang ulama pun yang mengatakannya.

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam