Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Seorang Anak Tidak Menanggung Dosa Bapaknya Dan Bapak Tidak Menanggung Dosa Bapaknya

242102

Tanggal Tayang : 16-12-2017

Penampilan-penampilan : 26808

Pertanyaan

Saya memiliki pertanyaan seputar ayat;
ما لهم به من علم ولا لأبائهم كبرت كلمة تخرج من أفواههم...
“Mereka sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka hanya mengatakan (sesuatu) kebohongan belaka.” (QS. Al-Kahfi: 5)
Apa yang dimaksud dengan “begitu pula nenek moyang mereka”? Apakah hal ini berarti, misalnya, seandainya adalah orang tua yang mengetahui semua kalimat Al-Quran lalu dia memiliki anak kemudian sang anak masuk agama Nashrani, apakah hal itu berarti bahwa orang tua tersebut (bapak dari anaknya yang murtad) tidak memiliki ilmu disebabkan anaknya yang murtad?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Allah Taala berfirman,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَى عَبْدِهِ الْكِتَابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجًا * قَيِّمًا لِيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيدًا مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا حَسَنًا * مَاكِثِينَ فِيهِ أَبَدًا * وَيُنْذِرَ الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا * مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ إِنْ يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا  (سورة الكهف: 1-5)

“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kitab (Al Qur’an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak menjadikannya bengkok. Sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik, Mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya.Dan untuk memperingatkan kepada orang yang berkata, "Allah mengambil seorang anak. Mereka sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka hanya mengatakan (sesuatu) kebohongan belaka.” QS Al-Kahfi: 1 – 5.

Firman Allah Taala,

وَيُنْذِرَ الَّذِينَ قَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا

“Dan untuk memperingatkan kepada orang yang berkata, "Allah mengambil seorang anak.” Maksudnya adalah kalangan Yahudi dan Nashrani serta kaum musyrikin yang mengucapkan ucapan tercela. Mereka mengucapkannya tanpa ilmu dan keyakinan, juga tidak berlandaskan ilmu dari nenek moyangnya yang mereka ikuti dan taklid kepadanya. Tetapi yang mereka ikuti hanyalah persangkaannya dan apa yang diinginkan hawa nafsunya.

كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ

“Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka.”

Maksudnya sangat besar keburukannya dan sangat berat hukumannya. Keburukan mana yang lebih besar dari orang yang menyatakan bahwa Allah memiliki anak, yang menunjukkan kekuranganNya serta menyamakan selainnya dalam kekhususan rububiah dan uluhiahnya serta berdusta terhadapNya?

Karena itu Dia berfirman,

إِنْ يَقُولُونَ إِلا كَذِبًا

“Mereka hanya mengatakan (sesuatu) kebohongan belaka.”

Maksudnya dusta murni, tidak ada sedikitpun kejujuran di dalamnya.

Perhatikanlah, bagaimana pandangan ini dibatalkan secara bertahap berpindah kepada sesuatu yang lebih batil. Awalnya Dia mengabarkan bahwa ‘Mereka sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka’. Ucapan tentang Allah tanpa ilmu, tidak diragukan lagi larangan dan kebatilannya. Berikutnya Allah mengabarkan bahwa ucapan itu adalah ucapan yang buruk dan tercela, Dia berfirman, “Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka.” Berikutnya, ketiga, Dia menyebutkan derajat keburukan ketiga, yaitu dusta yang berlawanan dari kejujuran. (Lihat, Tafsir As-Sa’dy, hal. 469)

Maka maksud dari firman Allah Taala,

مَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلا لآبَائِهِمْ

‘Mereka sama sekali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka’

Adalah bahwa mereka mengucapkan kalimat-kalimat batil yang mereka tidak memiliki ilmunya, juga tidak berdasarkan ilmu nenek moyang mereka yang telah mendahului mereka dalam mengungkapkan ucapan yang rusak ini. Lalu datang anak-anak mereka yang mengekor nenek moyang mereka. Maka hal itu adalah perkara yang mereka tidak ketahui juga tidak diketahui oleh nenek moyang mereka yang menjadi sumber ucapan mereka.

Yang dimaksud dengan nenek moyang mereka di sini adalah, nenek moyang yang mengucapkan kalimat-kallimat yang batil tersebut. Mereka berucap berdasarkan prasangkan dan menuruti hawa nafsu belaka, lalu diikuti oleh anak-anak mereka. Maka ini adalah ucapan batil yang diucapkan sang anak karena mengikuti nenek moyang mereka yang bodoh dan dusta. Betapa buruknya jika seorang hamba itu bodoh lalu diikuti oleh selainnya dengan bodoh pula.

Asy-Syaukani rahimahulllah berkata, “Mereka asalnya tidak memiliki ilmu dalam hal itu, juga nenek moyang mereka. Bahkan mereka mengira bahwa diri mereka sesat, lalu anak-anak mereka mengekornya, akhirnya mereka semua sesat.” (Fathul Qadir, 3/320)

Para ulama menyatakan bahwa yang dimaksud nenek moyang disini adalah; Nenek moyang yang mengucapkan kalimat yang batil tersebut, lalu diikuti oleh anak-anak mereka.

Ibnu Athiyah rahimahullah berkata, “FirmanNya ‘begitu pula nenek moyang mereka’ yang dimaksud adalah, orang-orang yang ucapannya diambil oleh mereka (anak keturunannya)’ (Tafsir Ibnu Athiyah, 3/495)

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata,

وَلا لِآبَائِهِمْ

‘begitu pula nenek moyang mereka’

Maksudnya adalah yang mereka ucapkan adalah seperti ucapan mereka (nenek moyang mereka), mereka tidak punya ilmu dalam hal itu, tidak ada landasan mereka kecuali ilusi yang mereka kira sebagai hakikat, dan itu bukanlah ilmu.”

(Tafsir Al-Utsaimin, Surat Al-Kahfi, hal. 13)

Ibnu Asyur rahimahullah berkata, “Mereka berkata,

إِنَّا وَجَدْنا آباءَنا عَلى أُمَّةٍ وَإِنَّا عَلى آثارِهِمْ مُقْتَدُونَ (سورة الزخرف: 23)

"Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka." (QS. Az-Zukhruf: 23)

Apabila nenek moyangnya tidak memiliki landasan apa yang mereka ucapkan, maka mereka tidak layak diikuti. (At-Tahrir Wat-Tanwir, 15-251)

Adapun nenek moyang yang tidak mengucapkan ucapan-ucapan yang batil, tapi beriman kepada Allah serta mentauhidkannya, maka mereka  bukan yang dimaksud dalam ayat ini.

Siapa dari kalangan orang beriman lalu dia memiliki anak yang murtad dari Islam dan memeluk agama Nashrani, sehingga dia berkata bahwa Isa adalah anak Allah, maka sang bapak yang beriman tersebut tidak dicela dan ilmunya tidak dianggap tidak ada sebab perbuatan anaknya. Semua manusia tidak dicela atau dipuji berdasarkan perbuatannya, bukan perbuatan orang lain.

Abu Daud meriwayatkan (4495) dari Abu Rimtsah dia berkata,

انْطَلَقْتُ مَعَ أَبِي نَحْوَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ لِأَبِي: ابْنُكَ هَذَا؟ قَالَ: إِي وَرَبِّ الْكَعْبَةِ، قَالَ: حَقًّا؟ قَالَ: أَشْهَدُ بِهِ، قَالَ: فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَاحِكًا مِنْ ثَبْتِ شَبَهِي فِي أَبِي، وَمِنْ حَلِفِ أَبِي عَلَيَّ، ثُمَّ قَالَ: أَمَا إِنَّهُ لَا يَجْنِي عَلَيْكَ، وَلَا تَجْنِي عَلَيْهِ ، وَقَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى  (وصححه الألباني في صحيح أبي داود)

 “Aku berangkat bersama bapakku menghadap Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada bapakku, ‘Apakah ini anakmu?’ Dia berkata, ‘Ya, demi Tuhannya Ka’bah.’ Beliau berkata, ‘Benarkah?’ Dia berkata, ‘Aku bersaksi atasnya.’ Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tersenyum karena kemiripanku dengan bapakku dan juga karena sumpahnya kepada Allah atas diriku. Kemudian beliau bersabda, “Adapun dia, sungguh dosanya tidak engkau tanggung hukumannya dan dosamu tidak membuatnya menanggung hukumannya.” Lalu beliau membaca ayat (yang terjemahnya), “Dan seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (Dinyatakan shahih oleh Al-Albany dalam Shahih Abu Daud)

Al-Qari rahimahullah berkata dalam kitab Mirqatul Mafatih, 6/2272, makna (لَا يَجْنِي عَلَيْكَ) adalah anda tidak dihukum karena dosanya sedangkan makna ( وَلَا تَجْنِي عَلَيْهِ ) adalah dia tidak dihukum karena dosa anda.”

Al-Aini rahimahullah berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengajarkan sebagaimana Allah ajarkan bahwa kejahatan seseorang maka dia yang menanggungnya sebagaimana amal baiknya untuk dirinya, bukan untuk orang lain.” (Umdatul Qari, 8/79).

Wallahu ta’ala a’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam