Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Manusia Memiliki Kehendak dan Pilihan. Allah Mengetahui Apakah Manusia Bahagia atau Sengsara

Pertanyaan

Saya bingung mengenai masalah ini. Saya telah bertanya pada beberapa orang, akan tetapi saya masih saja belum puas dengan jawabannya. Saya sadar bahwa Allah telah memberikan kehendak bebas (Free Will) kepada kita dan juga bangsa jin. Saya merasakan benar-benar merasakan hal ini. Namun, banyak sekali hadits dalam Shahih Al-Bukhari yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menuliskan dengan sebenarnya bahwa manusia itu bertakwa atau fasik, kaya atau miskin dan lain sebagainya. Segala sesuatu telah dituliskan takdirnya sebelumnya. Anas bin Malik telah meriwayatkan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah bersabda,

وَكَّلَ اللَّهُ بِالرَّحِمِ مَلَكًا فَيَقُولُ أَي رَبِّ نُطْفَةٌ، أَي رَبِّ عَلَقَةٌ، أي رَبِّ مُضْغَةٌ، فَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ أَنْ يَقْضِيَ خَلْقَهَا قَالَ أي رَبِّ ذَكَرٌ أَمْ أُنْثَى أَ شَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ فَمَا الرِّزْقُ فَمَا الأَجَلُ فَيُكْتَبُ كَذَلِكَ فِي بَطْنِ أُمِّهِ صحيح البخاري حديث رقم6595.

“Sesungguhnya Allah menugaskan satu malaikat dalam rahim seseorang. Malaikat itu berkata, ‘Ya Rabb, (sekarang baru) sperma. Ya Rabb, segumpal darah. Ya Rabb, segumpal daging.’ Maka apabila Allah berkehendak menetapkan ciptaan-Nya, malaikat itu bertanya, ‘Apakah laki-laki atau wanita, celaka atau bahagia, bagaimana dengan rezeki dan ajalnya?’ Maka ditetapkanlah ketentuan takdirnya selagi berada dalam perut ibunya.” (Shahih Al-Bukhari, hadits nomer 6595).

Dalam surah An-Nahl ayat 93 Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَكُمۡ أُمَّةٗ وَٰحِدَةٗ وَلَٰكِن يُضِلُّ مَن يَشَآءُ وَيَهۡدِي مَن يَشَآءُۚ وَلَتُسۡألُنَّ عَمَّا كُنتُمۡ تَعۡمَلُونَ 

“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.”

Ayat dan hadits yang disebutkan sebelumnya dan juga hadits-hadits lainnya menunjukkan bahwa amal baik dan amal buruk sudah ditentukan takdirnya sebelumnya. Saya juga tahu bahwa kita memiliki selalu punya pilihan, sebagaimana Allah berfirman dalam ayat-ayat pertama surah Al-Ankabut dan ayat-ayat lainnya, disertai dengan kebebasan dalam memilih perbuatan yang baik dan perbuatan buruk. Akann tetapi, banyak sekali ayat dan hadits yang menjelaskan bahwasanya setan bertanggungjawab untuk menyesatkan kita melalui tipudaya dan kemampuannya. Setan mengetahui kita dari luar dan dalam, tetapi kita tidak mengetahuinya secara mutlak.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama.

Mukallaf itu memiliki kemampuan dan kehendak serta pilihan. Baik dari kalangan manusia atau kalangan jin. Dengan kemampuan dan kehendak ini, ia dapat beriman dan juga dapat kafir. Melaksanakan ketaatan atau maksiat. Sebagaimana Alla Ta’ala berfirman,

وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا

الكهف/29

Dan katakanlah, ‘Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir.’ Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.” (QS. Al-Kahfi : 29).

Allah Ta’ala juga berfirman,

إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا (2) إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا

الإنسان/2، 3

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (QS. Al-Insan : 2-3).

Tatkala mukallaf memiliki kemampuan dan pilihan, maka ia diberikan pahala atas amal-amal perbuatannya. Apabila perbuatannya baik, baik pula balasannya. Jika perbuatannya buruk, buruk juga balasannya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidaklah menganiaya hamba-hamba-Nya.

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

الزلزلة/7، 8

“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Az-Zalzalah : 7-8).

Seandainya manusia itu terpaksa atas perbuatan-perbuatannya, maka disiksanya dia karena melakukan suatu perbuatan adalah bentuk kezaliman terhadap dirinya. Pastinya Allah Mahasuci atas hal ini.

Semua manusia merasakan pilihan seperti ini. Maka tidak ada seorang pun yang memaksanya untuk melaksanakan shalat atau mendatangi masjid. Seperti halnya tidak ada seorang pun yang memaksanya untuk melakukan yang haram atau mendatangi yang halal.

Kedua.

Apabila Allah Ta’ala adalah Sang Pencipta, maka tidaklah heran jika Allah mengetahui apa yang akan dilakukan oleh hamba-hamba-Nya dan bagaimana kesudahannya; bahagia ataukah sengsara. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengetahuinya dan menuliskannya di Lauh Mahfuzh di sisi-Nya, serta memeritahkan malaikat untuk menuliskan hal itu pada saat janin berada dalam rahim ibunya.

Akan tetapi pengetahuan yang azali ini dirahasiakan dari manusia. Ia tidak merasakannya dan tidak memaksanya untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu. Tidak ada hal apapun bagi hamba kecuali melakukan perbuatan dan dia akan diberi balasan atas perbuatannya. Seperti seorang murid yang diberikan buku untuk dipelajarinya dan diujikan. Jika ia bersungguh-sungguh, maka ia lulus. Apabila ia mengabaikan, ia akan gagal. Jika gurunya mengetahui nilai yang akan diraihnya, itu karena ia mengetahui si murid dan juga mengetahui betul akan keadaannya.

Ini hanyalah contoh untuk mendekatkan permasalahan pada pemahaman. Allah memiliki contoh yang ideal. Allah adalah Pencipta manusia. Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati. Keadaan Allah dibanding dengan hamba yang diciptakan-Nya lebih dari itu dan lebih agung.

أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ

الملك/14 .

“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (QS. Al-Mulk : 14).

Ketiga.

Allah Azza wa Jalla menyesatkan siapa saja yang dikehendaki-Nya dan memberikan petunjuk kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

فَيُضِلُّ اللَّهُ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

إبراهيم/4

“Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ibrahim : 4).

وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ يُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَلَتُسْأَلُنَّ عَمَّا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

النحل/93

“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. An-Nahl : 93).

مَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِي وَمَنْ يُضْلِلْ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

الأعراف/178.

“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka merekalah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-A’raf : 178).

Hidayah (petunjuk) Allah ada dua macam, umum dan khusus. Hidayah umum adalah memberikan petunjuk, arahan dan penjelasan pada kebenaran, sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَأَمَّا ثَمُودُ فَهَدَيْنَاهُمْ فَاسْتَحَبُّوا الْعَمَى عَلَى الْهُدَى فَأَخَذَتْهُمْ صَاعِقَةُ الْعَذَابِ الْهُونِ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

فصلت/17.

Dan adapun kaum Tsamud, maka mereka telah Kami beri petunjuk tetapi mereka lebih menyukai buta (kesesatan) daripada petunjuk, maka mereka disambar petir azab yang menghinakan disebabkan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Fushilat : 17).

Artinya, Kami jelaskan kepada mereka jalan kebenaran. Allah Azza wa Jalla juga berfirman,

إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا

الإنسان/3.

“Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir.” (QS. Al-Insan : 3).

Sementara hidayah khusus adalah hidayah kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, yaitu hidayah berupa taufik, pertolongan dan panduan. Ayat yang menyinggung masalah itu adalah firman Allah Ta’ala,

أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ قُلْ لا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْراً إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرَى لِلْعَالَمِينَ

الأنعام/90

“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah, ‘Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Qur’an).’ Al-Qur’an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh umat.” (QS. Al-An’am : 90).

Firman Allah,

وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحاً مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلا الْأِيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُوراً نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

الشورى/52

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur’an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur’an) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Qur’an itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (QS. As-Syura : 52).

Firman Allah,

وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

العنكبوت/69

Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut : 69).

Dan juga firman Allah,

وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

الحجرات/7، 8.

“…tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Hujurat : 7-8).

Sedangkan Idhlal (penyesatan) adalah meninggalkan hamba dan urusannya dan tidak memberikan sebab-sebab pertolongan dan taufik kepadanya.

At-Thahawi Rahimahullah mengatakan dalam kitab akidahnya yang terkenal, “Allah memberikan petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, menjaga dan memberikan ampunan sebagai bentuk kemurahan-Nya, dan menyesatkan orang yang dikehendaki-Nya, menelantarkan dan memberikan musibah sebagai bentuk keadilan-Nya. Semua berputar di sekitar kehendak-Nya antara kemurahan dan keadilan-Nya.”

Taufik menurut Ahlussunah wal Jamaah adalah pemberian pertolongan dan panduan serta kemudahan urusan dari Allah kepada hamba-Nya. Sedangkan Al-Khidzlan adalah Allah meninggalkan hamba-Nya dan urusannya tanpa diberikan panduan dan pertolongan.

Maka tidak dikatakan, “Mengapa aku memberikan ini, dan dia tidak memberikan ini!?

Taufik adalah anugerah, sedangkan Khidzlan adalah keadilan. Allah Subhanahu wa Ta’ala .  Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai. Bukan hanya karena kekuasaan pemaksaan-Nya, akana tetapi karena kesempurnaan pengetahuan, kekuasaan, kasih sayang, dan hikmah-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah hakim yang paling adil, Maha Penyayang dari semua yang penyayang. Allah lebih sayang kepada hamba-Nya daripada seorang ibu yang menyayangi anaknya. Allah memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan.” (Fatawa Syaikhul Islam, 8/79).

Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih mengetahui siapa yang berhak mendapatkan kemurahannya  dan siapa yang tidak berhak. Sebagaimana firman-Nya,

وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

القصص/56

“… tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS. Al-Qashash : 56).

وَكَذَلِكَ فَتَنَّا بَعْضَهُمْ بِبَعْضٍ لِيَقُولُوا أَهَؤُلَاءِ مَنَّ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَيْنِنَا أَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِالشَّاكِرِينَ

الأنعام/53.

“Dan demikianlah telah Kami uji sebahagian mereka (orang-orang kaya) dengan sebahagian mereka (orang-orang miskin), supaya (orang-orang yang kaya itu) berkata, ‘Orang-orang semacam inikah di antara kita yang diberi anugerah Allah kepada mereka?’ (Allah berfirman), ‘Tidakkah Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang bersyukur (kepada-Nya)?" (QS. Al-An’am : 53).

Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah menjelaskan masalah yang penting ini, “Apabila urusannya kembali kepada kehendak Allah Tabaraka wa Ta’ala, dan semua urusan berada di tangan-Nya, lalu bagaimanakah jalan yang ditempuh oleh manusia. Apakah upaya manusia, jika Allah Ta’ala sudah mentakdirkannya tersesat atau mendapat petunjuk?

Maka kami katakan bahwa jawaban tentang hal itu adalah Allah Tabaraka wa Ta’ala tak lain hanya memberikan petunjuk kepada manusia yang layak mendapatkan petunjuk, dan menyesatkan manusia yang berhak mendapatkan kesesatan. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,

فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ

الصف/5

“Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka.” (QS. As-Shaf : 5).

فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا حَظّاً مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ

المائدة/13

“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya.” (QS. Al-Maidah : 13).

Allah Tabaraka wa Ta’ala menjelaskan bahwasanya penyebab Dia menyesatkan orang-orang yang tersesat tak lain disebabkan oleh hamba itu sendiri. Hamba tidak mengerti apa yang ditakdirkan kepadanya. Manusia tidak mengetahui takdir, kecuali setelah apa yang ditakdirkan itu terjadi. Dia tidak mengetahui apakah takdir Allah untuk dirinya dia termasuk orang yang tersesat atau orang yang mendapat petunjuk.

Lalu bagaimana orang yang berjalan di jalur kesesatan, kemudian ia berargumen bahwa Allah telah menghendaki hal itu!

Tidakkah dia meniti jalan petunjuk, kemudian mengatakan, “Sesungguhnya Allah Ta’ala teleh memberiku petunjuk pada jalan yang lurus.” (Risalah fil Qadha’ wal Qadar, hal. 14). Untuk melihat perkataan beliau secara lengkap, lihat jawaban dari pertanyaan no. 220690 .

Kesimpulannya adalah :

1.        Mukallaf memiliki kebebasan dan pilihan. Ia dapat melaksanakan ketaatan atau kemaksiatan dengan pilihannya sendiri. Dia akan diberikan balasan atas perbuatan itu.

2.        Allah mengetahui tempat kembali hamba-Nya. Dia telah menuliskan hal itu di sisi-Nya.

3.        Allah akan memandu hamba-Nya yang beriman dan menolongnya. Dia lebih mengetahui siapa yang berhak mendapatkan panduan dan pertolongan-Nya.

4.        Allah akan menelantarkan siapa yang dikehendaki-Nya, dan tidak memberikan panduan dan pertolongan padanya. Panduan Allah adalah anugerah, sedangkan penelantaran-Nya adalah keadilan.

5.        Hamba yang mendapatkan taufik adalah orang yang memohon panduan dan pertolongan kepada Allah, karena tidak ada yang tidak membutuhkan anugerah Allah. Oleh karena itu, Allah berfirman dalam surah Al-Fatihah,

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ

الفاتحة/5

“Hanya kepada-Mu lah kami menyembah, dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan.” (QS. Al-Fatihah : 5).

Poros agama terpusat pada dua perkara, yaitu ibadah dan permohonan pertolongan.

6.        Hamba yang beriman mengakui anugerah Allah Ta’ala, mengetahui nikmat-Nya pada dirinya, menisbatkan setiap kebaikan dan taufik kepada Allah, sebagaimana Allah menyebutkan tentang penghuni surga bahwa mereka mengatakan,

وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

الأعراف/43

“Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran.’ Dan diserukan kepada mereka, ‘ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.’” (QS. Al-A’raf : 43).

Renungkanlah, bagaimana ayat Al-Qur’an yang mulia ini menghimpun antara kemurahan Allah serta petunjuk-Nya dan keadaan surga yang diwariskan dengan amal perbuatan.

Tinggalkanlah was-was. Sibukkanlah diri Anda dengan sesuatu yang bermanfaat. Sesungguhnya dunia ini adalah negeri untuk beramal dan menanam. Esok adalah negeri untuk menerima balasan dan memanen. Sesungguhnya penghuni surga akan meratapi saat-saat mereka tidak mengingat Allah di dunia. Bersungguh-sungguhlah dalam meraih keutamaan Allah, menunaikan kewajiban, berlomba-lomba dalam meraih derajat yang tinggi, mintalah kepada Allah agar Dia menerima amal perbuatan, memberikan taufik dan pertolongan-Nya.

Adapun setan, ia senantiasa berusaha untuk menyesatkan manusia. Setan tidak akan memiliki jalan untuk menggoda hamba-hamba Allah yang ikhlas, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ (98) إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (99) إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ

النحل/98- 100

“Apabila kamu membaca Al-Qur’an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan  yang terkutuk. Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.” (QS. An-Nahl : 98-100).

Pada hari Kiamat setan berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan menjelaskan kepada mereka bahwa ia tidak memiliki kekuasaan terhadap mereka. Namun, ia hanya menyeru mereka, kemudian mereka meresponnya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَالَ الشَّيْطَانُ لَمَّا قُضِيَ الْأَمْرُ إِنَّ اللَّهَ وَعَدَكُمْ وَعْدَ الْحَقِّ وَوَعَدْتُكُمْ فَأَخْلَفْتُكُمْ وَمَا كَانَ لِيَ عَلَيْكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ إِلَّا أَنْ دَعَوْتُكُمْ فَاسْتَجَبْتُمْ لِي فَلَا تَلُومُونِي وَلُومُوا أَنْفُسَكُمْ مَا أَنَا بِمُصْرِخِكُمْ وَمَا أَنْتُمْ بِمُصْرِخِيَّ إِنِّي كَفَرْتُ بِمَا أَشْرَكْتُمُونِ مِنْ قَبْلُ إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

إبراهيم/22

“Dan berkatalah setan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan, ‘Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak ada kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu.’ Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih.” (QS. Ibrahim: 22).

Kami memohon taufik dan panduan serta bimbingan kepada Allah untuk kita dan Anda.

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam