Kamis 9 Syawal 1445 - 18 April 2024
Indonesian

Hukumnya Menjamak Antara Maghrib & Isya’ dan Shalat Tarawih di Negara Yang Terbenamnya Mega Mereka Terlambat

Pertanyaan

Di kota kami di Jerman, masyarakat melakukan shalat isya’ dan shalat tarawih setelah 1 jam seperempat dari adzan maghrib. Hal ini karena mengikuti fatwa yang membolehkan untuk menjamak dua shalat karena ada udzur atau ada kesulitan, akan tetapi mereka memanjangkan shalat tarawih sampai masuk waktu isya’, bisa jadi ada orang yang mampu shalat isya’ pada waktunya juga ikut shalat mereka, sebagian mereka ada yang makan sahur, yaitu; mampu melaksanakan shalat isya’ pada waktunya, mereka mengikuti kalender Turki pada bulan Ramadhan, yaitu; 13 derajat pada shalat subuh, dan di antara dua waktu tersebut selama hampir 1 jam atau lebih, mereka mendahulukan shalat isya’ dan mengakhirkan sahur, maka apakah shalat dan puasa mereka tetap sah ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Wajib hukumnya untuk melaksanakan shalat isya’ pada waktunya, meskipun mega merah terlambat terbenamnya, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya dengan rinci pada jawaban soal nomor: 135415

Kedua:

Bagi siapa saja yang berat untuk menunggu waktu isya’; karena kesulitan untuk tidur setelahnya dan ia juga harus bekerja dan sekolah, maka shalat maghrib dan isya’ boleh dijamak taqdim berdasarkan riwayat Muslim (705) di dalam kitab Shahihnya dari Ibnu Abbas berkata:

" جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ فِي غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ . فقيل لِابْنِ عَبَّاسٍ لِمَ فَعَلَ ذَلِكَ ؟ قَالَ كَيْ لَا يُحْرِجَ أُمَّتَهُ ".

“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menjamak antara shalat zhuhur, ashar, maghrib dan isya’ di Madinah tidak dalam katakutan dan turun hujan”. Lalu dikatakan kepada Ibnu Abbas: “Kenapa beliau melakukan hal itu ?”, beliau menjawab: “Agar tidak menyulitkan umatnya”.

Adapun bagi orang yang tidak memberatkan untuk menunggu waktu isya’ maka tidak boleh menjamaknya.

Majma’ Fikih Islami telah mengambil pendapat ini, telah metetapkan bahwa menjamak shalat tersebut tidak berlaku umum akan tetapi hanya bagi mereka yang mempunyai udzur saja.

Disebutkan di dalam keputusannya:

“Adapun jika telah nampak tanda-tanda masuknya waktu shalat, namun mega merah terlambat untuk terbenam yang kebanyakan menjadi tanda masuknya waktu shalat isya’, maka Majma’ berpendapat wajib hukumnya untuk melaksanakan shalat isya’ pada waktunya yang telah ditentukan oleh syari’at, akan tetapi bagi orang yang merasa berat untuk menunggu dan melaksanakan shalat isya’ pada waktunya, seperti para pelajar, para pegawai, para pekerja, maka boleh dijamak, dalam rangka mengamalkan nash-nash yang menyatakan untuk mengangkat kesulitan dari umat ini, di antaranya apa yang diriwayatkan di dalam Shahih Muslim dan yang lainnya dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- berkata:

 جمع رسول الله صلى الله عليه وسلم بين الظهر والعصر ، والمغرب والعشاء بالمدينة ، من غير خوف ولا مطر) ، فسئل ابن عباس عن ذلك فقال :  أراد ألا يُحرج أمته 

“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menjamak antara shalat zhuhur, ashar, maghrib dan isya’ di Madinah tidak dalam katakutan dan turun hujan”. Lalu Ibnu Abbas ditanya apa sebabnya, beliau menjawab: “Beliau ingin agar tidak menyulitkan umatnya”.

Dengan syarat bahwa jamak tersebut tidak berlaku umum untuk semua orang di negara tersebut pada musim itu; karena kalau demikian maka merubah rukhshah (keringanan) menjamak menuju ‘aziimah (berlaku normal).

Adapun rambu-rambu kesulitan (keberatan)nya dikembalikan kepada ‘urf (kebiasaan masyarakat di sana), maka bisa berbeda antara satu dengan yang lainnya, berbeda tempat dan kondisi”. (Muktamar ke-19 yang diadakan di kantor Rabithah ‘Alam Islami, di Makkah Al Mukarramah, dari tanggal 22-27 Syawal 1428 H. sama  dengan 3-8 November 2007 M. Keputusan yang kedua)

Ketiga:

Jika shalat maghrib dan isya’ di jamak taqdim pada bulan Ramadhan, maka shalat tarawih juga dilaksanakan pada waktu tersebut; karena jamak tersebut telah menggabungkan dua waktu menjadi satu.

Disebutkan di dalam syarah “Muntahal al Iradaat” (1/238):

“Waktu witir itu antara shalat isya’ dan terbitnya fajar meskipun isya’ dijamak taqdim dengan maghrib pada waktu maghrib; berdasarkan hadits Mu’adz: “Saya telah mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

زادني ربي صلاة، وهي الوتر، ووقتها: ما بين العشاء وطلوع الفجر

رواه أحمد 

“Rabb-ku telah menambah shalat kepadaku, yaitu; shalat witir dan waktunya antara shalat isya’ dan terbitnya fajar”. (HR. Ahmad)

Syeikh Abdurrahman Al Barrak –hafidzahullah- pernah ditanya tentang mereka yang shalat isya’ dan shalat tarawih sebelum masuk waktu isya’ karena disebabkan terlambatnya waktu shalat isya’, maka beliau menjawab:

“Mereka tidak boleh melaksanakan shalat tarawih sebelum shalat isya’ dan sebelum masuk waktunya.

Akan tetapi mengingat karena terlambatkan waktu shalat isya’ bagi mereka, maka dibolehkan bagi mereka untuk menjamak shalat maghrib dan isya’ dengan jamak taqdim kemudian baru mereka melaksanakan shalat tarawih setelahnya”. Diambil dari jawaban soal nomor: 220828

Kesimpulan:

Bahwa menjamak dibolehkan untuk menghilangkan kesulitan bagi mereka yang mempunyai udzur, adapun bagi mereka yang tidak merasa berat maka tidak boleh menjamaknya.

Keempat:

Tidak masalah mengikuti kalender Turki untuk shalat subuh, dan untuk lebih hati-hati hendaknya tetap menahan (dalam kondisi berpuasa) selama matahari masih setinggi 15 derajat di bawah ufuk.

Adapun shalat maka tidak masalah untuk diakhirkan sampai matahari mencapai 13 derajat di bawah ufuk atau sampai setelahnya, sebagaimana di dalam kalender yang lain untuk terwujudnya masuk waktu.

Wallahu A’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam