Jum'ah 19 Ramadhan 1445 - 29 Maret 2024
Indonesian

Bepergian ke Suatu Tempat Selama 8 Hari, Untuk Menghadiri Pelatihan Yang Membutuhkan Keseriusan, Maka Apakah Boleh Tidak Berpuasa ?

Pertanyaan

Saya tinggal di Jeddah dan sedang musafir ke London selama 8 hari, tujuan safar saya untuk mengikuti pelatihan untuk melewati ujian negara, waktu pelaksanaan daurah akan dimulai 4 jam sebelum berbuka dan terus berlangsung sampai adzan Maghrib, pelatihan tersebut membutuhkan konsentrasi dan latihan sesuai dengan yang dicanangkan, apakah saya boleh membatalkan puasa ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Anda boleh tidak puasa selama dalam perjalanan pulang dan pergi, jika anda sudah melewati batas daerah anda.

Jika anda berangkat dari Jeddah pada waku Zhuhur misalnya, maka anda wajib berniat untuk puasa sejak dari malam hari dan tetap menahan pada pagi harinya sampai anda melewati batas daerah anda, setelah itu baru anda boleh membatalkan puasa anda.

Demikian juga pada saat anda dalam perjalanan pulang, kalau anda berangkat pada siang hari, jangan batalkan puasa anda sampai anda keluar dari batas daerah tersebut.

Dibolehkannya membatalkan puasa bagi yang bepergian pada siang hari, ini merupakan madzhab Imam Ahmad, pernyataan As Sya’bi, Ishak, Daud, dan inilah pendapat yang lebih kuat.

Jumhur ulama berpendapat bahwa bagi siapa saja yang bepergian pada siang hari maka tidak boleh membatalkan puasanya pada hari tersebut.

Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata pada saat menjelaskan dalil dari pendapat yang kuat di atas:

“Ketika Ubaid bin Jubair telah meriwayatkan ia berkata: “Saya pernah bepergian bersama Abu Bashrah Al Ghifari di kapal laut dari Fusthath pada bulan Ramadhan, seraya ia menyuguhkan dan mendekatkan makan siang kepada saya, masih belum lama melewati pemukiman ia sudah mengajak untuk menyantap bekal makanannya, kemudian ia berkata: “Mendekatlah ?”, saya jawab: “Tidakkah anda melihat pemukiman ini ?”, Abu Bashrah berkata: “Apakah anda tidak menyukai sunnah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- ?, lalu ia pun memakannya”. (HR. Abu Daud)

Kemudian ia berkata:

“Jika memang hal ini yang sebenarnya, maka tidak dibolehkan untuk membatalkan puasa sampai membelakangi pemukiman, maksudnya sampai melewatinya dan keluar dari batas dindingnya”.

Hasan berkata:

“Ia boleh membatalkan puasa di rumahnya, jika ia berkenan pada hari di mana ia akan keluar untuk safar. Telah diriwayatkan yang serupa dengan ini dari ‘Atha’. Ibnu Abdi Al Bar berkata: “Pendapat Hasan ini janggal”, tidak boleh membatalkan puasa dalam kondisi mukim, tidak menurut nalar maupun menurut yang ada riwayatnya. Dan telah diriwayatkan dari Hasan ternyata berbeda dengan hal itu”. (Al Mughni: 3/117)

Kedua:

Seorang musafir jika ia telah berniat untuk bermukim/tinggal pada suatu tempat yang melebihi 4 hari, maka ia dihukumi sebagai orang yang mukim, menurut pendapat jumhur ahli fikih dari kalangan Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah. Maka ia wajib melaksanakan seperti halnya seorang mukim, seperti; puasa dan menyempurnakan shalat”.

Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata:

“Ia berkata: “Jika seorang musafir telah berniat untuk bermukim/menetap di suatu tempat lebih banyak dari 21 shalat, maka hendaknya ia menyempurnakan”, pendapat yang dikenal dari Ahmad –rahimahullah- bahwa batas waktu yang diwajibkan bagi seorang musafir dengan niat bermukim untuk menyempurnakan (shalatnya) adalah yang lebih dari 21 shalat. Diriwayatkan oleh Al Atsram, Al Marwadzi dan yang lainnya. Dan dari beliau pula, jika seorang musafir telah berniat untuk menetap selama 4 hari maka menyempurnakan (shalatnya), dan jika berniat kurang dari itu tetap mengqasharnya. Ini merupakan pendapat Malik, Syafi’i dan Abu Tsaur”. (Al Mughni: 2/65)

Telah disebutkan di dalam Fatawa Lajnah Daimah (8/99):

“Safar yang disyari’atkan untuk mendapatkan rukhshah (keringanan) dalam perjalanan, yaitu safar yang oleh ‘urf (kebiasaan orang) dianggap safar, ukurannya kira-kira sejauh 80 KM perjalanan, barang siapa yang melakukan perjalanan dengan jarak tempuh tersebut atau lebih, maka ia boleh mengambil rukhshah safar seperti mengusap sepatu selama tiga hari tiga malam, jamak, qashar, tidak berpuasa. Musafir tersebut jika telah berniat untuk bermukim lebih dari empat hari, maka ia tidak mendapatkan rukhshah safar, dan jika telah berniat untuk bermukim selama 4 hari, maka 3 hari ke bawah ia masih boleh mendapatkan rukhshah safar. Seorang musafir yang bermukim di suatu tempat akan tetapi ia tidak tahu kapan urusannya selesai sementara ia juga tidak menentukan berapa lama tinggal di daerah tersebut, maka ia tetap mendapatkan rukhshah safar meskipun sampai waktu yang lama. Tidak ada bedanya antara safar di darat dan di laut”.

Atas dasar itulah maka, selama anda berniat untuk menetap di London selama 8 hari, maka anda tidak lagi boleh mengqashar, atau tidak berpuasa selama 8 hari tersebut.

Kesulitan yang anda sebutkan itu atau kebutuhan untuk fokus atau yang serupa dengan itu, tidak membolehkan anda tidak berpuasa.

Baca juga jawaban soal nomor: 132438 dan 141646

Wallahu A’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam