Kamis 18 Ramadhan 1445 - 28 Maret 2024
Indonesian

Hukum Prilaku Apoteker Terhadap Obat Asuransi Kesehatan Untuk Pasien, Padahal Menurut Persangkaan Kuat Melebihi Dari Kebutuhan Dan Sebagian Akan Dijualnya

Pertanyaan

Saya apoteker, saya bekerja di apotek yang menangani pemberian obat asuransi kesehatan untuk pesien. Ada pasien yang mengambil obat bulanan senilai 3000 atas tanggungan asuransi. Perlu diketahui bahwa dia tidak membutuhkan obat-obat ini. Kebanyakan dia menjual sebagiannya dengan separuh harga di apotik lain. apakah saya berdosa kalau saya memberikan kepadanya obat-obat ini? Perlu diketahui perusahaan asuransi tidak mempermasalahkan hal ini. Ada kemungkinan pasien ini dapat mengambil obat-obatan ini dari apotik lain ? apakah obat-obatan ini termasuk hak seorang pasien, dan dia diperbolehkan mempergunakannya baik dengan dijual sebagian atau diberikan kepada salah seorang kerabat yang membutuhkannya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Refrensi penentuan kebutuhan obat pasien dan kwantitasnya adalah ke dokter yang menanganinya bukan kepada apoteker. Dari sini, maka tidak mengapa apoteker memberikan obat asuransi kesehatan kepada pasien. Meskipun persangkaan kuat, obat itu melebihi dari kebutuhannya. Dosanya akan dibebankan kepada pasien dan dokter yang menuliskan obat untuknya. Kalau dia menuliskan sesuatu yang tidak dibutuhkan pasien karena ada unsur bohong dan memakan dana asuransi dengan batil.

Apoteker tidak diperkenankan memberikan kepada pasien selain apa yang dituliskannya. Seperti ingin mengganti sebagian obat dengan yang lainnya seperti alat pembersih dan kecantikan. Karena dia diberi amanat untuk memberikan (obat) sesuai dengan apa yang dituliskan dokter. Karena hal itu ada unsur bohong kepada perusahaan asuransi dengan menulis obat yang tidak diambil oleh pasien akan tetapi diambil oleh orang lain.

Kedua:

Pasien kalau mengambil obat-obatan yang ditulis dokter untuknya disertai dengan kebutuhannya. Maka dia telah memilikinya. Dan diperbolehkan baginya memberikan kepada orang lain. dengan syarat hal itu tidak menjadi sarana meminta tambahan melebihi dari kebutuhannya.

Sementara kalau yang diambilnya dengan cara menipu atau berbohong, maka ia termasuk dana haram tidak dapat memilikinya. Dia termasuk hukumnya (seperti) hukum yang digosob dan dicuri. Maka dia harus mengembalikan ke perusahaan asuransi atau menggantinya atau senilai harganya. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

Dari tangan yang diambilnya, sampai dia menunaikannya.” HR. Ahamd, (20098) dan Abu Dawud, (3561) Timizi, (1266) Ibnu Majah, (2400) Syuaib Abnautd dalam penelitian Musnad mengomentari Hasan Ligoirihi.

Wallahua’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam