Kamis 20 Jumadil Ula 1446 - 21 November 2024
Indonesian

Berinteraksi Bersama Al Qur’an Pada Saat Membacanya

Pertanyaan

Terkait dengan interaksi saat membaca Al Qur’an dengan doa pujian, khususnya dengan tasbih, tahmid dan tahlil, maka apakah dibolehkan bagi kita untuk mengeluarkan dari setiap ayat doa pujian meskipun tidak mengandung (Sucikanlah, bertasbih) seperti ayat:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ 

“Dia-lah Allah yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang paling baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun”. (QS. Al Mulk: 2)

Maka apakah boleh dikeluarkan dari ayat tersebut doa pujian, seperti; tasbih, dan mengucapkannya saat membaca sendirian atau di dalam shalat ?, dan apakah orang yang melakukan hal itu dengan mengeluarkan dari setiap ayat doa pujian sesuai dengan makna, apakah di anggap bid’ah ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Dari Hudzaifah bin Yaman –radhiyallahu ‘anhu- berkata: “

 صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلى الله عَليه وسَلم ذَاتَ لَيْلَةٍ فَافْتَتَحَ البَقَرَةَ، فَقَرَأَ حَتَّى انْتَهَى إِلَى المِئَةِ، فَقُلْتُ: يَرْكَعُ، ثُمَّ مَضَى حَتَّى بَلَغَ المِائَتَيْنِ، فَقُلْتُ: يَرْكَعُ، ثُمَّ قَرَأَ حَتَّى خَتَمَهَا، فَقُلْتُ: يَرْكَعُ، ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ، فَقَرَأَ، ثُمَّ رَكَعَ، فَكَانَ رُكُوعُهُ مِثْلَ قِيَامِهِ، وَقَالَ فِي رُكُوعِهِ: سُبْحَانَ رَبِّيَ العَظِيمِ، ثُمَّ سَجَدَ، وَكَانَ سُجُودُهُ مِثْلَ رُكُوعِهِ، فَقَالَ فِي سُجُودَهُ: سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى، وَكَانَ إِذَا مَرَّ بِآيَةِ رَحْمَةٍ سَأَلَ، وَإِذَا مَرَّ بِآيَةِ عَذَابٍ تَعَوَّذَ، وَإِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيهَا تَنْزِيهٌ لِلَّهِ سَبَّحَ

رواه " أحمد في المسند"(23261)، وابن خزيمة في"الصحيح "(586(

“Saya telah mendirikan shalat bersama Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pada suatu malam, seraya beliau memulainya dengan surat Al Baqarah, beliau membacanya sampai ayat ke 100, saya berkata: “beliau akan ruku’”, lalu beliau melanjutkan sampai ayat ke 200, saya katakan: “beliau akan ruku’”, ternyata beliau melanjutkan sampai selesai, saya berkata: “beliau akan ruku”, lalu beliau memulai membaca surat An Nisa’ seraya membacanya, lalu beliau ruku’, dan (panjang) ruku’nya sama seperti berdirinya, dan beliau membaca di dalam ruku’nya: “Maha Suci Tuhan-ku yang Maha Agung, lalu beliau sujud, dan (lama) sujudnya seperti (lama) ruku’nya. Dan beliau membaca di dalam sujudnya: “Maha Suci Rabb-ku yang Maha Tinggi, dan beliau saat melewati ayat rahmat beliau memohon, dan jika melewati ayat adzab beliau berlindung, dan jika melewati ayat yang mensucikan Allah, beliau bertasbih”. (HR. Ahmad di dalam Al Musnad: 23261 dan Ibnu Khuzaimah di dalam As Shohih: 586)

Inilah petunjuk Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- di dalam membaca Al Qur’an, dan berinteraksi dengan ayat-ayat, hal itu merupakan bentuk dari tadabbur (perenungan) dan memahami  maknanya, As Suyuthi berkata: “Dan disunnahkan membaca dengan perenungan dan pemahaman, dan itulah yang menjadi tujuan agung dan permintaan yang paling penting, dan dengannya banyak dada akan dilapangkan dan banyak hati akan tercerahkan.

Dan sifatnya; dengan menyibukkan hatinya untuk memikirkan maka dari apa yang diucapkannya, sehingga ia mengetahui makna setiap ayat, dan memikirkan perintah-perintah dan larangan-larangan dan meyakini bahwa hal itu bisa diterima, jika hal itu termasuk hal yang kurang pada masa lalu, perlu minta maaf dan mohon ampun, dan jika melewati ayat rahmat berbahagia dan memohon, atau dengan ayat adzab maka ia merasa takut dan berlindung, atau mensucikan atau berdoa dengan doa rendah hati dan permohonan”. (Al Itqan: 1/369)

Interaksi/respon umum dengan sebuah ayat tidak masalah, seperti seseorang merasakan makna sebuah ayat, dengan berucap: Maha suci Allah atau yang serupa dengan itu dari kalimat-kalimat yang menunjukkan adanya respon atau interaksi tersebut, yang sesuai dengan konteks dan kedudukannya.

Namun dengan syarat tidak perlu berlebihan, karena kita dilarang untuk berlebih-lebihan secara mutlak, lalu menyusahkan diri dalam ucapan, meskipun dengan tasbih, atau doa, setiap kali melewati sebuah ayat mendengarkan dan memperhatikan pembacanya menjadi melemah, jika ia mendengarkan bacaan orang lain, dan memutus aturan membaca jika dia seorang qari’ (pembaca).

Adapun di dalam shalat maka Syeikh bin Baaz berkata: “Yang paling utama adalah diam, jika seorang imam membaca di dalam shalat maghrib, isya’, subuh atau shalat jum’at, yang paling utama adalah diam, tidak perlu bertasbih saat (mendengar) tasbih dan tahlil. Tidak juga bersholawat saat menyebutkan Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-; karena Allah berfirman:

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا 

“Dan apabila dibacakan Al Qur’an , maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapatkan rahmat”. (QS. Al A’raf: 204)

Yang paling utama adalah diam, meskipun ia bersholawat kepada Nabi, atau berkata: subhanallah saat menyebut Nama-nama Allah maka tidak masalah, akan tetapi meninggalkan (hal itu) lebih utama; karena yang dihafal dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa jika ia membaca dalam suara keras, tidak lah beliau melewatii ayat rahmat, juga ayat ancaman, tidak juga saat membaca ayat Nama-nama dan sifat-sifat Allah, bahkan beliau melanjutkan. Maka yang paling utama bagi anda adalah menyimak dan tidak berhenti. Dan tidak mengatakan sesuatu saat melewati beberapa ayat dari seorang imam yang sedang membaca. Juga tidak dari anda membaca dalam shalat fardhu, adapun pada shalat sunnah, maka masalah ini  sangat luas, seperti tahajjud malam hari atau yang lainnya. Jika anda membaca dan berhenti saat melewati ayat rahmat, maka berdoa, dan saat melewati ayat ancaman maka berlindung, dan saat melewati nama-nama Allah, maka bertasbih, dan saat menyebutkan Nabi maka bersholawat kepada beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Demikian itu jika anda berada di belakang imam seperti saat shalat tarawih, atau saat shalat qiyam di dalam ramadhan, ia diam dan berdoa, maka anda juga berdoa, atau jika ia diam bersholawat, maka anda pun bershalawat, dan jika ia meneruskan (bacaannya) maka anda diam; karena anda diminta untuk diam”. Fatawa Nur ‘Ala Darb, syuwai’ir: 12/351)

Untuk tambahan faedah silahkan melihat jawaban soal nomor: 85481 dan 96028 .

Kesimpulan:

Jika sesuatu itu ada dalilnya dari hadits, seperti berdoa saat melewati ayat rahmat, dan berlindung saat melewati ayat siksa, bertasbih saat melewati ayat mensucikan (Allah dari sifat kurang), maka hal itu disyari’atkan tidak diragukan lagi, di luar shalat.

Adapun di dalam shalat, hal itu juga disyari’atkan secara umum, meskipun para ulama berbeda pendapat, apakah hanya berlaku untuk shalat sunnah; karena itulah yang dinukil dari hadits, atau juga dikiaskan kepada shalat fardhu, dan itulah yang pendapat yang dipilih oleh Syeikh bin Baaz dan para ulama lainnya, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya di website ini.

Adapun tambahan dari jalan tersebut dengan mengucapkan doa untuk setiap ayat, maka nampaknya hal itu tidak disyari’atkan, apalagi dalam kondisi di tengah shalat, karena mengandung unsur berlebihan, dan memutus aturan membaca Al Qur’an dan meninggalkan diam.

Wallahu A’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam