Jum'ah 22 Rabi'uts Tsani 1446 - 25 Oktober 2024
Indonesian

Mengapa Kaum Pria Tidak Diperintah Untuk Menutup Kepalanya Saat Shalat Seperti Halnya Kaum Wanita ?

307344

Tanggal Tayang : 19-10-2024

Penampilan-penampilan : 342

Pertanyaan

Mengapa Al-Qur’an menyatakan bahwa kaum wanita harus menutup kepala supaya shalatnya diterima oleh Allah, akan tetapi kaum pria tidak dituntut melakukan hal itu ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama.

Pada dasarnya kaum pria dan wanita sama di hadapan hukum Islam, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang kaum wanita, yaitu :

 إنما هن شقائق الرجال

أخرجه البزار في مسنده (6418)، وصححه الشيخ الالباني في “السلسلة الصحيحة  (2863)

“Sesungguhnya wanita adalah saudara kandung laki-laki.” (HR. Al-Bazzar dalam Musnadnya, no. 6418 dan dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Silsilah As-Shahihah, no. 2863).

Ibnu Al-Arabi berkata dalam Al-Masalik (2/423), “Telah diriwayatkan Anan nisa’ syaqa’iqur rijal, maknanya adalah penciptaan mereka itu satu. Hukum syariat terhadap mereka juga sama.”

Masalah ini merupakan ijma’ para ulama. Ar-Rajihi mengatakan dalam Raf’u An-Niqab ‘An Tanqihi As-Syihab (3/217), “Telah terjadi ijma’ bahwasanya kaum wanita dan kaum pria sama dalam hal pembebanan syariat, kecuali ada dalil yang menunjukkan hal yang berbeda.”

Kedua.

Di antara hukum yang berbeda antara kaum wanita dan kaum pria adalah menutup kepala dalam shalat. Syarat sah shalat adalah menutup aurat dengan sesuatu yang tidak menggambarkan kulit, berdasarkan firman Allah Ta’ala :

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ

الأعراف/31.

“Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang indah pada setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al-A’raf : 31).

Dan juga sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :

 لا يقبل الله صلاة حائض إلا بخمار

رواه أبو داود (627)، والترمذي (375)، وابن ماجه (655)، وصححه الألباني في “الإرواء” (196).

“Allah tidak menerima shalat wanita yang telah haid, kecuali dengan mengenakan kerudung.” (HR. Abu Daud, no. 627, At-Tirmidzi, no. 375, Ibnu Majah, no. 655, dan dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Al-Irwa’, 196).

Tidak ada perbedaan di antara ulama tentang wajibnya kaum wanita menutup kepala di luar maupun di dalam shalat.

Ibnu Al-Qathan Al-Fasi dalam kitabnya, Al-Iqna’ fi Masa’il Al-Ijma’, “Wanita wajib menutup seluruh badannya kecuali wajahnya. Jika ia melakukan hal itu , maka sempurnalah shalatnya berdasarkan kesepakatan ulama.

Mereka (para ulama) juga ijma’ bahwa wanita merdeka yang sudah baligh wajib menutup kepalanya jika ia shalat. Mereka juga ijma’ jika wanita shalat sedangkan semua kepalanya terbuka, maka dia harus mengulangi shalatnya.” (1/121-122).

Ketiga.

Pada hakikatnya, perbedaannya bukanlah antara hukum wanita dan hukum pria dalam shalat, akan tetapi pada shalat dan menutup aurat yang merupakan kepanjangan dari perbedaan yang ditentukan Allah terkait dengan pakaian wanita dan pria. Secara umum, di dalam shalat dan di luar shalat pria tidak wajib menutup kepala. Sedangkan secara umum dalam shalat dan di luar shalat wanita tidak boleh membuka kepalanya, kecuali di depan mahramnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala memilih pakaian Muslim dan Muslimah dalam shalat dalam bentuk perhiasan dan kemuliaan yang paling sempurna yang dicintai-Nya pada diri hamba dan umat-Nya.

Pilihan pakaian untuk shalat ini menunjukkan bahwa hijab seorang wanita merupakan sesuatu yang dicintai oleh Allah, sehingga ia menyendiri di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak dilihat oleh orang lain. Hijab bukanlah hukum yang terkait dengan pandangan lelaki saja, akan tetapi pakaian yang dicintai oleh Allah, hingga Allah memilihnya agar supaya wanita menghadap-Nya dalam keadaan mengenakan hijab tersebut.

Pembedaan antara dua jenis pakaian, yang mana wanita menutup kepalanya sedangkan pria tidak wajib menutup kepalanya juga merupakan kepanjangan dari perbedaan karakter antara pria dan wanita. Gambaran menutup pada pria berbeda dengan gambaran menutup pada wanita karena ada perbedaan karakter penciptaan antara pria dan wanita. Wanita ditumbuhkan atas dasar perhiasan. Ia memiliki penciptaan yang berbeda dengan penciptaan pria dalam hal perhiasan dan daya tarik.

Maka syariat membedakan antara pria dan wanita dalam hal pakaian, keluar dengan wewangian, dan syarat mahram ketika perjalanan. Semua perbedaan itu timbul dari perbedaan penciptaan. Syariat sangat menjaga wanita dengan penjagaan yang sesuai dengan keterikatan pandangan mata terhadap diri si wanita dan bahaya yang ditimbulkan dari keterikatan pandangan mata tersebut terhadap dirinya. Ditambah lagi bahwa hijab itu sendiri adalah sesuatu yang dicintai oleh Allah yang telah kami sebutkan, karena di dalamnya terdapat rasa malu dan martabat yang memang harus disandang oleh wanita Muslimah di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini tidak disyaratkan pada lelaki karena perbedaan karakter dan penciptaannya.

Pembedaan hukum, perintah dan larangan terbangun atas perbedaan karakter dan penciptaan. Ia termasuk yang dikuatkan oleh akal sehat dan yang sudah dilakukan oleh banyak manusia pada dunia dan kehidupan sosial mereka. Sementara agama yang benar (Islam) ini menetapkannya dan mengamalkannya.

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam