Alhamdulillah.
Pertama:
Apa itu bulan Haram?
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
التوبة : 36
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” QS. At-Taubah: 36
Bulan-bulan haram adalah Rajab Mudhor, tiga bulan berurutan DzulQoidah, Dzulhijjah dan Muharrom. Hal itu telah banyak ahbar (hadits) dari Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam. Silahkan melihat tafsir At-Tobari, (11/440).
Diriwayatkan oleh Bukhori, (4662) dan Muslim, (1679) dari Abu Bakrah radhiallanhu’anhu dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاثٌ مُتَوَالِيَاتٌ : ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
“Setahun ada 12 bulan, diantaranya ada 4 bulan Haram, tiga bulan berurutan DzulQoidah, DzulHijjah dan Muharom. Dan Rajab Mudhor antara Jumadil (Tsani) dan Sya’ban.
Al-Wahidi dalam kitab ‘Al-Basith’ (10/409) mengatakan, “Arti dari haram adalah sangat agung (balasan) orang yang melakukan perbuatan haram di dalamnya. Lebih keras dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Dimana dahulu orang Arab sangat mengagungkannya. Sampai kalau ada seseorang bertemu dengan pembunuh ayahnya dia tidak berkeinginan (untuk membalasnya).
Para pakar makna mengatakan, “Menjadikan sebagian bulan lebih agung kehormatannya dibanding dengan bulan lainnya itu ada beberapa faedah, kemaslahatan menahan dari melakukan kedholiman di dalamnya, karena agungnya posisi di sisi penciptanya, hal itu bisa jadi meninggalkan kedholiman secara langsung, karena telah hilang balas dendam pada waktu itu. Selesai
Kedua:
Hikmah bulan-bulan Haram berbeda dengan bulan-bulan lainnya
Sementara yang membedakan bulan-bulan (haram) ini dari bulan lainnya, adalah perkara yang Allah belum memberitahukan kepada kita, yaitu seperti perkara lainnya yang Allah perintahkan kepada kita. Maka kita harus melakukan sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah kepada kita. Meskipun kita belum mengetahui hikmah di balik perintah tersebut. Kita harus mengetahui bahwa Allah subhanahu wata’ala Maha Bijaksana dengan apa yang diperintahkan dan yang dilarangnya. Hal itu tidak menghalangi kita untuk mencari dari sisi hikmahnya.
Hikmah bulan Rajab disendirikan dari bulan-bulan haram lainnya.
Sebagian para ulama’ menyebutkan bahwa hikmah bulan Rajab disendirikan dari bulan-bulan haram lainnya adalah agar orang arab ada kesempatan untuk menunaikan umroh di pertengahan tahun, sementara bulan-bulan yang berurutan untuk melaksanakan haji.
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Firman Allah Ta’ala, “Diantaranya ada empat bulan haram” hal ini dahulu zaman jahiliyah orang Arab mengharamkannya yaitu apa yang dilakukan oleh mayoritas dikalangan mereka. Kecuali sekelompok diantara mereka dikatakan kepada mereka,”Al-Basal” dahulu mereka berihrom dalam setahun delapan bulan, karena terlalu berlebih-lebihan dan radikal.
Sementara ungkapan “Tiga berutan DzuQoidah, Dzuhijjah dan Muharrom serta Rajab Mudhor yaitu antara Jumadil tsani dan Sya’ban. Disandarkan kepada Mudhor, untuk menjelaskan kebenaran perkataan mereka bahwa Rajab itu adalah bulan antara jumadil tsani dan Sya’ban. Bukan seperti apa yang disangka oleh Robi’ah bahwa Rajab Muharrom adalah bulan antara Sya’ban dan Syawwal. Yaitu kalau sekarang adalah bulan Ramadhan. Maka Nabi sallallahu’alaihi wa sallam menjelaskan bahwa Rajab Mudhor bukan Rajab Rabi’ah.
Sesungguhnya bulan haram itu ada empat bulan, tiga bulan sekaligus dan satu yang menyendiri. Dalam rangka untuk menunaikan ibadah manasik haji dan umroh. Sehingga diharamkan sebulan sebelum ibadah haji yaitu Dzulqoidah karena mereka berhenti dari melakukan peperangan. Dan diharamkan bulan Dzulhijjah, karena mereka bertepatan menunaikan ibadah haji di dalamnya. Sehingga mereka sibuk dalam rangka menunaikan manasik haji. Dan diharamkan setelahnya bulan lainnya. Yaitu Muharrom, agar ada kesempatan mereka kembali ke negaranya dalam kondisi aman.
Diharamkan bulan Rajab di pertengahan tahun, dalam rangka mengunjungi Baitullah dan melakukan umroh di dalamnya. Bagi orang yang datang dari pelosok jaziratul Arab, sehingga mereka mengunjunginya kemudian kembali ke daerahnya dalam kondisi aman.
Firman Allh ta’ala “Itu adalah agama Allah yang lurus”,maksudnya ini adalah syareat yang lurus, dengan menunaikan perintah Allah yang menjadikan bulan-bulan haram. Dan mengikutinya dari kitab Allah yang pertama.
Allah ta’ala berfirman ”Maka janganlah kamu semua melakukan kedholiman pada diri kamu sendiri.”Maksudnya pada bulan-bulan haram ini. Karena itu lebih ditekankan dan lebih besar dosnya dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Karena (hal-hal tesebut), sebagaimana kemaksiatan di tanah haram akan diipat gandakan (dosa).” Selesai dari ‘Tafsir’, (4/148).
Ar-Rozy dalam tafsirnya, (16/41) mengatakan,”Kalau dikatakan, bagian-bagian waktu itu hekekatnya mirip semuanya, apa sebabnya adanya perbedaan ini?
Kita katakan, “Pengertian semacam ini dalam syareat tidak jauh, karena contoh-contohnya banyak. Tidakkah anda melihat Allah ta’ala membedakan tanah haram dibandingkan dengan negara-negara lainnya dengan ada tambahan kehormatannya. Membedakan hari jum’ah dengan hari-hari seminggu lainnya dengan tambahan kehormatannya. Begitu juga dibedakan hari Arofah dengan semua hari-hari lainnya dengan ibadah khusus, membedakan bulan Ramadhan dari bulan-bulan lainnya dengan tambahan kehormatannya yaitu kewajiban berpuasa. Membedakan sebagian waktu-waktu tertentu dengan kewajiban menunaikan shalat di dalamnya. Serta membedakan malam-malam dibandingkan dengan malam-malam lainnya yaitu adanya lailatul qadar (malam qadar), membedakan sebagian orang dibandingkan dengan seluruh manusia yang ada dengan diberikan risalah. Kalau contoh-contoh ini nampak dan dikenal, maka apakah ada yang merasa jauh dengan mengkhususkan sebagian bulan dengan tambahan kehormatannya.
Kemudian kita katakan, “Tidak jauh kalau Allah mengetahu bahwa adanya ketaatan di waktu-waktu ini lebih banyak dampaknya dalam mensucikan jiwa, dan adanya kemaksiatan yang terjadi termasuk mempunyai dampaak kuat dalam mengotori jiwa. Hal ini tidak merasa jauh bagi para pakar hikmah (ahli bijak). Tidakkah anda melihat ada orang yang menulis kitab khusus terkait waktu-waktu yang diharapkan lebih cepat dikabulkan doa-doanya, mereka menyebutkan bahwa waktu-waktu tertentu itu adanya sebab-sebab yang mengharuskan hal itu.
Di dalamnya ada faedah lainnya yaitu, bahwa tabiat (manusia) itu cenderung pada kedholiman dan merusak. Sementara menahan dari keburukan-keburukan ini secara umum berat bagi mereka, maka Allah subhanahu wata’ala mengkhususkan sebagian waktu-waktu dengan ada tambahan pengagungan dan penghormatan. Mengkhusukan sebagian tempat dengan tambahan pengagungan dan penghormatan. Bahkan ada orang terkadang menahan diri pada waktu-waktu, dan tempat-tempat itu dari melakukan kejelekan serta kemungkaran. Hal itu mengharuskan adanya keutamaan dan beberapa manfaat diantarnya
Pertama: bahwa diharapkan meninggalkan kejelekan di waktu-waktu itu karena sedikitnya kejelekan yang ada.
Kedua: meninggalkan (kejelekan) diwaktu-waktu tersebut, bisa jadi menjadi sebab tabiatnya berpaling darinya secara umum.
Ketiga: bahwa seseorang ketika melakukan ketaatan di waktu-waktu itu dan meninggalkan kemaksiatan di dalamnya, setelah berlalu waktu tersebut, kalau memulai melakukan kejelekan dan kemaksiatan. Waktu memulainya lagi hilangnya kesulitan dan beratnya dalam melakukan ketaatan lagi di waktu-waktu itu. Yang nampak dari orang yang berakal dia tidak redo akan hal itu. Sehingga hal itu menjadikan sebab menjauhi kemaksiatan secara menyeluruh.
Ini adalah hikmah pengkhususan sebagian waktu atas sebagian waktu lainnya dan sebagian tempat lainnya dengan ada tambahan pengagungan serta penghormatan. Selesai
Sebagian ulama’ menyebutkan bahwa termasuk urusan kauniyah yang tidak perlu ditanyakan sisi hikmahnya meskipun disana ada faedah-faedahnya.
At-Thahir berkata,
"Ketahuilah, keutamaan yang terdapat pada sejumlah waktu dan tempat, mirip seperti keutamaan yang terdapat pada sejumlah orang. Keutamaan yang ada pada sejumlah orang bersumber dari apa yang keluar darinya berupa amal saleh atau akhlak mulia. Sedangkan keutamaan selain manusia yang tidak memiliki kehendak bersumber dari berbagai keutamaan yang terdapat padanya atau yang dibandingkan dengannya.
Maka keutamaan waktu dan tempat-tempat, Allah jadikan lewat kabar dari-Nya, atau dengan menengok apa yang menjadi keinginan-Nya. Karena Allah ketika memulyakannya, menjadikannya tempat untuk menggapai keredoan-Nya. Seperti tempat lebih dikabulkan doanya, atau dilipat gandakan kebaikan-kebaikannya. Sebagaimana Firman Allah ta’ala:
ليلة القدر خير من ألف شهر
القدر: 3
“Laiatul Qodar itu lebih baik dari seribu bulan.” QS. Al-Qadar: 3
Maksudnya dari beribadah seribu bulan dari umat-umat sebelum kita. Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
صلاة في مسجدي هذا خير من ألف صلاة فيما سواه إلا المسجد الحرام
“Menunaikan shalat di masjidku ini itu lebih baik dari seribu shalat di masjid lainnya kecuali Masjidl Haram.
Allah yang Maha Mengetahui terkait hikmah menjadikan kelebihan suatu waktu dari waktu yang ada dan kelebihan tempat dari tempat atas tempat lainnya.
Suatu urusan yang telah Allah jadikan adalah termasuk urusan dan kondisi Allah yang menginginkannya dan menakarnya. Maka seperti urusan kauniyah. Maka tidak bisa dibatalkan kecuali pembatalan dari Allah ta’ala sebagaimana Allah batalkan kesucian hari sabtu diganti dengan hari Juma’ah.
Maka tidak boleh seorangpun menjadikan waktu-waktu agama itu mulia, karena urusan yang dibuat oleh manusia itu mirip dengan buatan tangannya maka ia tidak dianggap kecuali ada maksud-maksud kebaikan di dalamnya. Dan manusia juga tidak boleh merubah apa yang telah Allah jadikan sesuatu itu mulia, baik waktu-waktu atau tempat-tempat atau menusia. Selesai dari ‘At-Tahrir wat tanwir, (10/184).
Wallahua’lam