Kamis 23 Syawal 1445 - 2 Mei 2024
Indonesian

Mengapa Kadang Tidak Tampak Pengaruh Ruqyah Syariyah?

Pertanyaan

Ruqyah syar’iyah boleh dari non muslim untuk muslim dan sembuh dengannya. Ada ruqyah untuk mengatasi racun yang mengalir di dalam darah, tanpa mencuci lambung  atau merubah dan memindahkan darah, lalu pasien  sembuh sempurna. Demikian juga ruqyah menghadapi sihir, kesurupan dan kerasukan, penyakit ‘ain, lalu penyakitnya hilang sempurna dengan ruqyah. Namun kadang seorang muslim diruqyah dari penyakit kronis, tapi dia merasa tidak sembuh. Apa yang menjadi ukuran diijabahinya ruqyah ketika berobat dengannya dari berbagai penyakit? Apa yang menjadi ukuran bagusnya ruqyah?  

Alhamdulillah.

Pertama:

Ruqyah Dengan Adzkar dan Ayat-ayat adalah sunah

Ruqyah adalah bagian dari doa, oleh karenanya disyariatkan dengan ayat-ayat dan zikir-zikir syar’i.

An Nawawi –rahimahullah- berkata:

“Adapun Ruqyah dengan ayat-ayat Al Qur’an dan dengan zikir-zikir yang dikenal maka tidak ada larangan, bahkan hal itu disunahkan...

Mereka telah menukil sebagai ijmak atas bolehnya ruqyah dengan ayat-ayat dan zikir-zikir kepada Allah Ta’ala. Al Mazri berkata: “Semua ruqyah boleh jika dengan Al Qur’an atau dengan zikir kepada-Nya, dan dilarang jika dengan bahasa asing atau dengan sesuatu yang tidak ketahui artinya, karena bisa jadi ada unsur kekufurannya”. (Syarah Shahih Muslim: 14/169)

Doa adalah salah satu sebab yang telah Allah Ta’ala jadikan sebagai sebab kesembuhan. 

Apakah Harus Terjadi Kesembuhan Dengan Ruqyah ?

Sebab tidak diharuskan untuk mendapatkan hasil sesuai keinginan, sebagaimana diketahui. Bisa jadi hasilnya akan tertunda karena tidak terwujud semua sebab tersebut, seperti; Saat  meruqyah lalai dan tidak ikhlas, atau terhalang oleh pengingkaran  orang yang diruqyah, seperti meyakini tidak manfaatnya ruqyah.

Ibnul Qayyim -rahimahullah- berkata:

“Al Qur’an adalah kesembuhan sempurna dari semua penyakit hati dan fisik, dan penyakit dunia dan akhirat. Tidak setiap orang disiapkan dan diberi taufik untuk sembuh dengannya. Jika si pasien baik dalam berobat dengannya, dan meletakkan pada penyakitnya dengan jujur dan iman, dan menerima sepenuhnya, penuh keyakinan, menyempurnakan syarat-syaratnya, Maka penyakit tidak akan melakukan perlawanan selamanya.” (Zaadul Ma’ad: 4/322)

Terkadang Allah menunda penyembuhan atau menahannya untuk hikmah tertentu.

Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata:

“Doa yang tidak melampuai batas akan mendapatkan apa yang diminta, atau yang serupa dengannya. Inilah jawaban paling standar. Karena boleh jadi apa yang diminta terhalang atau jika dikabulkan akan berakibat buruk kepada yang meminta. Si pemohon doa tidak tahu kalau di dalamnya mengandung kerusakan. Sedangkan Tuhan Maha Dekat dan mengabulkan Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya lebih dari pada seorang ibu kepada anaknya. Maka Yang Maha pemurah  jika diminta sesuatu dan Dia Mengerahui bahwa hal itu tidak cocok untuk diberikan kepada seorang hamba, Dia memberinya yang lain dan sepadan dengannya, sebagaimana yang diperbuat oleh orang tua kepada anaknya jika sang anak meminta kepadanya apa yang belum layak baginya, maka dia akan memberikan kepadanya yang  lain dan sepadan dari hartanya, dan Allah adalah contoh paling tinggi”. (Majmu’ Fatawa: 14/328)

Ibnul Jauzi -rahimahullah ta’ala- berkata:

“Termasuk kebodohan jika seseorang tidak mengetahui tujuan taklif (ketetapan syari’at), yaitu bahwa hal tersebut sering berlawanan dengan harapan. Maka sebaiknya setiap orang terbiasa dengan hasil yang bertolak belakang dari tujuan. Hendaknya dia berdoa dalam ibadahnya, jika sesuai harapan yang diinginkan dia bersyukur, dan jika tidak mendapatkan yang diinginkan maka tidak sebaiknya untuk meminta terus menerus; karena dunia ini bukan untuk mencapai semua harapan, justeru hendaknya berkata pada dirinya:

وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu”. (QS. Al Baqarah: 216)

Termasuk kebodohan yang paling besar adalah marah di dalam jiwanya karena apa yang dia dapat berbeda dari harapan,  bahkan sampai menentang di dalam dirinya dan mungkin berkata: “Apa masalahnya kalau tujuanku dikabulkan, tapi doaku tak pernah terkabul!?”.

Semua ini menjadi bukti akan kebodohannya, dan dangkalnya keimanan serta sikap berserah kepada hikmah”. (Shaidul Khothir: 625-626)

Allah –subhanahu wa ta’ala- bisa jadi mengabulkan ruqyah kepada orang kafir, dan kesembuhan terjadi menjadi bukti baginya, dan karenanya Allah Ta’ala mengabulkan doa orang kafir pada saat sangat terjepit untuk menetapkan bukti kepada mereka.

Allah Ta’ala berfirman saat menjelaskan kondisi mereka:

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ ثُمَّ إِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَإِلَيْهِ تَجْأَرُونَ * ثُمَّ إِذَا كَشَفَ الضُّرَّ عَنْكُمْ إِذَا فَرِيقٌ مِنْكُمْ بِرَبِّهِمْ يُشْرِكُونَ * لِيَكْفُرُوا بِمَا آتَيْنَاهُمْ فَتَمَتَّعُوا فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ

(سورة النحل: 53–55)

“Segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah. Kemudian, apabila kamu ditimpa kemudaratan, kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan., Kemudian, apabila Dia telah menghilangkan kemudaratan darimu, tiba-tiba segolongan dari kamu mempersekutukan Tuhan mereka (dengan yang lain)., Biarkan mereka (orang-orang musyrik) mengingkari apa yang telah Kami anugerahkan kepada mereka. Bersenang-senanglah, kelak kamu akan mengetahui (akibat buruk perbuatanmu).”. (QS. An Nahl: 53-55)

Bisa jadi Allah akan menunda kesembuhan seorang mukmin untuk hikmah tertentu, seperti tambahnya pahala baginya, memberikan pahala kesabarannya, dan lain sebagainya.

Kesimpulan:

Bahwa hasil ruqyah ini berada di bawah kehendak Allah Ta’ala karena Dia Yang Maha Penyayang, Maha Bijaksana, Maha Mengetahui.

Kedua:

Adapun ketentuan ruqyah yang baik, yang utama adalah doa dan zikir. Tidak ada syarat tertentu kecuali orang yang meruqyah  adalah seorang muslim, ikhlas, jujur, dan menggunakan ruqyah yang disyari’atkan.

Sebagai tambahan faedah silahkan lihat jawaban soal no. 7874 dan no. 13506 dan no. 36902 .

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam