Kamis 20 Jumadil Ula 1446 - 21 November 2024
Indonesian

Hukum Bank Memberikan Kepada Penerima Wesel Luar Negeri 2% Sebagai Hadiah

Pertanyaan

Saya berasal dari Bangladesh, saya mempunyai saudara laki-laki yang bekerja di Qatar, pada saat pengiriman uang dari sana ada bonusnya pada setiap 100 Riyal mereka memberikan bonus, atau tambahan sebanyak 2 riyal. Pemindahan ini dinamakan pemindahan cepat melalui layanan yang dinamakan “Money Gram”, dan ketika saudaraku melakukan pemindahan dana via layanan ini mereka meminta darinya nama penerima, lalu mereka memberikan kode, dan saya yang mengambil kode itu menuju salah satu bank yang bekerjasama dengan mereka dan lalu saya menukarkan dana saya.

Pertanyaannya adalah bagaimanakah hukumnya mengambil bonus yang didapat dari proses pemindahan tadi ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Kami belum mengenali apa yang telah anda sebutkan tadi, sesuai dengan kesepakan bahwa pihak bank memotong dana yang ditukarkan bukan untuk ditambahkan kepadanya, nampaknya dalam masalah ini tidak apa-apa selama penambahan itu tidak termasuk dalam syarat dan diberikan karena menarik semua uangnya; apalagi jika pemindahan/transfernya cepat, dan tidak ada syarat ngendapnya dana pada mereka dalam jangka tertentu.

Hubungannya antara nasabah dan pihak bank yang menukarkan dana kepadanya; adalah hubungan persewaan.

DR. Abdul Karim bin Muhammad As Sama’il berkata:

“Hubungan akad antara bank dan nasabah; keduanya bertumpu pada akad persewaan, nasabah menyewa kepada bank untuk mendapatkan nilai pemindahan/transfer dan menerimanya, dan pihak bank memutuskan upahnya pada saat menukar nilai (mata uang) kepada nasabah”. (Al Amulat al Mashrafiyah: 262)

Dan tidak masalah untuk menerima hadiah dari si penyewa.

Jika asumsinya bahwa masuknya dana kepada bank disetting sebagai hutang nasabah kepada bank, seperti disimpan di rekening koran –ini asumsi yang kami tidak sependapat- maka hadiah atau tambahannya yang dibayarkan oleh orang yang berhutang saat pelunasannya tanpa ada syarat, maka tidak masalah. Yang ada larangannya adalah yang bersyarat atau ada syarat saat berhutang.

Dasar dalam masalah ini adalah hadits Abu Rafi’ –radhiyallahu ‘anhu-:

أَنَّ النَّبِيَّ -صلى الله عليه وسلم- اسْتَلَفَ مِنْ رَجُلٍ بكْرًا، فَقدِمَتْ عَلَيْهِ إِبِلٌ مِنْ إِبِلِ الصَّدَقَةِ، فَأَمَرَ أبَا رَافِعٍ أنْ يَقْضِيَ الرَّجُلَ بكْرَهُ، فَقَال: لاَ أجِدُ إِلاَّ خِيَارًا رَبَاعِيًّا، فَقَال: أعْطِهِ إِيَّاهُ، فَإنَّ خِيَارَ النَّاسِ أَحْسَنُهمْ قَضَاءً (رَواهُ مُسْلِمٌ، رقم 1600)

“Bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah berhutang anak onta kepada seseorang, lalu onta zakat yang datang kepada beliau, maka beliau menyuruh Abu Rafi’ untuk melunasi hutang anak ontanya kepada orang itu, dan ia berkata: “Saya tidak mendapatkan kecuali onta yang lebih baik kualitasnya’ Maka beliau bersabda: “Berikan saja kepadanya, karena sebaik-baik orang adalah mereka yang paling baik dalam melunasi”. (HR. Muslim, no. 1600)

Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata:

“Jika saya memberikan hutang kepadanya secara umum tanpa syarat, lalu ia melunasinya lebih baik baik, baik dari segi jumlah atau sifat dengan suka rela dari kedua pihak, maka hal itu boleh”. (Al Mughni, 4/242)

Kesimpulan:

Tidak masalah mengambil pemberian dan hadiah tersebut

Jika dananya masih tetap di bank di rekening koran, maka tidak boleh mengambil hadiah tersebut; karena dana yang menetap di rekening dianggap hutang dan tidak boleh mengambil hadiah atas pinjaman saat berhutang.

Lihat juga jawaban soal no. 106418

Wallahu a’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam