Alhamdulillah.
Cara penguburan yang disebutkan pada pertanyaan, dan meletakkan pohon tersebut, semua itu tidaklah boleh, karena ada unsur bid’ah dan mengada-adakan perkara baru. Allah Ta’ala telah mensyariatkan penguburan di dalam tanah dan dilaksanakan oleh para nabi dan rasul. Maka tidak perlu memberikan perhatian pada orang yang mengklaim bahwa penguburan seperti ini membahayakan lingkungan.
Allah Ta’ala berfirman,
مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى
طه/55.
“Darinya (tanah) itulah Kami menciptakanmu, kepadanyalah Kami akan mengembalikanmu dan dari sanalah Kami akan mengeluarkanmu pada waktu yang lain.” (QS. Thaha : 55).
Allah juga berfirman,
أَلَمْ نَجْعَلِ الْأَرْضَ كِفَاتًا * أَحْيَاءً وَأَمْوَاتًا
المرسلات/25-26.
“Bukankah Kami menjadikan bumi sebagai (tempat) berkumpul bagi yang (masih) hidup dan yang (sudah) mati?” (QS. Al-Mursalat : 25-26).
Dalam Tafsirnya, 8/305, Al-Baghawi Rahimahullah mengatakan, “Kifatan maknanya adalah Wi’aan. Sedangkan makna Al-Kafti adalah menggabungkan dan mengumpulkan. Jika dikatakan, ‘Kafata as-syai’u maknanya adalah Idza dhammahu wa jama’ahu (jika digabungkan dan dikumpulkan).’ Al-Farra’ mengatakan, “Dia menginginkan (makna), ‘Bumi mengumpulkan mereka yang masih hidup di atas permukaannya di rumah-rumah dan tempat tinggal mereka, dan mengumpulkan mereka yang sudah mati di dalam perutnya.”
Abu Daud, no. 3208, An-Nasa’i, no. 2009, At-Tirmidzi, no. 1045 dan Ibnu Majah, no. 1554 meriwayatkan,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اللَّحْدُ لَنَا، وَالشَّقُّ لِغَيْرِنَا .
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaih wa Sallam bersabda, ‘Al-Lahad adalah untuk kita, sedangkan As-Syaq adalah untuk selain kita.’
Ahmad, no. 19158, meriwayatkan dari hadits Jarir bin Abdillah Al-Bajali dan dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Daud.
Al-Lahad dan As-Syaq keduanya berada di dalam tanah. Akan tetapi Al-Lahad berada di sisi kubur. Lihatlah jawaban dari pertanyaan no. 103880.
Kedua.
Tidak disyariatkan menanam pohon di atas kuburan.
Syaikh Bin Baz Rahimahullah mengatakan, “Tidak disyariatkan menanam pohon di atas kuburan, tidak pula pohon sejenis kaktus, atau yang lainnya. Tidak disyariatkan pula menanam gandum dan lain sebagainya. Karena Rasulullah tidak melakukan hal itu pada kuburan, tidak pula para Khulafaur Rasyidin Radhiyallahu ‘Anhum.
Sedangkan yang beliau lakukan yaitu menanam pelepah kurma terhadap dua kuburan yang Allah perlihatkan siksa kubur terhadap penghuninya kepada beliau merupakan syariat khusus untuk beliau dan khusus untuk kedua kuburan tersebut, karena beliau tidak melakukannya pada kuburan lainnya.
Kaum Muslimin tidak boleh mengada-adakan suatu perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah yang tidak disyariatkan oleh Allah, berdasarkan hadits tersebut sebelumnya, dan juga berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ الشورى/21"
‘Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang menetapkan bagi mereka aturan agama yang tidak diizinkan (diridai) oleh Allah?’ (QS. As-Syura : 21).
(Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 5/407).
Beliau juga mengatakan, “Tidak disyariatkan demikian, bahkan perbuatan tersebut merupakan bid’ah, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menancapkan pelepah kurma di atas dua kuburan tak lain karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memperlihatkan siksa kubur terhadap kedua penghuninya kepada beliau, dan beliau tidak menancapkannya pada kuburan-kuburan lainnya. Dengan demikian diketahui bahwasanya tidak boleh melakukan perbuatan itu di atas kuburan, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ ، وفي لفظ لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدّ .
“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu (amalan) dalam urusan (agama) kami yang bukan dari kami, maka (amalan) itu tertolak.’ Dan dalam riwayat Muslim, ‘Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka itu tertolak.’
Demikianlah. Tidak boleh menulis di atas kuburan dan meletakkan bunga di atas kuburan, berdasarkan dua hadits tersebut. Dan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang mengapur kuburan, mendirikan bangunan di atasnya, duduk di atasnya dan menulis di atasnya.” (Majalatul Buhuts Al-Islamiyyah, 68/50).
Menanam pohon tersebut tidak berada pada kuburan itu sendiri atau terkait dengan tubuh orang yang meninggal dunia, akan tetapi di antara dua kubur, atau pelepah kurma diletakkan di atas kubur dan tidak terkait dengan jenazah mayit yang berada di dalam kuburnya.
Sedangkan cara menamam pohon tersebut, begitu pula pendapat atau keyakinan bahwa ia adalah kehidupan baru, “menghidupkan” atau “mengembalikan kehidupan”, semua ini termasuk kesesatan orang-orang jahiliah. Keyakinan seperti ini mirip dengan akidah (keyakinan) Reinkarnasi yang atheis. Sesungguhnya kehidupan manusia jika terpisah dengan manusia, maka tidak akan kembali lagi padanya selamanya, sampai Allah membangkitkannya dari kubur. Ruhnya tidak akan masuk ke dalam pohon atau ke dalam hewan, akan tetapi ruh akan kembali kepada Penciptanya, dan Dia akan menempatkannya sesuai kehendak-Nya, dan tidak akan kembali ke tubuh yang lain, tidak pula ke hewan dan pohon, berdasarkan Ijma’ ulama Islam. Keyakinan seperti itu dan yang semisalnya dikatakan oleh golongan atheis yang meyakini reinkarnasi dan orang-orang yang terpengaruh pada pemikiran mereka.
Wallahu A’lam.