Alhamdulillah.
Agar diketahui wahai saudaraku, bahwa Allah –Ta’ala- telah memberikan amanah kepada setiap ayah dan tanggung jawab yang akan ditanya pada hari kiamat nanti. Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
( كُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، فَالإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالرَّجُلُ فِي أَهْلِهِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالْمَرْأَةُ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا ) رواه البخاري (2409) ومسلم (1829) .
“Setiap kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab akan kepemimpinannya, Seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab akan kepemimpinannya, seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan bertanggung jawab akan kepemimpinannya, seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab akan kepemimpinannya”. (HR. Bukhori 2409 dan Muslim 1829)
Dan kewajiban utama yang harus didahulukan bagi seorang ayah adalah memperhatikan anak-anaknya tentang agama dan akhlaknya, karena dengan itulah yang akan menjamin keberhasilan mereka di dunia dan akheratnya. Allah –Ta’ala- berfirman:
( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلائِكَةٌ غِلاظٌ شِدَادٌ لا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ ) التحريم /6 .
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At Tahrim: 6)
Ali bin Abi Thalib berkata: “maksudnya adalah ajarilah mereka ilmu dan akhlak yang baik”.
Sebelum tanggung jawab harta dan nafkah, di sana ada yang lebih besar dari pada itu semua, yaitu; kesungguhannya dalam memperhatikan mereka agar mereka lulus dari adzab Allah di akherat kelak.
Ada banyak contoh yang mulia dari orang-orang yang menjaga amanah, dan mereka melakukan kewajiban mereka kepada isteri dan anak-anak mereka.
Ada seseorang yang membangunan isterinya pada sepertiga terakhir dari malam harinya agar mengerjakan shalat. Dan pada waktu subuh ia membangunkan anak-anaknya dan mengajaknya ke masjid, duduk bersama berdzikir kepada Allah, membaca al Qur’an sampai terbitnya matahari.
Sedangkan yang lainnya, membiasakan dirinya untuk mengajak anak-anaknya untuk mendirikan shalat lima waktu berjama’ah di masjid, dan seusai shalat ashar mereka tetap berada di masjid untuk belajar al Qur’an, tahsin, tajwid, tahfidz dan tafsirnya bersama-sama, kembali pulang ke rumah juga bersama-sama.
Namun sayangnya, di sana banyak para orang tua yang tidak melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepada mereka untuk menjaga keluarganya dalam masalah-masalah agama, mereka banyak yang fokus untuk memenuhi kebutuhan duniawi semata !!
Sebagian para ayah jika anaknya sedang sakit dan suhu badannya panas sedikit saja langsung panik dan segera mencikan dokter dan obatnya. Hal ini baik sekali, dan merupakan bentuk kasih sayangnya kepada anak-anaknya. Akan tetapi yang mengherankan adalah bahwa dia tidak peduli dengan tingkah laku anaknya yang mengerjakan perkara yang diharamkan, bahkan dosa besar yang termasuk penghancur.
Seberapa panaskah api neraka jahannam itu ?
Bagaimana ia begitu khawatir ketika suhu badan anaknya panas sedikit dan tidak khawatir dengan panasnya api neraka ?!
Sebagian orang tua jika anaknya pulang terlambat dari sekolahnya, atau terlambat bergabung dengan teman-temannya seakan sudah kehilangan akalnya, tidak bisa tidur dan begadang dengan tidak tenang, sampai ia mendatangkan pengajar untuk mendorong anaknya maju meraih kesuksesan.
Sedangkan jika anak-anaknya meremehkan shalatnya, atau meninggalkannya, atau melakukan sesuatu yang diharamkan bahkan melakukan dosa besar, tidak sedikitpun mereka mendapat teguran dari orang tuanya.
Sebagian ayah ada yang marah sekali jika anaknya tidak memenuhi hak-haknya kepadanya, atau meremehkan perintahnya. Namun ia tidak peduli jika anaknya tidak memenuhi hak-hak Allah –Ta’ala- atau meremehkan perintah-perintah-Nya ?!
Seorang bapak yang meremehkan anak-anaknya, mereka tidak diarahkan dengan melalui kitabullah dan sunnah Rasul-Nya –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan mereka tidak tumbuh berdasarkan akidah keimanan dan akhlak Islami, maka bisa dipastikan bahwa mereka akan berperilaku menyimpang dan akan muncul sebagai generasi yang lemah, pendendam, menyimpang dan janggal. Yang akan menjadi korban awal dari kerusakan dan penyimpangan mereka adalah seorang ayah dan ibu yang kurang memperhatikan pendidikan anak-anaknya.
Oleh karenanya, menjadi sebuah nasehat bagi anda –wahai saudaraku penanya-: Jika anda melihat bahwa bepergian anda dalam waktu yang lama, jauhnya anda dengan anak-anak anda, akan menjadi sebab lemahnya pendidikan mereka dan pemicu perilaku menyimpang mereka, maka anda wajib kembali kepada mereka, dan berusaha untuk mendidik mereka dengan pendidikan yang baik.
Apa yang bisa anda ambil pelajarannya ?, Apa yang akan dirasakan oleh anak-anak, meskipun anda memberinya banyak uang, namun mereka terjun ke masyarakat dengan perilaku menyimpang ?!
Jikalau anda mampu berfikir dua kali, maka anda akan melihat banyak contoh dari orang laki-laki yang meninggalkan anak-anaknya, merasakan pahitnya keterasingan, dan sendirian dalam rangka untuk mengumpulkan uang demi anak-anaknya, kemudian mereka kembali dan membawa hartanya, namun mereka telah merugi karena menomorduakan sesuatu yang lebih penting yaitu anak-anak mereka, anak-anaknya telah menyimpang disebabkan jauhnya sang ayah, dan kurangnya pengawasan ibunya.
Anak-anaknya akan mengingkari perlakuan ayahnya terhadap mereka, karena mereka hanya menguasai anak-anaknya dengan harta, maka (bisa jadi) anak-anaknya akan mencela mereka, tidak memiliki etika kepada ayahnya, bahkan kadang-kadang sampai memukulnya. Kalau sudah begini para ayah akan sangat menyesal karena keberadaanya jauh dari anak-anaknya.
Namun, apa gunanya penyesalan setelah semuanya terlambat !?
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- pernah ditanya tentang perjalanan kepala keluarga, maka beliau menjawab :
“Sedangkan perjalan kepala keluarga, jika perjalanannya akan membahayakan keluarganya, maka janganlah dilanjutkan. Karena Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
( كَفَى بِالْمَرْءِ إثْمًا أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ ) حسنه الألباني في صحيح أبي داود
“Cukuplah dosa bagi seseorang kalau menelantarkan siapa saja yang menjadi tanggung jawabnya”. (Dihasankan oleh al Baani dalam “Shahih Abu Daud” 1692)
Bahaya yang dimaksud adalah karena sedikitnya nafkah atau karena mereka lemah, maka perjalanan dalam kondisi seperti ini hukumnya haram.
Namun jika perjalanannya mereka tidak membahayakan mereka, akan tetapi mereka merasa sakit karena ditinggalkan, atau keadaan mereka berubah, maka jika dalam perjalanannya tidak mendatangkan manfaat yang signifikan, seperti; ilmu yang khawatir ketinggalan, atau karena harus bertemu seorang Syeikh, kalau tidak maka diam bersama dengan keluarga lebih baik. Namun jika perjalannya seperti kebanyakan orang karena gelisah atau karena hiburan atau refreshing saja, maka diamnya dirumah dengan beribadah kepada Allah lebih baik baginya. Kepala keluarga yang seperti ini membutuhkan konsultasi kepada seseorang yang memahami kondisinya dan dapat dipercaya, karena kondisi masayarakat berbeda satu sama lain dengan sangat jelas. Wallahu Ta’ala a’alam.
(Dengan sedikit revisi dari “Majmu’ Fatawa” 28/28)
Kami mohon kepada Allah agar memberikan ilham dan petunjuk kepada anda untuk kebaikan anda dan anak-anak anda.