Sabtu 9 Rabi'uts Tsani 1446 - 12 Oktober 2024
Indonesian

Waktu melempar Jumrah

Pertanyaan

Saya ingin mengetahui batasan waktu melempar jumrah, permulaan dan akhirnya

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Waktu melempar jumroh Aqobah pada hari ied untuk yang mampu dan kuat semenjak terbit matahari pada hari raya (ied adha) sementara untuk lainnya dari kalangan lemah dan yang tidak mampu berdesakan dengan orang-orang dari kalangan anak-anak dan para wanita. Waktu untuk mereka semenjak akhir malam. Dimana dahulu Asma’ binti Abu Bakar –radhiallahuanha- menunggu terbenamnya bulan waktu malam ied (hari raya). Ketika telah terbenam, maka beliau berangkat dari Muzdalifah menuju ke Mina. Dan melempar Jumroh. Sementara waktu terakhirnya sampai terbenan matahari pada hari ied (raya adha). Kalau penuh sesak atau tempatnya jauh dari jamroh, dan dia ingin mengakhirkan sampai malam, maka hal itu tidak mengapa. Akan tetapi jangan diakhirkan sampai terbit fajar pada hari kesebelas.

Sementara terkait dengan melempar jumroh pada hari-hari tasyriq yaitu hari kesebelas, dua belas dan tiga belas. Permulaan melempar semenjak tergelincirnya matahari atau semenjak pertengahan hari ketika masuk waktu duhur sampai malam hari. Kalau ada kesulitan karena penuh sesak atau faktor lainnya, maka tidak mengapa melempar malam hari sampai terbit fajar. Tidak diperbolehkan untuk melempar pada hari kesebelas, dua belas dan tiga belas sebelum tergelincir matahari. Karena Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam tidak melempar (jumroh) melainkan setelah tergelincir matahari. Dan beliau mengatakan kepada orang-orang:

خذوا عني مناسككم

“Ambillah tata cara manasik anda semua dari diriku.”

Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam mengakhirkan waktu melempar pada waktu seperti ini (setelah tergelincir) padahal sangat panas dan tidak melempar di awal waktu pagi padahal dingin dan lebih mudah. Hal itu menandakan tidak diperbolehkan melempar sebelum waktu ini (tergelincir). Juga menunjukkan bahwa Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam melempar ketika tergelincir (matahri) sebelum menunaikan shalat zuhur. Hal ini menunjukkan tidak diperbolehkan melempar sebelum tergelincir. Kalau tidak begitu, pastinya melempar sebelum tergelincir akan menjadi lebih utama. Karena untuk shalat zuhur pada awal waktunya. Karena shalat di awal waktu itu lebih utama. Kesimpulannya bahwa dalil-dalil itu menunjukan bahwa melempar pada hari-hari tasyriq tidak diperbolehkan sebelum tergelincir matahari.

Fatawa Arkanil Islam, hal. 560.

Beliau juga mengatakan, “Melempar jumroh aqobah pada hari ied selesai dengan terbitnya fajar pada hari kesebelas. Dan dimulai semenjak akhir malam nahr untuk kalangan yang lemah dan yang semisalnya tidak mampu berdesakan dengan orang-orang.

Sementara melempar pada hari-hari tasyriq seperti halnya melempar dua jumrah lainnya. Dimulai melempar semenjak tergelincir (permulaan waktu shalat zuhur) dan selesai dengan terbitnya fajar pada malam selanjutnya. Kecuali di akhir malam hari-hari tasyriq yaitu malam keempat belas. Karena hari-hari tasyriq telah selesai dengan terbenamnya matahari. Meskipun begitu, melempar pada siang hari itu lebih utama kecuali pada waktu sekarang dimana para jamaah haji berdesak-desakan dan tanpa ada kepedulian kepada sebagian lainnya. Ketika  dia takut kehilangan, kerusakan atau kesulitan yang parah kepada dirinya, maka tidak mengapa melempar malam hari sebagaimana diperbolehkan melempar malam hari meskipun tidak ada kekhawatiran semacam ini. Akan tetapi yang lebih utama adalah menjaga kehati-hatian dalam permasalahan semacam ini. Tidak melempar malam hari kecuali ada kebutuhan. Selesai

Fatawa Arkanil Islam, hal. 557-558.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam