Alhamdulillah.
Yang lebih utama shalat taroweh menunaikan sebelas rakaat, sebagaimana dahulu Nabi sallallahu aliahi wa sallam di bulan Ramadan dan lainnya. Shalat dua rakaat dua rakaat kemudian witir tiga rakaat. Kalau jamaah shalat tambah dari sebelas atau kurang tidak mengapa. Telah dijelaskan hal itu dalam jawaban soal no. 9036.
Sementara sifat yang ditanyakannya adalah salah satu sifat shalat witir. Dari Aisyah radhiallahu anha dan ketika ditanya tentang witirnya Rasulullah, maka beliau menjawab:
إن النبي صلى الله عليه وسلم كان َيُصَلِّي تِسْعَ رَكَعَاتٍ لا يَجْلِسُ فِيهَا إِلا فِي الثَّامِنَةِ فَيَذْكُرُ اللَّهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ , ثُمَّ يَنْهَضُ وَلا يُسَلِّمُ , ثُمَّ يَقُومُ فَيُصَلِّ التَّاسِعَةَ , ثُمَّ يَقْعُدُ فَيَذْكُرُ اللَّهَ وَيَحْمَدُهُ وَيَدْعُوهُ , ثُمَّ يُسَلِّمُ تَسْلِيمًا يُسْمِعُنَا (رواه مسلم، رقم 746)
“Sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam biasanya shalat sembilan rakaat tidak duduk kecuali pada rakaat kedelapan, kemudian zikir kepada Allah dan menyanjungnya dan berdoa kepada-Nya. Kemudian berdiri dan tidak salam. Kemudian berdiri shalat rakaat kesembilan. Kemudian duduk, zikir kepada Allah, menyanjung dan berdoa kepada-Nya. Kemudian salam sampai kami mendengarnya.” (HR. Muslim, 746)
Ibnu Qoyim rahimahullah mengatakan dalam menjelaskan macam qiyam dan witir Nabi sallallahu alaihi wa sallam:
Macam kelima adalah sembilan rakaat, langsung dilaksanakan delapan tidak duduk sedikitpun darinya kecuali pada rakaat kedelapan. Duduk zikir kepada Allah ta’ala menyanjung dan berdoa kepada-Nya. Kemudian berdiri, dan shalat kesembilan kemudian duduk dan tasyahud. Dan salam. Kemudian shalat dua rakaat dalam kondisi duduk setelah salam.” Selesai ‘Zadul Ma’ad (1/317).
Sebagian orang mengira bahwa hadits-hadits ini kontradiksi dengan apa yang ada ketetapan di shahihain dari sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam, “Shalat malam itu dua dua.” Masalahnya tidak seperti itu. Karena hadits ini tidak terkait shalat qiyamul lail. Sementara gambaran yang kita sebutkan dan yang ada dalam pertanyaan adalah shalat witir.
Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan setelah menyebutkan hadits-hadits berbagai macam witirnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam: “Semuanya adalah hadits shahih jelas tidak ada kontradiksi di dalamnya. Ada yang membantah dengan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam, “Shalat malam itu dua dua.” Itu adalah hadits shahih. Akan tetapi yang kami katakan adalah witir sembilan, tujuh dan lima. Semua sunah itu benar, sebagian membenarkan sebagian lainnya. Maka Nabi sallallahu alaihi wa sallam menjawab pertanyaan tentang shalat malam dengan ‘Dua dua’, orang itu tidak bertanya tentang witir. Sementara tujuh, lima, sembilan dan satu adalah shalat witir. Witir adalah untuk satu yang terpisah dari sebelumnya. Yang lima, tujuh dan sembilan yang bersambung seperti magrib itu adalah nama tiga yang bersambung. Kalau lima dan tujuh terpisah dengan dua salam, seperti sebelas maka itu namanya witir untuk rakaat yang terpisah sendiri. Sebagaimana sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:
صَلاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى فإذا خَشِيَ أَحَدُكُمْ الصُّبْحَ أَوْتَرَ بِوَاحِدَةٍ تُوتِرُ لَهُ مَا صَلَّى
“Shalat malam itu dua dua, kalau salah seorang diantara kamu khawatir subuh, witirlah satu rakaat. Witir untuk yang sudah shalat (dikerjakan).”
Maka prilaku dan sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam telah menyatu dan membenarkan sebagian terhadap sebagian lainnya. “I’lamul muwaqi’in (2/424, 425).
Terdapat dalam jawaban soal no. 52875 penjelasan bahwa shalat witir adalah bagian dari shalat malam, akan tetapi berbeda tatacaranya.
Dengan demikian, maka shalat taroweh tidak dilaksanakan dengan sembilan rakaat bersambung dengan dua tasyahud dan satu salam. Yang melakukan seperti ini adalah shalat witir.
Wallahu a’lam.