Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Onani dan bermesraan dengan istri sampai junub pada siang hari di bulan ramadhan

71213

Tanggal Tayang : 29-06-2015

Penampilan-penampilan : 36398

Pertanyaan

apabila seseorang melakukan onani (masturbasi), atau mencium istrinya sampai keluar mani, akan tetapi belum sampai jima’. Apakah puasanya rusak? Apa yang wajib ia lakukan? Apakah harus bayar denda (kaffarat)?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Onani itu haram. Sebelumnya sudah dijelaskan, silahkan dilihat halaman 329. Kalau dilakukan di bulan ramadhan maka lebih haram lagi.

Kedua:

Onani dan bermesraan dengan istri dan menciumnya adalah merusak/membatalkan puasa. Bagi yang melakukan onani dia harus bertaubat kepada Allah. Dan mengqodho’ puasanya pada hari itu dan tidak bayar kafarat (denda). Karena kafarat itu hanya wajib bagi yang berjima’ pada siang hari di bulan Ramadhan.

Ibnu Qudamah dalam kitabnya al Mughni: 4/ 363 berkata: “Kalau seseorang beronani dengan tangannya, maka ia telah melakukan perbuatan haram. Dan tidak membatalkan puasanya sampai keluar mani. Apabila keluar mani maka puasanya batal”.

Beliau juga mengatakan, pada jilid 4 / 361: “Apabila mencium istrinya, lalu keluar mani, maka batal puasanya. Sepanjang pengetahuan kami tidak ada perbedaan di antara para ulama dalam masalah ini”.

Imam Nawawi dalam kitabnya al Majmu’: 6/ 439, mengatakan: “Apabila seseorang mencium dan bercumbu dengan istrinya, merabanya akan tetapi tidak sampai berhubungan intim, lalu keluar mani maka puasanya batal, namun jika tidak keluar mani, maka puasanya tidak batal. Penulis kitab al Hawy dan yang lainnya menyatakan secara ijma’ bahwa seseorang yang melakukan sebagaimana di atas maka puasanya batal”.

Imam Ibnu Rusydi dalam “Bidayatul Mujtahid” 1/382, mengatakan: “semua imam berpendapat bahwa jika seseorang mencium istrinya dan keluar mani maka batal puasanya”.

Ibnu Abdil Bar dalam kitab “al Istidzkar” mengatakan: “Saya tidak mengetahui seseorang memberikan keringanan bagi yang berpuasa untuk mencium istrinya, kecuali dengan syarat dia mampu menahan syahwatnya. Apabila dia tidak bisa menahan maka wajib menjauhi ciuman”.

Syeikh Ibnu Utsaimin dalam “Fatawa Shiyam” halaman: 237 berkata: “Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk bermesraan dengan istrinya sementara ia tidak mampu menahan keluarnya mani; karena sebagian orang hanya dengan bermesraan, berciuman dia mengalami ejakulasi dini. Maka kami berpendapat kepada orang seperti ini: Haram bagi anda untuk bermesraan dengan istri anda selama anda hawatir akan mengalami ejakulasi dini”.

Beliau juga berkata dalam “Syarhul Mumti’”: 6/234-235: “Apabila seseorang mencari cara untuk mengeluarkan maninya, baik dengan tangannya, atau dengan menggosoknya di lantai atau yang lainnya sampai keluar mani, maka puasanya batal. Inilah pendapat madzhab empat dari Imam Malik, Imam Syafi’I, Abu Hanifah dan Ahmad.

Adz Dzohiriyah menolak hal itu dan berpendapat: “Masturbasi itu tidak membatalkan puasa, meskipun sampai keluar mani; karena tidak ada dalil dari al Qur’an dan Sunnah, dan tidak mungkin kami merusak ibadah hamba-hamba Allah kecuali dengan dalil dari Allah dan Rasul-Nya”.

Akan tetapi menurut saya –wallahu a’lam- puasanya batal bisa dilihat dari dua hal:

Pertama:

Di dalam hadits yang shahih bahwasanya Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman:

يدع طعامه وشرابه وشهوته من أجلي

“Dia meninggalkan makan dan minum dan syahwatnya karena Aku”.

Onani itu syahwat, keluarnya mani itu syahwat, sebuah hadits menunjukkan bahwa mani itu bagian dari syahwat adalah

وفي بضع أحدكم صدقة قالوا : يا رسول الله أيأتي أحدنا شهوته ويكون له أجر ؟ قال : أرأيتم لو وضعها في الحرام أكان عليه وزر ؟ كذلك إذا وضعها في الحلال كان له أجر

“…Dan dalam kemaluan salah satu dari kalian ada sedekahnya”. Mereka berkata: “ Wahai Rasulullah, apakah salah seorang dari kami di dalam melampiaskan syahwatnya terdapat pahala?, Rasulullah menjawab: “Tidakkah kalian melihat, jika dia lampiaskan syahwat itu pada sesuatu yang haram, akan mendapat dosa?, demikian juga jika ia melampiaskannya pada sesuatu yang halal, maka ia mendapat pahala”.

Kedua:

Dari sisi qiyas, di dalam hadits disebutkan bahwa ketika seseorang berusaha memuntahkan diri dan keluar, maka puasanya batal. Seseorang yang berbekam dengan mengeluarkan darahnya juga membatalkan puasanya. Kedua keadaan tersebut sama-sama melemahkan tubuh.

Keluarnya makanan sangat jelas akan menjadikan badan lemas; karena lambung yang kosong akan menyebabkan seseorang cepat lapar dan haus.

Keluarnya darah juga akan menjadikan badan lemas, keluarnya mani juga akan menjadikan badan lemas juga, oleh karenanya diperintahkan untuk mandi besar agar tubuh kembali segar, inilah qiyas keluarnya mani dengan muntah dan berbekam.

Dengan demikian kami berpendapat: Sesungguhnya jika mani itu keluar dengan syahwat, maka hal itu membatalkan puasa berdasarkan dalil dan qiyas.

Dengan dasar dua dalil inilah: melampiaskan syahwat, pelemahan badan syeikh Islam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa onani membatalkan puasa. (Majmu’ Fatawa: 25/ 251)

Syeikh Ibnu Baaz berkata: “Onani pada siang hari ketika seseorang berpuasa membatalkan puasanya, jika ia melakukannya dengan sengaja dan keluar mani, dia wajib mengqodho’ puasa wajibnya, dan bertaubat kepada allah –subhanahu wa ta’ala-. Karena onani dilarang baik dalam keadaan puasa atau tidak, itulah yang dikenal dengan sebutan kebiasaan rahasia”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz: 15/ 267)

Ulama Lajnah Daimah komisi fatwa: 10/256 berkata:

“Onani pada bulan ramadhan dan bulan lainnya haram, tidak boleh dilakukan, berdasarkan firman Allah –subhanahu wa ta’ala-:

والذين هم لفروجهم حافظون إلا على أزواجهم أو ما ملكت أيمانهم فإنهم غير ملومين فمن ابتغى وراء ذلك فأولئك هم العادون

“…dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al Mukminun: 5-7)

Barang siapa yang melakukannya pada siang hari di bulan ramadhan, maka harus bertaubat kepada Allah, dan mengqodho’ puasanya. Akan tetapi tidak bayar denda; karena denda (kaffarat) itu khusus bagi yang melakukan jima’ pada siang hari”.

Wallahu a’lam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam

Tema-tema Terkait