Jum'ah 1 Rabi'uts Tsani 1446 - 4 Oktober 2024
Indonesian

Mengunjungi Orang Sakit Dan Adabnya

Pertanyaan

Apa hukum mengunjungi orang sakit dan apa adabnya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Mengunjungi orang sakit adalah mengunjunginya dinamakan kunjungan karena orang mengunjungi sekali dan mengulanginya.

Hukum mengunjungi orang sakit

Sebagian ulama berpendapat bahwa ia adalah sunah muakkadah (ditekankan). Sementara Syaikhul Islam berpendapat ia adalah fardu kifayah sebagaimana terdapat dalam  kitab ‘Ikhtiyarat, hal. 85, dan itu yang kuat. Terdapat dalam dua kitab shahih, sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

خمس تجب للمسلم على أخيه المسلم : وذكر منها : عيادة المريض

“Lima hal diwajibkan bagi orang muslim kepada saudara muslim lainnya. Disebutkan diantaranya adalah mengunjungi orang sakit.”

Dalam redaksi yang lain,

حق المسلم على المسلم

 “Hak orang muslim kepada muslim lainnya…”

Bukhari mengatakan, “Bab kewajiban mengunjungi orang sakit, diriwayatkan dari sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam, “Memberi makan orang kelaparan, mengunjungi orang sakit dan membebaskan orang yang kesulitan.”

Hadits ini menunjukkan suatu kewajiban. Bisa diambil darinya bahwa ia adalah fardu kifayah seperti memberi makan orang kelaparan dan membebaskan tawanan. An-Nawawi mengutip adanya ijmak yang menyatakan bahwa hal itu tidak wajib. Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-Asqolani dalam  kitab Fathul Bari, 10/117, menyatakan, maksudnya terhadap (masing-masing) jiwa.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan dalam ‘Syarh Al-Mumti’, (5/173), “Yang kuat adalah wajib kifayah, maka diwajibkan bagi umat Islam mengunjungi orang sakit.” Keutamaan mengunjungi orang sakit

Terdapat keutamaannya dalam banyak hadits diantaranya adalah sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam:

إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا عَادَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ لَمْ يَزَلْ فِي خُرْفَةِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَرْجِعَ (رواه مسلم، رقم 2568)

 “Sesungguhnya orang muslim ketika mengunjungi saudaranya yang muslim, dia sedang panen di surga sampai dia pulang.” (HR. Muslim, no. 2568)

Kata ‘Khurfatil jannah’ adalah memanennya. Diperumpamakan seperti orang yang kembali  mendapatkan pahala sebagaimana orang  yang memanen buah.

Dalam Tirmizi, no. 2008, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ عَادَ مَرِيضًا أَوْ زَارَ أَخًا لَهُ فِي اللَّهِ نَادَاهُ مُنَادٍ : أَنْ طِبْتَ وَطَابَ مَمْشَاكَ وَتَبَوَّأْتَ مِنْ الْجَنَّةِ مَنْزِلا ) حسنه الألباني في صحيح الترمذي

“Siapa yang mengunjungi orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah. Maka ada suara memanggil ‘Semoga anda baik, dan baik tempat perjalananmu dan anda mendapatkan surga sebagai tempat tinggal.” (Dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam kitab Shahih Tirmizi)

Diriwayatkan Imam Ahmad dari Jabir radhiallahu anhu berkata, Rasulullah sallallahu alaihiwa sallam bersabda:

مَنْ عَادَ مَرِيضًا لَمْ يَزَلْ يَخُوضُ فِي الرَّحْمَةِ حَتَّى يَجْلِسَ , فَإِذَا جَلَسَ اغْتَمَسَ فِيهَا ) صححه الألباني في السلسلة الصحيحة، رقم 2504)

“Siapa yang mengunjungi orang sakit, dia senantiasa mendapatkan rahmat sampai dia duduk. Ketika duduk, maka masuk di dalamnya.” (Dinyatakan shahih Albani dalam Silsilah Shahihah, no.  2504)

Dikeluarkan oleh Tirmizi, (969) dari Ali radhiallahunahu berkata, saya mendengar Rasulullah sallallahu alai wa sallam bersabda:

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَعُودُ مُسْلِمًا غُدْوَةً إلا صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ , وَإِنْ عَادَهُ عَشِيَّةً إلا صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ ، وَكَانَ لَهُ خَرِيفٌ فِي الْجَنَّةِ  (صححه الألباني في صحيح الترمذي)

“Tidaklah seorang muslim mengunjungi muslim (yang sakit) di pagi hari melainkan ada tujuh puluh ribu malaikan mendoakan sampai sore hari. Kalau dia mengunjungi sore hari, maka tujuh puluh ribu malaikan akan mendoakan sampai pagi hari. Dia pun memiliki taman di surga.” )Dishahihkan Al-Albani di Shahih Tirmizi)

Mengunjungi orang sakit tidak khusus bagi orang yang dikenalnya saja. Bahkan dianjurkan bagi orang yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Hal itu dikatakan oleh An-Nawawi dalam ‘Syarah Muslim’

Batasan Sakit Yang diharuskan mengungjunginya

Yaitu sakit yang membuatnya tidak dapat menjumpai orang lain, adapun  jika sakitnya tetap dapat keluar menjumpai orang, maka tidak diperintahkan mengunjunginya (Syarh Al-Mumti’, 5/171).

Mengunjungi Wanita Asing

Tidak mengapa seorang lelaki mengunjungi wanita asing atau wanita mengunjungi lelaki asing kalau terpenuhi syarat berikut ini: tertutup, aman dari fitnah dan tidak berduaan.

Imam Bukhari rahimahullah mengatakan, “Bab wanita mengunjungi lelaki.” Ummu Darda’ mengunjungi laki-laki dari kalangan Anshar yang merupakan  jamaah masjid. Kemudian dia mengebutkan hadits Aisyah radhiallahu anha bahwa beliau mengunjungi Abu Bakar dan Bilal radhiallahu anhuma ketika keduanya sakit saat pertama kali datang Madinah.

Diriwayatkan Muslim dari Anas, sesungguhnya Abu Bakar mengatakan kepada Umar radhiallahunhum setelah wafatnya Nabi sallallahu alaihiwa sallam:

انْطَلِقْ بِنَا إلَى أُمِّ أَيْمَنَ نَزُورُهَا ، كَمَا كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يَزُورُهَا , وَذَهَبَا إلَيْهَا

“Mari kita mengunjungi Ummu Aiman, sebagaimana kebiasaan Nabi sallallahu alaihi wa sallam mengunjunginya. Kemudian keduanya pergi kepadanya.”

Ibnu Jauzi mengatakan, “Yang lebih utama, melakukan hal itu bagi orang yang tidak takut adanya fitnah seperti tua.”

Mengunjungi orang kafir

Tidak mengapa mengunjungi orang musyrik kalau hal itu berdampak kebaikan. Nabi sallallahu alaihi wa sallam telah mengunjungi anak lelaki Yahudi dan mengajaknya masuk Islam, maka diapun masuk Islam. (HR. Bukhari, no. 1356).

Dan Nabi sallallahu alaihi wa sallam Pamannya Abu Thalib menjelang wafatnya dan mengajaknya masuk Islam, namun dia menolaknya. (Muttafaq alaihi)

Kemaslahatan hal itu adalah mengajaknya masuk Islam atau menolak keburukannya atau menundukkan keluarganya atau semisal itu.

Silakan merujuk kitab Fathul Bari, 10/125.

Apakah dianjurkan mengulangi dalam berkunjung?

Sebagian ulama memilih bahwa tidak mengunjungi tiap hari agar tidak memberatkannya. Yang benar hal itu berbeda sesuai dengan perbedaan kondisi. Sebagian orang kunjungannnya membuat senang orang yang sakit dan berat baginya kalau tidak melihatnya setiap hari. Maka mereka dianjurkan selalu membesuknya selagi tidak ada indikasi orang yang sakit tidak menyukai hal itu. (Hasyiyah Ibnu Qosim, (3/12).

Jangan duduk lama pada orang yang sakit

Selayaknya jangan duduk lama saat membesuk orang sakit. Hendaknya kunjungannya dipercepat agar tidak meberatkannya, atau memberatkan keluarganya. Karena orang sakit terkadang melewati kondisi atau waktu dimana dia kesakitan dari penyakitnya. Atau melakukan sesuatu yang tidak senang dilihat seorangpun. Maka memperlama duduk di sisinya dapat membuatnya tidak nyaman. Kecuali dia melakukan hal itu karena ada tanda-tanda, karena sebagian orang sakit senang kepada sebagian orang duduk lama bersamanya. (Hasyyah Ibnu Qosim, 3/12, Syarh Mumti, 5/174)

Waktu kunjungan

Sementara waktu kunjungan, tidak ada dalam sunah yang menunjukkan pengkhususan waktu tertentu. Ibnu Qoyim mengatakan, “Nabi sallallahu alaihi wa sallam tidak mengkhususkan suatu hari juga suatu waktu untuk membesuk. Bahkan dianjurkan kepada umatnya melakukan hal itu siang dan malam dan seluruh waktu.” (Zadul Ma’ad, (1/497).

Dahulu sebagian ulama salaf mengunjungi orang sakit permulaan siang atau permulaan sore agar para malaikat mendoakan dalam waktu yang lebih lama. Mengamalkan hadits tadi:

 

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَعُودُ مُسْلِمًا غُدْوَةً إلا صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُمْسِيَ , وَإِنْ عَادَهُ عَشِيَّةً إلا صَلَّى عَلَيْهِ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ حَتَّى يُصْبِحَ وَكَانَ لَهُ خَرِيفٌ فِي الْجَنَّةِ

“Tidaklah seorang muslim mengunjungi saudara muslim waktu pagi melainkan tujuh puluh ribu Malainkan mendoakannya sampai sore. Dan kalau mengunjungi sore, maka tujuh puluh ribu Malaikat mendoakan sampai pagi. Dan dia  memiliki taman surga.”

Akan tetapi hendaknya memperhatikan kondisi orang sakit dan berlemah lembut kepadanya. Maka tidak layak orang yang berkunjung memilih waktu yang paling tepat baginya namun hal itu memberatkan orang yang sakit atau keluarganya. Maka hendaknya dikoordinasikan dengan (membuat) kesepakatan dengan orang yang sakit sendiri atau keluarganya.

Bisa jadi banyaknya kunjungan orang kepada orang sakit tanpa memperhatikan lamat tidaknya dalam berkunjung dan memilih waktu yang tepat, menjadi sebab bertambah sakitnya.

Doa untuk orang sakit

Selayaknya berdoa untuk orang sakit dengan apa yang Terdapat ketatapan dalam sunah:

لا بأس ، طهور إن شاء الله (رواه البخاري)

“Tidak mengapa, sembuh insyaallah.” (HR. Bukhari)

Mendoakan kesembuhan untuknya tiga kali. Dimana Nabi sallallahu alaihi wa sallam telah mengunjungi Sa’d bin Abi Waqqos dan berdoa:

اللهم اشف سعداً ، ثلاثاً  (رواه البخاري، رقم 5659 ومسلم، رقم 1628 )

“Ya Allah beri kesembuhan kepada Sa’d. (Beliau baca sebanyak tiga kali).” (HR. Bukhari, no. 5659 dan Muslim, no. 1628)

Biasanya Nabi sallallahu alaihi wa sallam mengusap dengan tangan kanannya kepada orang yang sakit seraya mendoakan:

أَذْهِبْ الْبَاسَ رَبَّ النَّاسِ , وَاشْفِ أَنْتَ الشَّافِي , لا شِفَاءَ إِلا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لا يُغَادِرُ سَقَمًا  (رواه مسلم، رقم 2191)

“Wahai Tuhan manusia hilangkan sakitnya. Sembuhkanlah, Engkau Maha Pemberi kesembuhan. Tidak ada kesembuhan melainkan kesembuhan dari-Mu. Kesembuhan yang tidak meninggalkan kepayahan.” (HR. Muslim, no. 2191)

Dalam riwayat Ahmad dan Abu Dawud, no. 3106 sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ عَادَ مَرِيضًا لَمْ يَحْضُرْ أَجَلُهُ فَقَالَ عِنْدَهُ سَبْعَ مِرَارٍ : أَسْأَلُ اللَّهَ الْعَظِيمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ أَنْ يَشْفِيَكَ إِلا عَافَاهُ اللَّهُ مِنْ ذَلِكَ الْمَرَضِ  (صححه الألباني في صحيح أبو داود)

“Siapa yang mengunjungi orang sakit selagi belum datang ajalnya seraya berdoa di sisinya sebanyak tujuh kali;

أَسْأَلُ اللَّهَ الْعَظِيمَ رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ أَنْ يَشْفِيَكَ

“Aku memohon kepada Allah yang Maha Agung Pemilik Arsy yang Agung, semoga Dia menyembuhkan             anda”
Melainkan Allah akan menyembuhkannya dari penyakit itu.” (Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abu Dawud)

Selayaknya menanyakan tentang kondisinya, bagaimana kondisi anda? apa yang anda rasakan? Dan semisal itu. Terdapat ketetapan hal itu dari Nabi sallallahu alaihih wa sallam. Diriwayatkan oleh Tirmizi, (983) dinyatakan hasan oleh Albany.

Terdapat ketetapan hal itu dari Aisyah dalam shahih Bukhari ketika mengunjungi Abu Bakar dan Bilal radhiallahu anhuma.

Hendaknya meringankan beban pasien, hal ini dikuatkan oleh sabda Nabi sallallahu alaihi wa sallam, “Tidak mengapa, sehat insyaallah.” Selayaknya meringankan apa yang dirasakan, diberi kabar gembira dengan mendapatkan kesembuhan dan kesehatan insyaallah. Karena hal itu menentramkan jiwa orang yang sakit.  Silahkan lihat ‘Syarh Al-Mumti’, 5/171-176.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam