Rabu 27 Rabi'uts Tsani 1446 - 30 Oktober 2024
Indonesian

Hukuma Pakaian Dari Segi Warnanya

Pertanyaan

Apa maksud dari jubah Al Mu’ashfar (warna kuning dari tumbuhan) di dalam hadits? Apakah boleh memakai jubah nabati atau sukkari? Adakah dalil yang melarangnya ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

  • Hukum asal dari pakaian adalah mubah, karena Allah ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي الأَرْضِ جَمِيعاً ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاء فَسَوَّاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

سورة البقرة: 29

  • Dialah (Allah) yang menciptakan segala yang ada di bumi untukmu, kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al Baqarah: 29)

Dan Allah telah memberikan kepada kita dengan menjadikan bagi kita pakaian yang bisa dipakai, seraya berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاساً يُوَارِي سَوْءَاتِكُمْ وَرِيشاً وَلِبَاسُ التَّقْوَىَ ذَلِكَ خَيْرٌ ذَلِكَ مِنْ آيَاتِ اللّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

سورة الأعراف: 26

“Wahai anak cucu Adam, sungguh Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan bulu (sebagai bahan pakaian untuk menghias diri). (Akan tetapi,) pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu merupakan sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Allah agar mereka selalu ingat”. (QS. Al A’raf: 26)

Barangsiapa mengklaim dengan mengharamkan jenis, warna tertentu dari pakaian, maka dia dituntut menghadirkan dalil yang jelas akan hal itu.

  • Para ulama telah berbeda pendapat pada hukum pakaian orang laki-laki pada 3 warna:
  1. Warna merah polos yang tidak terkombinasi dengan warna lain. Adapun warna merah yang terkombinasi dengan warna lainnya, maka para ulama telah bersepakat kebolehannya. Telah dijelaskan sebelumnya pada jawaban soal no. 8341.
  2. Yang diwarnai dengan ‘Ashfar (tumbuhan untuk memberikan warna merah), adapun yang diwarna merah tapi tidak dengan tumbuhan tersebut, maka masuk pada masalah sebelumnya.
  3. Yang diwarnai dengan za’faran (tumbuhan untuk warna kuning), adapun yang diwarnai kuning tidak dengan za’faran, para ulama telah bersepakat menyatakan boleh.

Adapun hukum memakai jubah mua’ashfar, maka para ulama berbeda pendapat menjadi tiga pendapat:

Pertama: Haram, ini mazdhabnya zahiriyah dan yang dipilih oleh Ibnul Qayyim.

Dalil mereka adalah apa yang telah diriwayatkan oleh Muslim (2077) dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash berkata:

رَأَى رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ – عَلَيَّ ثَوبَينِ مُعَصفَرَينِ فَقَالَ: إِنَّ هَذِهِ مِن ثِيَابِ الكُفَّارِ فَلا تَلبَسهَا

“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah melihat saya dengan jubah mu’ashfar, lalu bersabda: “Sungguh jubah seperti ini termasuk jubahnya orang kafir, maka jangan dipakai”.

Dan di dalam riwayat lain:

أَأُمُّكَ أَمَرَتكَ بِهَذَا ؟ قُلتُ : أَغسِلُهُمَا ؟ قَالَ : بَل احرِقهُما

“Apakah ibumu yang telah menyuruhmu untuk itu?”, saya jawab: “Apa perlu saya cuci?” Beliau bersabda: “Bakar saja keduanya”.

Dan yang telah diriwayatkan oleh Muslim (2078) Dari Ali –radhiyallahu ‘anhu-:

عن علي - رضي الله عنه - : أَنَّ رَسُولَ اللهِصَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ – نَهَى عَن لُبسِ المُعَصفَرِ

“Bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah melarang untuk memakai pakaian mu’ashfar.”

Pendapat kedua: Makruh. Hal ini dinyatakan oleh Hanafiyah dan Malikiyah, dan termasuk riwayat yang dijadikan pegangan oleh Hanabilah.

Mereka berkata: “Larangan di atas dibawa kepada makruh saja; berdasarkan yang telah riwayat Al Barra’ bin ‘Aazib –radhiyallahu ‘anhu-, dia berkata:

رَأَيتُ النَّبِيَّ – صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ – فِي حُلَّةٍ حَمرَاءَ (رواه البخاري، رقم 3551،  ومسلم، رقم 2337)

“Saya telah melihat Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- memakai pakaian merah”. (HR. Bukhari: 3551 dan Muslim: 2337)

Pendapat ketiga: Boleh, hal ini merupakan madzhab Syafi’iyah.

(Al Majmu’: 4/450, Al Mughni: 2/299, Al Muhalla: 4/69, Tahdzib Sunan Abi Daud: 11/117, Hasyiyah Ibni ‘Abidin: 5/228)

Pendapat yang kuat –wallahu A’lam- adalah pendapat yang mengharamkannya. Hal itu karena hukum asal pada larangan adalah haram, adapun bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- memakai warna merah, hal itu warnanya tidak karena ‘ashfar, akan tetapi terwarnai oleh warna merah tapi dengan selain ashfar. (Lihat: Ma’alim as Sunan: 4/179)

Adapun jubah yang terwarnai dengan Za’faran, para ulama berbeda pendapat menjadi tiga pendapat juga, yang paling benar adalah pendapatnya Syafi’iyah dan salah satu riwayat dari Hanabilah, yaitu diharamkan bagi laki-laki untuk memakai pakaian yang mengandung za’faran, dalil akan hal ini adalah dari Anas –radhiyallahu ‘anhu- berkata:

نَهَى رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ – أَن يَتَزَعفَرَ الرَّجُلُ  (رواه البخاري، رقم 5846 ومسلم، رقم 2101(

“Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah melarang seorang laki-laki untuk memakai pakaian dengan pewarna mengandung za’faran”. (HR. Bukhari: 5846 dan Muslim: 2101)

Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- berkata:

“Pendapat yang benar adalah bahwa memakai mu’ashfar (pakaian diwarna dengan ‘ashfar) adalah haram bagi laki-laki, dan yang diwarnai dengan za’faran sama saja”. (As Syarhu Al Mumti’: 2/218)

(Lihat: At Tamhid: 2/180, Al Inshaf: 1/481, Al Muhalla: 4/76, Al Majmu’: 4/449, Hasyiyatu Ibni ‘Abidin: 5/228, Al Mughni: 2/299)

  • Apa yang tersisa dari selain warna-warna ini dari pakaian, para ulama tidak ada yang berbeda pendapat akan kebolehannya. Bahkan mereka menukil kesepakatan atasnya, di antaranya adalah: An Nawawi berkata di dalam Al Majmu’ (4/337), dia berkata,

“Boleh memakai jubah putih, merah, kuning, hijau, bergaris, dan yang lainnya dari warna-warna baju, dan tidak ada perbedaan dalam masalah ini, dan tidak ada hal yang dibenci dalam hal ini”.

Terdapat di dalam Al Mausu’ah Al Fiqhiyah (6/132-136):

“Para ahli fikih telah sepakat disunahkannya memakai jubah yang warna putih. Para ahli fikih juga telah sepakat dibolehkannya memakai warna kuning, selama tidak karena ‘ashfar dan za’faran”.

Sebagaimana juga bagi seorang wanita, dia boleh memakai warna apa saja –selama tidak tampak auratnya bagi orang non mahram. Mereka yang menyatakan haramnya mu’ashfar dan yang dengan za’faran atau lainnya, itu dikhususkan bagi laki-laki”.

Ibnu Abdil Bar berkata di dalam At Tamhid (16/123):

“Adapun para wanita, maka para ulama tidak ada yang berbeda pendapat akan dibolehkannya memakai mu’ashfar (kuning), mufaddam (merah cerah), muwarrad (merah pudar) dan mumasyaq (merah tanah liat)”.

  • Bahwa warna nabati dan sukkari termasuk warna yang dibolehkan, dan tidak ada dalil yang mengharamkannya. Kecuali jika warnanya diambilkan dari ashfar dan za’faran, maka ketika itu dia menjadi haram memakainya bagi laki-laki saja, sebagaimana pendapat yang kuat dari pendapat para ulama.

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam