Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Pentingnya “Al Quds” Bagi Kaum Muslimin Dan Apakah Orang Yahudi Memiki Hak Atasnya

Pertanyaan

Sebagai seorang muslim, saya terus menerus mendengar bahwa kota “Al Quds” penting bagi kita. Namun apa sebabnya?, saya juga mengetahui bahwa Nabi Ya’qub –‘alaihis salam- yang membangun Masjid al Aqsha di kota tersebut dan Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah menjadi imam shalat bagi para Nabi dan Rasul sebelumnya, yang menguatkan akan persatuan risalah dan sumber wahyu mereka semua. Apakah ada sebab utama yang lain yang menunjukkan pentingnya kota tersebut? atau disebabkan karena kami bermuamalah dengan orang-orang yahudi? Nampaknya bagi saya yahudi lebih banyak memiliki kesempatan di kota ini.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama: Pentingnya Baitul Maqdis

Ketahuilah –semoga Allah merahmati anda- bahwa keutamaan Baitul Maqdis banyak sekali:

1.Bahwa Allah menyatakan dalam al Qur’an bahwa Baitul Maqdis adalah tempat yang diberkahi. Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman:

سبحان الذي أسرى بعبده ليلاً من المسجد الحرام إلى المسجد الأقصى الذي باركنا حوله (سورة الإسراء: 1)

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya”. (QS. Al Isra’: 1)

al Quds adalah daerah sekitar Masjidil Aqsha, itu sebabnya diberkahi.

2.Allah –Ta’ala- menjadikannya tempat suci dalam firman-Nya melalui lisan Nabi Musa –‘alaihis salam- :

يا قومِ ادخلوا الأرض المقدسة التي كتب الله لكم (سورة المائدة /21) .

“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu”. (QS. Al Maidah: 21)

3.Didalamnya terdapat Masjidil Aqsham, mendirikan shalat di sana sama dengan 250 kali shalat.

Dari Abu Dzar –radhiyallahu ‘anhu- berkata: Ketika kami berada di majelis Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, ada yang bertanya: Mana yang lebih utama Masjid Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- atau Baitul Maqdis?, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

صلاة في مسجدي أفضل من أربع صلوات فيه ولنعم المصلى هو ، وليوشكن أن يكون للرجل مِثْل شطن فرسه من الأرض حيث يَرى منه بيت المقدس ; خير له من الدنيا  جميعاً (رواه الحاكم ،  4 / 509  وصححه ووافقه الذهبي والألباني كما في " السلسلة الصحيحة " في آخر الكلام على حديث رقم ،  2902 ).

“Mendirikan shalat di masjidku lebih baik dari 4 kali shalat di dalamnya, dan alangkah baiknya orang yang shalat tersebut. Hampir saja seseorang mendapatkan tanah seperti panjangnya tali kekang kudanya dengan melihat Baitul Maqdis: Lebih baik baginya dari pada dunia semuanya”. (HR. al Hakim, 4/509, Dishahihkan dan disetujui oleh Adz Dzahabi dan al Baani dalam “As Silsilah ash Shahihah” diakhir pembahasan hadits nomor: 2902)

Shalat di Masjid Nabawi sama dengan 1000 kali shalat, dan di Masjidil Aqsha sama dengan 250 kali shalat.

Sedangkan hadits yang terkenal bahwa shalat di Masjidil Aqsha sama dengan 500 kali shalat adalah hadits dha’if. (Baca: “Tamamul Minnah” Syeikh al Baani –rahimahullah-, hal: 292)

4.Bahwa Si mata satu Dajjal tidak mampu memasuki Baitul Maqdis, berdasarkan hadits:

وإنه سيظهر على الأرض كلها إلا الحرم وبيت المقدس ) رواه أحمد  19665 ، وصححه ابن خزيمة  2 / 327  وابن حبان  7 / 102 ) .

“…Bahwasanya (Dajjal) akan muncul di muka bumi semuanya kecuali di Masjidil Haram dan Baitul Maqdis”. (HR. Ahmad 19775, dan dishahikan oleh Ibnu Khuzaimah: 2/327 dan Ibnu Hibban: 7/102)

5.Dajjal terbunuh didekat Baitul Maqdis, dibunuh oleh Nabi Isa bin Maryam –alaihis salam-, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits:

يَقتل ابنُ مريم الدجالَ بباب لُدّ ) رواه مسلم ( 2937 ) من حديث النواس بن سمعان(

“Ibnu Maryam akan membunuh Dajjal di pintu “Ludd”. (HR. Muslim 2937 dari hadits an Nuwas bin Sam’an)

“Ludd” adalah tempat dekat dengan Baitul Maqdis.

6.Bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- diperjalankan malam hari dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha, Allah –Ta’ala- berfirman:

سبحان الذي أسرى بعبده ليلاً من المسجد الحرام إلى المسجد الأقصى )سورة الإسراء : 1 ) .

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha”. (QS. al Isra’: 1)

7.Baitul Maqdis adalah qiblat pertama umat Islam, sebagaimana hadits Bara’ –radhiyallahu ‘anhu- bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- shalat menghadap ke Baitul Maqdis selama 16 atau 17 bulan”. (HR. Bukhori 41, dan Muslim 525).

8.Bahwa di sana tempat turunnya wahyu dan kota para Nabi, hal ini sudah tidak asing lagi.

9.Adalah termasuk salah satu dari tiga masjid yang dibolehkan untuk bersengaja pergi kesana (dengan niat ibadah).

Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu- dari Nabi –shallahu ‘laihi wa sallam- bersabda:

لا تشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد المسجد الحرام ومسجد الرسول صلى الله عليه وسلم ومسجد الأقصى )رواه البخاري  1132  ومسلم  827 من حديث أبي سعيد الخدري بلفظ " لا تشدوا الرحال إلا …(

“Tidak boleh bersengaja bepergian kecuali kepada tiga masjid: al Masjidil Haram, dan Masjid Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan Masjidil Aqsha”. (HR. Bukhori 1132, dan Muslim  827, dari hadits Abi Sa’id al Khudri’, dengan redaksi: “Janganlah kalian bersengeja melakukan perjalanan kecuali…”.

Bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjadi imam shalat para Nabi dalam satu kali shalat yang disebutkan dalam hadits yang panjang:

.. فحانت الصلاة فأممتهم ) رواه مسلم ( 172 )  من حديث أبي هريرة (

“…. Dan ketika masuk waktu shalat, maka saya (Rasulullah) menjadi imam”. (QS. Muslim 172 dari Hadits Abu Hurairang)

Tidak boleh melakukan safar ke daerah tertentu dengan tujuan ibadah, kecuali pada tiga masjid tercebut.

Kedua:

Ketika diketahui bahwa Nabi Ya’qub –‘alaihis salam- yang membangun Masjidil Aqsha, hal tersebut tidak menandakan orang-orang yahudi yang lebih berhak dengan masjid tersebut dari pada umat Islam; karena Ya’qub seorang yang muwahhid sedangkan mereka adalah kaum yang musyrik. Jadi masjid tersebut tidak serta merta menjadi hak orang-orang yahudi; karena Ya’qub membangun agar orang-orang yang bertauhid bisa mendirikan shalat di sana meskipun bukan termasuk garis keturunan beliau, dan mereka yang musyrik harus dicegah meskipun termasuk garis keturunan beliau; karena dakwah para Nabi bukanlah bersifat garis keturunan, akan tetapi berdasarkan ketaqwaan.

Ketiga:

Sedangkan perkataan anda: “Bahwa Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah menjadi imam shalat bagi para Nabi dan Rasul sebelumnya, yang menguatkan akan persatuan risalah dan sumber wahyu mereka semua”. Ini benar dari sisi asal agama para Nabi dan aqidah mereka; karena para Nabi sumbernya satu. yaitu; wahyu Allah, aqidah mereka adalah aqidah tauhid, meskipun rincian hukum syari’at masing-masing dari mereka berbeda. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- :

أنا أولى الناس بعيسى ابن مريم في الدنيا والآخرة والأنبياء إخوة لِعَلاَّت أمهاتهم شتى ودينهم واحد )رواه البخاري  3259 ومسلم  2365 )

“Saya adalah orang yang paling berhak dengan Isa bin Maryam di dunia dan akherat, para Nabi (satu sama lain) adalah saudara seayah, ibu mereka banyak, agama mereka satu”. (HR. Bukhori 3259 dan Muslim 2365)

Dan disini kami mengingatkan jangan sampai meyakini bahwa Yahudi, Nasrani dan Islam berasal dari sumber yang sama sekarang; karena orang yahudi telah merubah agama Nabi mereka, bahkan sebenarnya dalam ajaran Nabi mereka seharusnya mereka mengikuti Nabi kita dan tidak mengingkarinya. Kenyataannya sekarang mereka tidak beriman dengan kenabian Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahkan mereka mengerjakan kesyirikan.

Keempat:

Orang-orang yahudi sebenarnya tidak pernah memiliki kesempatan untuk menduduki al Quds; karena tanah meskipun mereka tinggal di sana sejak lama, namun pada hakekatnya al Quds sudah menjadi milik kaum muslimin ditinjau dari dua sisi:

1.Karena orang-orang Yahudi mereka tidak beriman  dan tidak mau kembali kepada agama kaum mukminin dari Bani Israil yang mengikuti dan menolong Nabi Musa dan Nabi Isa –‘alaihimas salam-.

2.Bahwasanya kita umat Islam lebih berhak dengan al Quds dari pada mereka, karena tanah (bumi) bukanlah milik mereka yang menghuni pertama kali, akan tetapi miliki mereka yang menegakkan hukum-hukum Allah di atasnya, karena Allah telah menciptakan bumi dan manusia agar mereka beribadah kepada-Nya di atas bumi tersebut, dan menegakkan agama, syari’at dan hukum-hukum-Nya. Allah –Ta’ala- berfirman:

 إن الأرض لله يورثها من يشاء من عباده والعاقبة للمتقين  ( سورة الأعراف /128 )

          “Musa berkata kepada kaumnya: "Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah; sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah; dipusakakan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa". (QS. Al A’raf: 128)

Oleh karenanya jika ada sekelompok orang arab yang tidak beragama Islam, mereka menghukuminya dengan kafir dan diperangi sampai  mereka mau tunduk kepada hukum Islam atau dibunuh.

Permasalahan ini bukanlah permasalahan bangsa dan keturunan, namun permasalahan tauhid dan Islam.

Kami nukilkan beberapa pendapat penulis di antaranya:

“Sejarah membuktikan yang pertama kali bertempat tinggal di Palestina adalah Al Kan’aniyun 6000 tahun sebelum masehi. Mereka adalah kabilah Arab yang berhijrah dari Jazirah Arab, dan dinamakan Palestina dengan nama mereka setelah mereka bertempat tinggal di sana”. (“Ash Shahyuniyah, Nasy’atuha, Tandzimatuha, Ansyithatuha” karangan al ‘Iwadhi: 7)

Sedangkan orang-orang Yahudi awal masuknya mereka ke Palestina sekitar 600 tahun setelah masuknya Ibrahim, tepatnya sekitar tahun 1400 sebelum masehi. Jadi Kan’aniyun telah memasuki Palestina dan bertempat tinggal di sana sebelum Yahudi sekitar 4500 tahun”. (“Ash Shahyuniyah, Nasy’atuha, Tandzimatuha, Ansyithatuha” karangan al ‘Iwadhi: 8)

Kalau demikian, maka sebenarnya Yahudi tidak berhak atas tanah Palestina, tidak juga hak secara agama, juga tidak hak yang pertama kali bertempat tinggal di sana dan kepemilikan tanah. Jadi mereka sebenarnya merampas dan melampaui batas. Kita semua memohon kepada Allah agar Baitul Maqdis segera dibebaskan dengan segera, karena Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sangat mungkin untuk mengijabahi semua do’a.

walhamdulillahi Rabbil ‘Alamiin.

Refrensi: Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid