Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

MENGAKHIRKAN QADHA SAMPAI MEMASUKI RAMADAN KEDUA, APAKAH DIHARUSKAN MEMBAYAR FIDYAH SEBELUM MENGQADHANYA?

Pertanyaan

Salah seorang saudari memasuki Ramadan, padahal dia mempunyai tanggungan enam hari untuk Ramadan sebelumnya. Setelah selesai Ramadan kedua, dia bertanya kepadaku apa yang seharusnya dia lakukan. Setelah saya bertanya dan membaca, saya katakan kepadanya bahwa dia harus mengqadha dan membayar fidyah untuk setiap harinya. Kami mengeluarkan 1,5 Kg dari gandum untuk setiap harinya. Kami telah keluarkan fidyah untuk enam hari secara langsung untuk orang yatim tetangga kami. Perlu diketahui bahwa dia masih belum menyempurnakan qadha hari-hari yang harus diselesaikan. Apakah kadar fidyah seperti ini benar? Apakah mengeluarkannya sebelum qadha termasuk sah?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama,

Fidyah tidak diberikan kecuali untuk orang-orang fakir dan miskin. Dengan demikian, kalau orang yatim tersebut termasuk fakir, maka dibolehkan memberikan kepadanya. Kalau mereka termasuk kaya, maka tidak diperkenankan memberikan kepadanya. Dan anda harus mengeluarkannya lagi. Sungguh tepat anda mengeluarkan makanan, ini adalah asal kewajiban yang Allah perintahkan berupa makanan. Fidyah tidak diperkenankan dengan uang. Pendapat mengeluarkan makanan ini termasuk dalam kafarat sumpah, zihar, zakat fitrah dan lainnya yang Allah wajibkan untuk mengeluarkan makanan. 

Kedua,

Adapun terkait dengan asal masalah, yaitu memberi makanan dengan qadha bagi orang yang telah memasuki Ramadan lagi sementara dia belum mengqhada hari-hari yang harus dilaksanakan. Para ulama berbeda pendapat, kami telah jelaskan perbedaan tersebut di soal jawab no. 26865. Dan kami telah jelaskan disana bahwa mengakhirkan qhada sampai datang Ramadan lagi, kalau karena ada uzur seperti terus menerus sakit, bepergian, mengandung atau menyusui, maka dia tidak diharuskan kecuali mengqhada saja. Kalau tanpa uzur, maka orang yang mengakhirkan diharuskan bertaubat dan beristigfar. Menurut mayoritas ulama, dia harus memberi makanan satu hari untuk satu orang miskin disertai dengan qhada. Disana telah kami sebutkan bahwa pendapat yang kuat adalah tidak diwajibkannya fidyah kecuali kalau dia lakukan hal itu sebagai bentuk kehati-hatian, maka hal itu bagus sekali.

Kami juga telah jelaskan disana ada masalah tambahan, yaitu apa yang ada dalam pertanyaan anda, bahwa dibolehkan memberikan fidyah sebelum memulai qhada, karena fidyah terkait dengan pengakhirkan qhada bukan terkait dengan memulai qhada. Dengan demikian, maka dibolehkan mengeluarkan fidyah untuk hari yang akan dia puasa sebagai qhada baik sebelum maupun sesudahnya.

Terdapat dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 28/76: "Dan qhada Ramadan dapat dilaksanakan secara terpisah. Akan tetapi jumhur (mayoritas ulama) memberikan batasan jika tidak terlewatkan waktu qhadanya dengan datangnya Ramadan lagi. Berdasarkan perkataan Aisyah radhiallahu’anha, "Biasanya saya mempunyai tanggungan Ramadan, saya tidak mampu mengqhadanya kecuali di bulan Sya’ban. Karena kedudukan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam." Sebagaimana tidak diperkenankan mengakhirkan shalat pertama ke shalat kedua.

Menurut jumhur, tidak diperkenankan mengakhirkan qhada Ramadan sampai memasuki ramadan lain tanpa ada uzur, maka dia berdosa. Berdasarkan hadits Aisyah radhiallahu’anha ini. Kalau dia akhirkan, maka dia harus membayar fidyah. Yaitu memberi makan satu orang miskin untuk satu hari. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Abu Hurairah radhiallahu’anhum mereka mengatakan bagi orang yang mempunyai kewajiban puasa, dan belum berpuasa sampai mendapatkan ramadan lagi, maka dia harus mengqhada dan memberi makanan kepada satu orang miskin untuk satu harinya. Fidyah ini karena mengakhirkannya. Diperbolehkan memberi makanan sebelum qhada, bersama atau sesudahnya."

Yang lebih utama – bagi orang yang berpendapat kewajiban fidyah karena mengakhirkan atau yang berpendapat untuk kehati-hatian – memberikannya sebelum qhada, karena bersegera dalam kebaikan dan menghindari sebab penundaan, seperti  lupa.

Al-Mardawi Al-Hanbali rahimahullah berkata, "Memberi makanan diterima seperti kafarat. Dibolehkan memberi makanan sebelum mengqhada, atau bersama atau sesudahnya. Al-Majd –yakni Ibnu Taimiyah kakeknya Syaeikhul Islam – berkata, ‘Yang lebih utama adalah dilakukan lebih dahulu menurut kami, karena bersegera melakukan kebaikan, dan menghindar dari penyakit menunda-nunda."

(Al-Inshaf, 3/333)

Wallahu’alam .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam