Jum'ah 26 Jumadits Tsani 1446 - 27 Desember 2024
Indonesian

Perbedaan Antara Menunaikan Haji Dan Duduk Setelah Fajar Yang Pahalanya Haji Sempurna

Pertanyaan

Apa perbedaan antara haji dengan duduk setelah shalat Fajar hingga matahari terbit, kemudian shalat dua rakaat sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, bahwa siapa yang melakukan hal itu, maka baginya pahala haji sempurna, sempurna, sempurna.

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Duduk setelah shalat Shubuh hingga matahari terbit dan shalat dua rakaat, terdapat riwayat dari sabda Nabi shallallahu alaih wa salla,

مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ , تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ  (رواه الترمذي، رقم 586)

"Siapa yang shalat Shubuh berjamaah, kemudian duduk berzikir kepada Allah hingga matahari terbit, kemudian duduk dua rakaat, maka baginya pahala bagaikan pahala haji dan umrah, sempurna, sempurna dan sempurna." (HR. Tirmizi, no. 586)

Hadits ini diperdebatkan keshahihannya. Sebagian ulama menyatakan dhaif, sedangkan yang lain menyatakan hasan. Di antara yang menyatakan hasan adalah Syekh Al-Albany rahimahullah dalam Shahih Sunan Tirmizi.

Syekh Ibn Baz rahimahullah berkata, "Hadits ini memiliki banyak jalur periwayatan yang wajar, maka kami menganggapnya sebagai hadits hasan lighairihi. Maka shalat ini disunahkan setelah matahari terbit dan telah meninggi seukuran tombak. Atau sekitar sepertiga atau seperempat jam kurang lebih setelah terbit." (Fatawa Syekh Ibn Baz, 25/171)

Zahir hadits ini menunjukkan bahwa siapa yang melakukan hal itu, maka baginya pahala haji dan umrah sempurna dan sempurna. Ini merupakan karunia Allah bagi siapa yang dikehendaki.

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, "Terdapat riwayat dalam hadits, 'Siapa yang duduk di tempat shalatnya setelah shalat Fajar hingga matahari terbit, maka baginya bagaikan haji dan umrah, sempurna, sempurna.' Atau seperti itu. Apakah maknanya adalah bahwa siapa yang melakukan hal itu, aka baginya pahala haji dan umrah, atau bagaimana?

Beliau menjawab;

"Pertama, bahwa hadits ini dipertentangkan keshahihannya. Banyak ulama hadits yang menyatakan dhaif. Kedua: Kalaupun hadits ini dianggap shahih, maka pahala tidak dapat dibanding-bandingkan. Seseorang dapat saja diberi pahala besar atas amalan yang sedikit. Karena pahala merupakan keutamaan Allah Azza wa Jalla, Dia memberikannya kepada siapa yang Dia kehendaki."

(Al-Liqa Asy-Syahri, 74/22)

Adapun perbedaan antara duduk tersebut dengan menunaikan haji dan umrah, maka menunaikan haji adalah mengeluarkan harta, menggerakkan badan dan menanggung beban berat dan dia merupakan kewajiban bagi yang kuat dan mampu, serta salah satu rukun Islam. Maka duduknya orang tersebut untuk zikir dan shalat, menyerupai haji dalam hal pahalanya. Maknya bukan bahwa orang yang telah melakukan hal itu dia telah menunaikan haji dan telah gugur kewajibannya.

Perbandingan hal tersebut adalah, Siapa yang mengucapkan

لا إله إلا الله وحده لا شريك له

Dalam sehari sebanyak seratus kali, maka dia bagaikan memerdekakan sepuluh orang budak. Seandainya dia memiliki kafarat sumpah (di antaranya dengan memerdekakan budak), lalu dia membaca zikir tersebut, maka hal tersebut tidak dianggap.

Dikenal sebuah perkataan ulama dalam bab ini,

المشابهة في الجزاء ، لا في الإجزاء .

Keserupaan dalam balasan, bukan dalam keabsahan.

Yang dimaksud hadits ini adalah dorongan untuk berzikir kepada Allah Ta'ala serta duduk di masjid hingga matahari terbit dan menunaikan shalat dua rakaat setelah itu.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam