Alhamdulillah.
Pertama, seseorang tidak diperkenankan melewati diantara orang yang shalat kecuali dibelakang sutrah (pembatas dalam shalat). Atau melewati jauh darinya dibelakang tempat sujudnya dikala tidak mempergunakan sutrah (pembatas shalat). Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhori, 510 dan Muslim, 507 sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
( لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيْ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ ) قَالَ أَبُو النَّضْرِ : لَا أَدْرِي ، أَقَالَ أَرْبَعِينَ يَوْمًا أَوْ شَهْرًا أَوْ سَنَةً ؟
“Kalau sekiranya orang yang melewati diantara orang shalat mengetahui apa yang (akan menimpanya), maka berdiri selama empat puluh lebih baik dibandingkan melewati diantara (orang shalat). Abu Nasr berkata, saya tidak tahu apakah mengatakan empat puluh hari, bulan atau tahun?. Dan seharusnya orang yang shalat menghalangi orang yang lewat di antara dia. Sebagaiamana diriwayatkan oleh Bukhori, 509 dan Muslim, 505 dari Abu Said AL-Khudri radhiallahu’anhu berkata, saya mendengar Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنْ النَّاسِ فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلْيَدْفَعْهُ ، فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ ، فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ
“Kalau salah seorang diantara kamu shalat kepada sesuatu sebagai penghalang dari orang, dan seseorang ingin melewati diantaranya, maka tahanlah ia. Kalau dia membangkang , maka tahan dengan kuat karena sesungguhnya dia adalah syetan.”
Kedua, lewatnya wanita diantara orang yang shalat antara dia dengan sutrah (pembatas shalat) itu (dapat) memutus shalat. Kalau yang shalat sebagai imam atau sendirian. Sementara kalau makmum tidak (terputus shalatnya). Karena sutrah (pembatas shalat) imam itu sutrah bagi makmumnya. Silahkan melihat penjelasan hal itu di soal jawab no. 3404.
Ketiga, sekelompok ahli ilmu mengecualikan Masjidil Haram, mereka memberikan keringanan kepada orang melewati diantara orang yang shalat. Mereka berpendapat bahwa wanita dan yang lainnya melewati diantara orang yang shalat tidak memutuskan shalatnya.
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata di ‘Mugni, 2/40. Tidak mengapa menunaikan shalat di Mekkah tanpa sutrah. Diriwayatkan hal itu dari Ibnu Zubair, ‘Atho’ dan Mujahid. Al-Atsram berkata, dikatakan kepada Ahmad:”Seseorang shalat di Mekkah tanpa membuat sutrah sedikitpun juga?, beliau mengatakan, sungguh telah diriwayatkan dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bahwa beliau (pernah) shalat tanpa sutrah antara beliau dengan orang-orang yang thawaf. Ahmad berkomentar, karena Mekkah tidak seperti lainnya. Mekkah seakan-akan (mempunyai hukum ) khusus.
Ibnu Abi Imarah mengatakan:”Saya melihat Ibnu Zubair datang menunaikan shalat. Sementara orang-orang yang thawaf antara beliau dan ka’bah. Seorang wanita melewati diantara beliau, ditungguhnya sampai lewat kemudian beliau menaruh dahinya di tempat kaki (wanita). Diriwayatkan Hanbal di kitab ‘Al-Manasik’. Al-Mu’tar berkata, saya mengatakan kepada Thowus: “Seseorang menunaikan shalat –yakni di Mekkah- kemudian ada yang lewat laki-laki dan wanita diantara beliau, maka beliau berpendapat bahwa negeri ini (Mekkah) mempunyai kondisi tidak seperti negara lain. Hal itu dikarenakan orang banyak yang datang ke Mekkah untuk menyelesaikan manasiknya dan penuh sesak. Kalau orang yang shalat mencegahnya orang yang melewati diantara dia, maka dirasa berat bagi orang-orang. Selesai dengan ringkasan.
Syekh Ibnu Baz rahimahullah ditanya: “Sungguh saya dapatkan hadits yang tetap (shoheh) dan ini teksnya, jikalau salah satu diantara kamu semua dalam shalat. Kemudian lewat di depanmu keledai, anjing hitam atau wanita, maka shalatnya batil (tidak sah). Kalau teks hadits ini shoheh, bagaimana pendapat anda terkait dengan orang-orang yang shalat di Masjidl Haram, para wanita yang sedang thawaf melewati di depan meraka (yang sedang shalat)?. Beliau menjawab, hadits itu shoheh. Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Akan memutuskan shalat seorang muslim dikala antara dia tidak ada (pembatas) seperti keranda unta, yaitu wanita, keledai dan anjing hitam. HR. Imam Muslim di shohehnya. Kalau ada yang lewat diantara orang shalat atau antara dia dengan sutrahnya anjing, keledai atau wanita. Masing-masing bisa memutuskan shalatnya. Begini adanya hadits dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam. Dan ini adalah pendapat yang terkuat diantara ahli ilmu, dimana dalam hal itu ahli ilmu berbeda pendapat. Diantara mereka mentakwilkan maksudnya adalah memutuskan pahala atau memutuskan kesempurnaan. Akan tetapi yang benar adalah memutuskan shalat bahwa hal itu membatalkan (shalat). Akan tetapi yang terjadi di Masjidil Haram, itu dimaafkan menurut ahli ilmu. Karena Masjidil Haram, seseorang tidak memungkinkan menghalanginya dikarenakan penuh sesak apalagi pada musim haji, maka hal ini yang dimaafkan di dalam Masjidil Haram dikecualikan dari keumuman hadits. Apa yang terjadi dengan lewatnya sebagian wanita atau para wanita thawaf diantara orang-orang shalat dalam masjidil haram, tidak berpengaruh dan shalatnya tetap sah. Baik yang sunnah maupun yang wajib. Hal ini yang menjadi acuan bagi ahli ilmu. Selesai dari kitab ‘Fatawa Syekh Baz, 17/152.
Para ulama’ di AL-Lajnah Ad-Daimah Lil ifta’ ditanya:”Apakah diperbolehkan melewati diantara orang yang shalat di masjidi?
Mereka menjawab:”Diharamkan melewati diantara orang yang shalat. Baik dia membuat sutrah maupun tidak, berdasarkan keumuman hadits ‘“Kalau sekiranya orang yang melewati diantara orang shalat mengetahui apa yang (akan menimpanya), maka berdiri selama empat puluh lebih baik dibandingkan melewati diantara (orang shalat). Sekelompok dari kalangan ahli fiqih mengecualikan hal itu, shalat di Masjidil Haram. Maka diberi keringan orang-orang melewati diantara (orang shalat). Dalam riwayat dari Al-Matlab bahwa beliau mengatakan, Saya melihat Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam ketika selesai dari tujuh (putaran thawaf) melangkah sampai searah rukun. Antara beliau dan Tsaqifah kemudian shalat dua rakaat di sisi pinggir tempat thawaf (sementara itu) tidak ada apapun antara beliau dengan thawaf. Hadits ini meskipun lemah sanadnya, akan tetapi dikuatkan dengan apa yang ada dalam atsar (masalah seperti itu). dan berdasarkan keumuman dalil mengangkat kepayahan, karena melarang (orang) melewati diantara orang shalat di Masjidil Haram susah dan seringkali ada masyaqqah (kerepotan). Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 7/82.
Akan tetapi seyogyanya jangan meremehkan masalah sutrah meskipun dalam keramaian, dikala urusannya memungkinkan. Sebagaimana juga tidak selayaknya meremehkan lewat diantara orang yang shalat kecuali waktu terpaksa.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya, Apa hukum orang yang melewati di depan orang shalat terutama di Masjidil Haram baik dari kalangan wanita maupun laki-laki dan memutuskan shalatnya?, beliau menjawab: “Bagi laki-laki tidak memutuskan shalat, akan tetapi seseorang diperintahkan untuk menghalanginya. Sementara wanita, kalau wanita yang sudah balig, (dapat) memutuskan shalat kalau dia melewati antara anda dan sutarah anda. Atau antara anda dengan tempat sujud anda. Kalau anda tidak mempunyai sutrah (pembatas shalat) baik di Masjidil Haram atau masjid lainnya. Kecuali kalau seseorang tidak mendapatkan tempat kecuali di tempat lewatan orang seperti di pintu-pintu, ini dikarenakan terpaksa, maka shalatnya tidak terputus. Karena kalau dia menolak (menghalangi) orang, maka akan banyak gerakan dalam shalatnya (yang bisa) membatalkan shalat. Penanya (berkata), bagaimana kalau mereka berjalan agak jauh dikit. Syekh (menjawab), kalau mereka berjalan agak jauh dibelakang tempat sujudnya, ini tidak apa-apa. Selesai dari ‘Liqa’ AL-Bab Al-Maftuh, 86/11.
Wallahu’alam