Alhamdulillah.
Seorang wanita menyambung kekerabatan dari saudara dan saudarinya termasuk perintah yang sangat ditekankan oleh Syariat. Sebagaimana yang ada dalam Kitab dan Sunnah yang memerintahkan menyambung kekerabatan, dan mengharamkan untuk memutuskannya. Menyambung kekerabatan ini bisa terealisasikan dengan berkunjung, menelpon, bertanya, sesuai dengan kemampuan seseorang untuk dapat melaksanakannya.
Selayaknya jangan mengurangi hubungan kekerabatan yang agung ini, jangan sampai anda melakukan hal itu dengan persaudaraan yang kering karena kezaliman mereka kepada anda. maka anda akan mendapatkan pahala karena tetap menyambung kekerabatan anda. meskipun mereka kurang baik terhadap anda.
Telah diriwayatkan oleh Muslim, (2558) dari Abu Hurairah radhiallahu anhu ada seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, sesunguhnya saya mempunyai kerabat yang saya sambungnya, tapi mereka memutuskan (kekerabatan) denganku. Saya berbuat baik kepadanya, tapi mereka berlaku buruk kepadaku, saya lemah lembut kepadanya sementara mereka pura-pura bodoh terhadap diriku. Maka beliau bersabda:
لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنْ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ
“Kalau memang seperti apa yang anda katakan, maka seperti anda menabur abu panas ke mulut mereka. Dan Allah senantiasa bersama anda dan menolongnya terhadap mereka selagi anda tetap melakukan hal itu.”
Makna kata تسفهم المل adalah memberikan makan abu panas hal ini termasuk menyamakan dengan dosa yang menyertai mereka. Dengan memakan abu panas yang menyakitkan. Dikatakan artinya adalah hal itu mereka memakan kebaikan anda seperti abu yang dapat membakar perut mereka.
Akan tetapi kalau berbicara dengan mereka bertambah menyakitkan dan malah mereka lari, maka anda cukup dengan memberi salam serta sedikit berkunjung dan berbicara, dengan memberi salam dapat menghindari perkara yang dilarang dan mengangkat dosa.
Diriwayatkan oleh Bukhari, no. 6237 dan Muslim, no. 2561 dari Abu Ayyub radhialla anhu dari Nabi sallallahu alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثٍ ، يَلْتَقِيَانِ فَيَصُدُّ هَذَا ، وَيَصُدُّ هَذَا ، وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ
“Tidak dihalalkan seorang muslim menjauhi saudaranya lebih dari tiga (hari). Keduanya bertemu, namun yang satu berpaling dan yang satu lagi berpaling. Yang terbaik adalah yang memulai memberikan salam.”
Ibnu Abdul Bar rahimahullah mengatakan, “Mereka berbeda pendapat terkait dua orang yang saling menjauhi dimana salah satunya memberikan salam kepada temannya, apakah hal itu sudah keluar dari menjauhi atau tidak?’ Diriwayatkan Ibnu Wahb dari Malik sesungguhnya beliau mengatakan, “Kalau dia telah memberikan salam, maka dia dinyatakn telah meninggalkan hajr (menjauhi saudara). Seakan-akan hal ini wallahu’alam merujuk kepada sabda Nabi sallallahu’alaihi wa sallam, “Yang terbaik di antara keduanya adalah yang memulai memberikan salam.” Atau dari perkataan orang yang mengatakan, “Perkara yang dianggap menghentikan hajr (menjauhi) adalah dengan memberikan salam.”
Abu Bakar Al-Atsram mengatakan, “Saya bertanya kepada Imam Ahmad, “Kalau seseorang telah memberikan salam kepadanya (orang yang selama ini dia jauhi), apakah hal itu berarti sudah dianggap dia menghentikan sikap memutus hubungan (hajr)? Maka beliau mengatakan, “Dilihat dahulu dari prilaku dia sebelum dijauhi (hajr), kalau selama ini dia dikenal suka berbicara dan respon terhadapnya, maka yang dianggap telah menghentikan hajr adalah salam yang tidak disertai sikap masa bodoh dan mengabaikan.” (Riwayat Malik. At-Tamhid, 6/127).
An-Nawawi rahimahullah mengatakan dalam ‘Syarh Muslim, “Yang terbaik adalah yang memulai dengan salam.” Maksudnya yang terbaik di antara keduanya. Hal ini menjadi dalil bagi madzhab Syafi’i, Malik dan yang setuju dengan keduanya bahwa salam dapat memutus hajr (menjauhi saudara) dan dapat menghilangkan dosanya.
Wallahu a’lam