Alhamdulillah.
Pertama:
Tanda tangan di atas surat cerai di pengadilan dianggap jatuh talak, sebagaimana fatwa Syeikh Ibnu Jibrin –rahimahullah-. Kami nukilkan fatwa beliau pada jawaban soal nomor: 9593.
Kedua:
Ada banyak rumah tangga yang mengalami masalah antara suami istri, maka keduanya harus berusaha mencari jalan keluar dan menyelesaikan masalahnya dengan nuansa diskusi yang tenang dengan tujuan menjaga keutuhan keluarga dan rumah tangganya.
Anda menyebutkan bahwa istri anda telah menekan anda agar menceraikannya, dia pun telah meninggalkan rumah selama beberapa bulan terakhir, semua itu tidak akan terjadi tanpa ada penyebabnya, dia pasti punya alasan hingga menganggap benar apa yang telah ia lakukan. Bisa jadi alasan-alasannya benar atau salah ?!, maka harus didiskusikan penyebab tersebut dan berusaha menyelesaikannya.
Jika anda berdua belum bisa menyelesaikannya, maka tidak masalah melibatkan salah satu kerabat anda yang bijaksana untuk mendekatkan kedua pendapat yang berbeda agar menjadi penengahnya.
Allah –Ta’ala- telah menyebutkan apabila terjadi konflik dan sengketa antar suami istri dan menjelaskan cara penyelesaiannya.
Tahapan pertama:
Jika istrinya yang salah, maka yang diperlukan adalah memberikan masukan kepadanya, menasehatinya, mendiamkannya, memukulnya dengan pukulan yang tidak sampai parah, jika tetap berkonflik maka masuk pada:
Tahapan kedua:
Masing-masing suami dan istri menghadirkan hakam (mediator) dari kerabat masing-masing, Allah –Ta’ala- berfirman:
( الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا ، وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِّنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِّنْ أَهْلِهَا إِن يُرِيدَا إِصْلَاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا ) النساء /34 – 35
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. An Nisa’: 34-35)
Syeikh Abdurrahman as Sa’di –rahimahullah- berkata di dalam tafsirnya, halaman: 190-191:
“Maksudnya: jika kalian khawatir akan terjadi perpecahan antar suami istri dan saling menjauhi satu sama lain, hingga masing-masing menyendiri, “maka kirimlah seorang hakam (mediator) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan”, maksudnya: dua orang laki-laki, baligh, muslim, adil, berakal, mengetahui inti permasalahannya, mengetahui kapan menggabungkan dan kapan memisahkan keduanya, semua itu disimpulkan dari kata “Hakam”; karena tidak cocok menjadi hakim kecuali yang mempunyai sifat-sifat di atas, keduanya melihat apa saja diperselisihkan oleh suami istri, keduanya mewajibkan apa yang seharusnya dilakukan, jika salah satunya tidak berhasil, keduanya hendaknya meyakinkan pihak yang lain agar menerima nafkah dan akhlaknya. Dan jika memungkinkan untuk diislah dan berkumpul kembali maka keduanya tidak perlu menggantinya dengan yang lain.
Namun jika kondisinya sudah sampai pada titik yang tidak ketemu dan tidak bisa diislah, kecuali berujung dengan saling bermusuhan, bercerai dan bermaksiat kepada Allah, maka kedua mediator di atas hendaknya berpendapat untuk memisahkan keduanya menjadi pilihan yang lebih baik”.
Jika sudah sulit untuk diperbaiki dan tidak menemukan titik temu antara suami istri setelah banyak upaya dilakukan, maka tidak ada jalan lagi kecuali bercerai dengan cara yang baik:
، (فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ) البقرة/229
“Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma`ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”. (QS, Al Baqarah: 229)
Allah –Ta’ala- berfirman:
( وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ وَأُحْضِرَتِ الْأَنفُسُ الشُّحَّ وَإِن تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا ، وَلَن تَسْتَطِيعُوا أَن تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِن تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا ، وَإِن يَتَفَرَّقَا يُغْنِ اللَّهُ كُلًّا مِّن سَعَتِهِ وَكَانَ اللَّهُ وَاسِعًا حَكِيمًا) النساء/128 – 130.
“Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir, Dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri- isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An Nisa’: 128-130)
Syeikh Abdurrahman as Sa’di –rahimahullah- berkata:
“Ini merupakan keadaan yang ketiga antara pasangan suami istri, jika memang tidak bisa ada kesepakatan, maka tidak masalah untuk bercerai, lalu firman Allah: “Jika keduanya berpisah”, baik dengan talak, fasakh (pembatalan paksa pernikahan), khulu’ (pengajuan cerai dari pihak wanita) dan lain-lain, maka Allah akan memberikan kecukupan kepada masing-masing suami istri (yang bercerai) dengan limpahan karunia dan kebaikan-Nya yang luas dan sempurna, Allah akan mencukupkan suami tersebut dengan istri yang lebih baik darinya, dan mencukupkan mantan istrinya dengan karunia-Nya, meskipun sudah bercerai dan tidak lagi mendapatkan nafkah dari suaminya, karena rizekinya berada pada Penjamin rizeki (Allah) semua para makhluk, Mewujudkan kemaslahatan bagi mereka, bisa jadi Allah akan memberikan karunia suami yang lebih baik dari suami sebelumnya. Dan adalah Allah Maha luas karunia dan kasih sayang-Nya, rahmat dan kebaikan-Nya sejauh ilmu-Nya.
Semoga Allah senantiasa memberikan taufik-Nya kepada anda berdua untuk kebaikan dunia dan akherat anda.
Wallahu a’lam.