Senin 24 Jumadil Ula 1446 - 25 November 2024
Indonesian

Apakah Makna Hadits "Janganlah Kalian Mencela Ad-Dahr (Waktu) Karena Sesungguhnya Allah Itu Ad-Dahr."

Pertanyaan

Apakah hadits: "Janganlah kalian mencela Al-Waktu karena Allah adalah Al-Waktu" shahih dari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam? Bila shahih bagaimana Anda menafsirkannya?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Hadits tersebut lafadznya bukanlah:

"Janganlah kalian mencela Al-Waktu karena sesungguhnya Allah itu adalah Al-Waktu."

Tetapi lafadz yang benar adalah:

"Janganlah kalian mencela Ad-Dahr karena sesungguhnya Allah itu Ad-Dahr."

Sedangkan lafadz tadi barangkali hanya karena penerjemahan dari pertanyaan. Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu 'Anhu (5827). Dan di dalam lafadz lain:

"Janganlah salah seorang di antara kalian mencela Ad-Dahr karena sesungguhnya Allah adalah Ad-Dahr (waktu)."

Dan di dalam lafadz lain:

"Janganlah salah seorang di antara kalian berkata: 'Wahai dahr (waktu) yang sial' karena sesungguhnya Allah adalah Ad-Dahr."

Di dalam lafadz lainnya lagi Allah berfirman:

"Anak Adam telah menyakiti-Ku, dia berkata: 'Wahai waktu yang sial !' Maka janganlah kalian berkata: 'Wahai waktu yang sial' karena Aku adalah Ad-Dahr (waktu). Aku membolak-balikkan malam dan siang, maka apabila Aku menghendaki pasti Kucabut kedua-duanya."

Adapun makna hadits, dijelaskan oleh Imam An-Nawawi rahimahullah:

"Mereka (para ulama) berkata bahwa hadits ini adalah ungkapan (bukan hakiki) karena dulu orang Arab suka mencela waktu ketika terjadi malapetaka dam musibah yang menimpa mereka, baik berupa kematian, pikun, kehilangan harta dan yang lainnya, lalu mereka berkata: "Wahai waktu yang sial!' atau kalimat lainnya yang mengandung celaan terhadap waktu. Maka berkatalah Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam:

"Janganlah kalian mencela waktu karena sesungguhnya Allah itu adalah waktu."

Artinya janganlah kalian mencela pembuat kejadian karena apabila kalian mencela pembuat kejadian terkenalah celaan itu kepada Allah Ta'ala, karena Dialah Pembuat kejadian itu. Adapun Ad-Dahr itu sendiri maknanya adalah waktu (masa), dia tidak punya perbuatan bahkan dia adalah makhluk di antara makhluk-makhluk Allah Ta'ala. Dan makna "Sesungguhnya Allah adalah Ad-Dahr (waktu)" artinya pembuat dan pencipta peristiwa dan kejadian. Wallahu A'lam." (Syarah Muslim 3/10)

Harus diketahui pula bahwa Ad-Dahr bukanlah salah satu di antara nama-nama Allah. Adapun penisbatan Ad-Dahr kepada Allah hanyalah penisbatan penciptaan dan pengaturan. Artinya Dialah yang menciptakan dan yang mengatur Ad-Dahr (waktu) karena adanya beberapa lafadz di dalam hadits lain yang semakna.
Seperti firman Allah :

" Di tangan-Kulah segala urusan. Aku bolak-balikkan malam dan siang."

Maka tidak mungkin di dalam hadits ini yang membolak-balikkan dan yang dibolak-balikkan adalah sama, akan tetapi yang membolak-balikkan adalah Allah sedangkan yang dibolak-balikkan adalah waktu yang diatur oleh Allah baik kejadiannya ataupun waktunya sesuai dengan kehendak-Nya. (Lihat: Fatawa Aqidah Syaikh Al Utsaimin 9/163).

Al Hafidz Ibnu Katsir, ketika menafsirkan firman Allah Ta'ala yang berbunyi:

"Dan mereka berkata: 'Hal itu tidak lain kecuali hanya kehidupan kita di dunia, kita mati hidup dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita kecuali Ad-Dahr (waktu)." (Al Jatsiyah :5).

Berkata (Ibnu Katsir): "Telah berkata Syafii, Abu Ubaidah, dan yang lainnya ketika menafsirkan perkataan Nabi Shalallahu 'Alaihi Wasallam: "Janganlah kalian mencela waktu karena sesungguhnya Allah itu adalah waktu." Dahulu orang Arab di zaman jahiliyah, bila mereka ditimpa kesulitan, musibah, atau bencana, mereka berkata: 'wahai waktu yang sial' lalu mereka menyandarkan kejadian itu kepada waktu dan mencelanya, padahal pembuat kejadian itu hanyalah Allah Ta'ala maka seolah-olah mereka hanyalah mencela Allah Subhanahu Wa Ta'ala karena sesungguhnya Dialah pembuat kejadian itu secara hakiki. Oleh karena itu Dia melarang mencela waktu dengan ungkapan tadi karena Allah adalah Ad-Dahr yang mengatur waktu dan mereka mengandarkan kejadian itu kepada-Nya. Inilah sebaik-bail perkataan dalam menafsirkan hadits ini dan inilah yang dimaksud. Wallahu A'lam (Tafsir Ibnu Katsir 4/152)

As-Syaikh Al Utsaimin telah ditanya tentang hukum mencela waktu, lalu beliau menjawab sbb :

Mencela waktu terbagi menjadi tiga bagian :

Pertama: Dimaksudkan hanya sekedar mengabarkan tanpa bermaksud mencela. Maka ini boleh. Seperti berkata: "Kita sangat kepayahan dengan amat panasnya hari ini atau amat dingin." Atau dengan kalimat yang senada dengan itu, karena setiap amal itu tergantung niat dan kalimat itu benar hanya pengabaran.

Kedua: Mencela waktu dengan anggapan bahwa waktulah sebagai pembuat kejadian. Seperti mencela waktu dengan anggapan bahwa waktulah yang membolak-balik urusan menjadi baik atau buruk. Maka ini adalah musyrik besar karena dia meyakini ada pencipta lain selain Allah karena dia menisbatkan kejadian kepada selain Allah.

Ketiga: Mencela waktu dan meyakini bahwa pembuat adalah Allah tapi dia mencela waktu karena hal-hal yang dibenci, maka ini adalah haram karena menghapus kesabaran yang diwajibkan dan ini tidak termasuk kafir karena dia tidak mencela Allah secara langsung. Seandainya dia mencela Allah secara langsung maka kafirlah dia. (Fatawa Aqidah 1/197)

Dan di antara kalimat-kalimat yang mungkar di tengah-tengah manusia adalah suka melaknat waktu atau hari ketika terjadi sesuatu yang tidak disukai di dalamnya maka dia berdosa atas laknat dan kata-kata jeleknya, selain itu diapun berdosa pula karena melaknat sesuatu yang tidak berhak dilaknat. Lalu apakah dosa waktu dan hari? Dia itu tidak lain kecuali hanya sarana masa terjadinya sesuatu. Dia hanyalah makhluk yang tidak punya andil mengatur ataupun dosa. Demikian pula bila seseorang mencela waktu celaan itu akan kembali kepada Pencipta waktu. Maka hendaklah setiap muslim membersihkan lisannya dari kekejian dan kemunkaran ini, dan Allahlah tempat minta pertolongan.

Refrensi: Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid