Ahad 21 Jumadits Tsani 1446 - 22 Desember 2024
Indonesian

Seorang Gadis Kabur Dari Rumah Keluarganya Dan Menikah Dengan Laki-laki Nasrani, Maka Apakah Dia Berhak Mendapatkan Harta Warisan Bapaknya ?

Tanggal Tayang : 20-12-2016

Penampilan-penampilan : 13729

Pertanyaan

Adik perempuan saya kabur dari rumah keluarga pada saat berusia 16 tahun, kedua orang tua kami telah berusaha maksimal agar dia mau kembali lagi namun dia menolak dan mengatakan bahwa dia sudah tidak mau lagi menjadi bagian dari keluarga kami. Di antara kami masih terjalin komunikasi sekitar selama 20 tahunan, dan sekarang bapak saya sudah meninggal dunia. Pertanyaan saya adalah:
1. Apakah adik saya tersebut masih berhak mendapatkan warisan dari bapak ?
2. Apakah ada konsekuensi tertentu karena ia menikah dengan seorang nasrani, dia juga berkata bahwa anak-anaknya bebas memilih agama mau Islam atau Nasrani ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Sebab-sebab seseorang mendapatkan harta warisan ada tiga hal: karena keturunan (hubungan kandungan), pernikahan dan perwalian (pembebasan dari perbudakan). Yang menghalangi untuk mendapatkan warisan juga ada tiga hal: perbudakan, pembunuhan dan perbedaan agama. Kaburnya adik perempuan anda dari rumah tidak bisa merubah statusnya sebagai anak dari kedua orang tua anda, dari sisi nasab dia masih berhak untuk mendapatkan warisan dari kedua orangtuanya selama dia belum murtad dari Islam, meskipun kaburnya sudah sejak lama sekali, dalam masalah ini kami tidak mendapatkan perbedaan pendapat di kalangan para ulama.

Kedua:

Pernikahan seorang muslimah dengan laki-laki non muslim termasuk dosa besar, hal ini merupakan hasil ijma’ para ulama bahwa hukumnya haram dan akad nikahnya batil, Allah –Ta’ala- berfirman:

( وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ) البقرة/ 221

“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu”. (QS. al Baqarah: 221)

Dalam firman Allah yang lain:

) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا جَاءَكُمُ الْمُؤْمِنَاتُ مُهَاجِرَاتٍ فَامْتَحِنُوهُنَّ اللَّهُ أَعْلَمُ بِإِيمَانِهِنَّ فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ ) الممتحنة/ 10 .

“Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka”. (QS. Al Mumtahanah: 10)

Syeikh Abdul Aziz bin Baaz –rahimahullah- pernah ditanya: “Seorang laki-laki telah menikah dengan seorang wanita, kemudian diketahui belakangan bahwa suaminya ternyata orang kafir, maka bagaimanakah hukumnya ?

Beliau menjawab:

“Jika seorang laki-laki tersebut ternyata diketahui bahwa kekafirannya sejak saat akad nikah sedangkan mempelai wanitanya seorang muslimah, maka akad nikah yang dilakukan adalah batil; karena secara ijma’ para ulama bahwa tidak dibolehkan seorang kafir menikahi wanita muslimah, berdasarkan firman Allah –Ta’ala-:

( وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا )

“Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman”. (QS. al Baqarah: 221)

Firman Allah –Ta’ala- yang lain:

)فَإِنْ عَلِمْتُمُوهُنَّ مُؤْمِنَاتٍ فَلَا تَرْجِعُوهُنَّ إِلَى الْكُفَّارِ لَا هُنَّ حِلٌّ لَهُمْ وَلَا هُمْ يَحِلُّونَ لَهُنَّ )

“Maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka”. (QS. Al Mumtahanah: 10)

(Fatawa Islamiyah: 3/230)

Disebutkan dalam keputusan “Majma’ Fiqh Islami” bahwa pernikahan seorang yang kafir dengan wanita muslimah adalah haram dan tidak boleh dilakukan sesuai dengan kesepakatan dari para ulama, tidak ada keraguan dalam masalah ini; berdasarkan beberapa nash syari’at”. (Fatawa Islamiyah: 3/231)

Jika hal tersebut telah diketahui oleh para wanita muslimah, jika tetap dilakukan maka maka ia akan berdosa dan berhak mendapatkan hukuman had zina (dera), dan barang siapa yang belum mengetahui hukumnya, maka dosa itu akan terangkat darinya, namun keduanya tetap tidak boleh melanjutkan kehidupan rumah tangganya, karena pernikahan tersebut sesungguhnya tidak berlaku.

Baca juga jawaban soal nomor: 8396.

Ketiga:

Dilihat dari realita pertanyaan anda bahwa saudari anda belum menyatakan murtad dari Islam, maka masalahnya tetap akan dinilai dari sisi bahwa dia telah menikah dengan dengan non muslim, hal  itu dapat difahami dari perkataanya yang menyatakan bahwa anak-anaknya bebas memilih agama Islam atau agama nasrani, maka kami berpendapat:

1.Telah jelas hukumnya akan pernikahannya dengan laki-laki nasrani adalah haram dan batil, namun jika ia tetap melakukannya dan menghalalkan dirinya untuknya padahal dia mengetahui bahwa hukumnya adalah haram, maka hal ini bentuk pemurtadannya dari Islam, dan seorang yang murtad tidak mendapatkan mendapatkan warisan dari saudaranya sesama muslim, namun jika ia tidak menghalalkan dirinya kepadanya maka dia telah melakukan dosa dan dia tetap akan mendapatkan warisan.

2.Adapun pernyataannya bahwa anak-anaknya bebas menentukan pilihan antara Islam dan nasrani, maka ini merupakan perkataan yang batil dan bentuk kemungkaran yang agung; karena Islam adalah agama yang benar dan tidak sah dan tidak diterima perbuatan seseorang kecuali dengannya.

Dan ketahuilah bahwa termasuk sesuatu yang membatalkan keislaman seseorang dan menjadi murtad adalah tidak mengkafirkan ahli kitab dan orang-orang musyrik atau ragu-ragu akan kekafiran mereka atau dengan membenarkan agama mereka. Bisa juga dilihat pada jawaban soal nomor: 31807 dan 6688.

Menjadi sebuah kewajiban untuk menasehati saudari anda tersebut dan menjelaskan kepadanya akan besarnya konsekuensi dari perkatannya, dan mengajaknya agar mengakhiri pernikahannya selama suaminya belum masuk Islam.

Kesimpulannya dalam masalah warisan, jika ia masih tetap berada dalam Islam, tidak menghalalkan dirinya pada pernikahan tersebut yang telah ia ketahui akan kebatilannya, dan tidak menganggap benar agama nasrani atau meragukan kekafiran mereka, maka dia tetap mendapatkan hak warisan, namun jika dia melakukan salah satu dari yang membatalkan keislaman di atas, maka wajib dinasehati, pelakunya diminta bertaubat oleh para ulama di negara tersebut, maka jika ia bertaubat (maka ia tetap sebagai muslimah), namun jika tidak maka ia telah murtad dan tidak mendapatkan warisan dari bapaknya.

Wallahu a’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam