Kamis 18 Ramadhan 1445 - 28 Maret 2024
Indonesian

Hukumnya Peresmian Masjid Dengan Perayaan dan Pertemuan

Tanggal Tayang : 22-07-2015

Penampilan-penampilan : 10454

Pertanyaan

Jika telah selesai dibangun masjid baru di daerah kami, saya ingin mendirikan sholat di sana dengan mengundang masyarakat dari daerah sekitar untuk berkumpul yang kemudian dikenal dengan peresmian masjid.
Maka bagaimanakah hukumnya menghadiri acara dengan tujuan tersebut di atas ?, dan apakah hadits berikut ini:
( لا تُشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد ... )
“Tidak boleh mengadakan perjalanan kecuali kepada tiga masjid….”.
menunjukkan haramnya menghadiri acara tersebut ? Jika peresmian tersebut boleh dilakukan, apa dalilnya ?, dan apakah sebuah hadits bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengundang beberapa para sahabat untuk mendirikan sholat pada salah satu sisi rumah beliau untuk dijadikan tempat sholat, menjadi dasar bolehnya pertemuan tersebut ?, demikian juga apakah makna yang terkandung dalam riwayat masjid Dhirar bahwa Alloh tidak melarang kita jika hanya sekedar berazam untuk pergi kesana, akan tetapi Dia melarangnya masjid tersebut tidak dibangun untuk menimbulkan kemudharatan dan kekufuran ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Peresmian masjid itu dengan mendirikan sholat di dalamnya, memakmurkannya dengan berdzikir kepada Alloh, dengan tilawah al Qur’an, bertasbih, tahmid, tahlil, mengajarkan ilmu syar’i dan sarana-sarananya, dan lain sebagainya untuk mengangkat derajatnya. Alloh –Ta’ala- berfirman:

( في بيوت أذن الله أن ترفع ويُذكر فيها اسمه ، يسبح له فيها بالغدو والآصال ، رجال لا تلهيهم تجارة ولا بيع عن ذكر الله وإقام الصلاة وإتياء الزكاة يخافون يوماً تتقلب فيها القلوب والأبصار ، ليجزيهم الله أحسن ما عملوا ويزيدهم من فضله والله يرزق من يشاء بغير حساب )

“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas”. (QS. An Nuur: 36-38)

Dengan hal ini dan dengan beberapa nasehat dan mau’idzah hasanah yang lain yang dilakukan oleh Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- untuk memakmurkannya, kemudian diikuti oleh para Khulafa’ Rasyidun dan semua para sahabatnya, para imam kebenaran pada generasi selanjutnya –radhiyallahu ‘anhum wa rahimahumullah-. Adalah merupakan semua kebaikan dengan mengikuti petunjuk mereka dalam hal peresmian masjid, memakmurkannya dengan berbagai ibadah atau yang serupa dengannya dari syiar-syiar Islam. Namun tidak ada riwayat dari beliau –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, juga tidak dari para imam kebenaran yang mengikuti beliau bahwa mereka meresmikan masjid dengan perayaan dan mengundang masyarakat seperti yang dilakukan oleh banyak orang saat ini, dengan berkumpul setelah selesai pembangunannya untuk diresmikan, kalau saja hal tersebut termasuk perkara yang terpuji, maka Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentu lebih dahulu melakukannya dan mensyari’atkan bagi umatnya, pasti juga diikuti oleh para khulafa’ rasyidun dan para imam kebenaran setelah mereka, dan kalau hal tersebut pernah dilakukan maka pasti ada riwayatnya.

Dan atas dasar inilah maka tidak selayaknya mengadakan perayaan tersebut, tidak perlu menghadiri undangannya, tidak perlu dibantu untuk mensukseskannya, baik dengan bantuan dana atau yang lainnya; karena sungguh kebaikan itu dengan mengikuti generasi salaf, dan keburukan itu bid’ahnya generasi kholaf. Tidaklah undangan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- kepada sebagian para sahabat agar datang ke rumah beliau untuk shalat sunnah dua raka’at di salah satu sisi rumah beliau menjadi dalil atas apa yang dikenal sekarang dengan perayaan untuk meresmikan masjid; karena beliau tidak mengundang mereka untuk perayaan akan tetapi untuk mendirikan sholat dan tidak berangkat karena sholatnya, kemudian pergi menuju perayaan atau shalat di masjid tersebut, masuk pada keumuman larangan untuk bepergian ke masjid kecuali kepada tiga masjid yang tidak asing lagi, maka hendaknya merubah kebiasaan yang dibuat-buat tersebut, mencukupkan diri dalam masalah masjid dengan apa yang telah diperbuat pada zaman Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan para pengikutnya dari para Imam yang mendapatkan petunjuk –rahimahumullah-.

Refrensi: (Lajnah Daimah/Kitab Fatawa Islamiyah: 1/18)