Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Saya bekerja sopir mobil traler pengangkut bahan bakar. Ketika memasuki bulan Ramadan Mubarak, kami para supir traler umumnya bepergian (safar). Saya berpuasa sementara para supir yang pergi bersamaku berbuka sepanjang perjalanan. Mereka mengatakan kepadaku: “Sesungguhnya pahala diberikan kepada orang yang berbuka waktu safar. Dan bagi orang yang berpuasa waktu safar (tidak mendapatkan) pahala. Saya mohon petunjuk dalam masalah ini, semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.
Alhamdulillah.
Tidak diragukan lagi bahwa berbuka ketika safar disyariatkan dan merupakan keringanan dari Allah Azza Wa Jalla, bahkan Allah subhanah berfirman:
( فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ) سورة البقرة: 184
“Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Dan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dalam safarnya biasanya berpuasa dan berbuka. Begitu juga para shahabat, ada yang berpuasa dan ada yang berbuka. Maka barangsiapa yang berbuka tidak mengapa dan barangsiapa yang berpuasa tidak mengapa. Berbuka adalah keringanan (dispensasi) dari Allah Azza Wa Jalla bagi orang-orang yang bepergian, baik bepergian dengan mobil, onta, perahu atau pesawat. Tidak ada bedanya semua itu. Maka seorang musafir dibolehkan baginya berbuka di bulan Ramadan. Kalau dia berpuasa juga tidak mengapa, namun kalau berpuasa dia kepayahan, maka lebih utama dia berbuka. Seperti saat cuaca panas, atau dirinya sangat lemah, maka lebih baik berbuka.
Berbuka lebih ditekankan, karena itu berarti mengambil keringanan Allah Jalla wa ‘Ala. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخَصُهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيَتُهُ
“Sesungguhnya Allah senang jika keringanan-Nya dilaksanakan sebagaimana Dia membenci jika kemaksiatan kepada-Nya dilakukan.”
Kalau panas sekali, sunnahnya adalah berbuka. Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seseorang sedang dipayungi. Maka beliau bertanya akan hal itu, mereka menjawab: “Sesungguhnya dia sedang berpuasa.” Maka beliau sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ مِنْ الْبِرِّ الصَّوْمُ فِي السَّفَرِ
“Bukan merupakan suatu kebaikan, berpuasa dalam safar”
Yakni bagi yang mereka yang sangat payah.
Adapun jika berpuasa (bagi musafir) tidak berbahaya baginya dan dirinya tidak merasa berat, maka dia boleh memilih, antara berpuasa dan berbuka. Terkait dengan para supir yang telah menghabiskan kehidupannya dalam safar, yang benar adalah tidak mengapa berbuka meskipun safar adalah pekerjaannya. Maka seorang sopir tetap –taksi atau yang lainnya- seperti penunggang onta tetap zaman dahulu. Dibolehkan baginya berbuka meskipun terus menerus safar. Akan tetapi kalau telah tiba di negerinya, dia harus berpuasa dan tidak berbuka. Kondisi safar dan perjalanan dari suatu negara ke negara lain, dibolehkan baginya berbuka meskipun ini adalah pekerjaannya.”
Samahatus Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah .