Kami memohon donasi dengan suka rela untuk mendukung situs ini, agar situs anda -islamqa.info – berkelanjutan dalam melayani Islam dan umat Islam insyaallah
Alhamdulillah.
.Pertama:
Ketahuilah sesungguhnya mencari kebenaran dalam permasalahan Fiqih Terapan itu sebuah perkara yang baik, ini membuktikan bahwa si penanya sangat peduli terhadap kebenaran yang Allah Ta’ala anjurkan. Dan yang lebih penting serta lebih baik dari ini semua adalah hendaknya seorang muslim mencari keyakinan dan ideologi yang benar yang bisa menyelamatkannya dari kelompok-kelompok atau sekte-sekte yang sesat. Sejak dahulu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam telah memberitakan hal tersebut bahwa umat beliau akan terpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan beliau juga telah mengungkapkan bahwa semuanya akan masuk neraka, maksudnya adalah; Kesemua golongan tersebut sesat dan berhak serta layak mendapat ancaman serta balasan berupa neraka. Karena kesemuanya telah menyeleweng dari jalan kebenaran. Sedang jalan kebenaran yang akan selamat dan diselamatkan pengikutnya selama dia berada pada jalan tersebut adalah jalan Golongan Yang Selamat atau) الفرقة الناجية ( yang oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam dijamin atas keselamatan golongan tersebut sebagaimana dalam sabda beliau, “Semuanya akan berada dalam neraka melainkan hanya satu golongan saja,’ Para sahabat bertanya, “Siapakah satu golongan ini?” Beliau menjawab, “Siapa saja yang pedomannya seperti pedomanku dan para sahabatku.”
Dan ketahuilah sesungguhnya tidak selayaknya seorang muslim memiliki ideologi sesuai dengan kemauannya, bahkan sudah seharusnya dia menyelamatkan dan menghindarkan dirinya dari dosa, yaitu dengan meyakini dan berideologi sesuai dengan ideologi Madzhab Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, baik dari sisi keimanannya, segala sifat-sifatnya, prilakunya dan yang lain-lainnya yang berkaitan dengan masalah-masalah Aqidah dan Tauhid.
Kami tidak ingin menyinggung perasaan anda dalam keyakinan anda saat ini, akan tetapi kami juga tidak mungkin meninggalkan anda dari nasehat-nasehat kami. Kami tidak mungkin membimbing dan memberikan arahan kebenaran kepada anda terkait masalah-masalah fiqih, akan tetapi kami mengabaikan perkara akidah anda dan membiarkan berjalan begitu saja tanpa ada nasehat dan arahan. Oleh sebab itu kami sarankan –sebelum menjawab segala pertanyaan-pertanyaan anda – agar anda menengok dan menelaah jawaban soal no. 11529. Kami berharap kepada Allah agar senantiasa memberikan Taufiq dan Hidayah-Nya kepada anda.
Kedua :
Menggauli istri yang sah lewat duburnya merupakan hal-hal yang diharamkan dan termasuk kategori dosa-dosa besar. Maka, jika demikian, bagimanapula kalau yang digauli itu wanita asing yang bukan mahram dan cara menggaulinya pun dari duburnya? Tidak diragukan lagi sesungguhnya dosa perilaku dan perbuatan semacam ini lebih berat dan lebih besar dosanya dibanding menggauli istri dari duburnya.
Ketiga :
Kalian telah benar telah bertaubat dan menyesal dari melakukan dosa kemaksiatan yang besar tersebut, dan hendaknya kalian berdua bersungguh-sungguh dalam melaksanakan amal shalih, karena yang demikian itu merupakan kesempurnaan dan penyempurna taubat, Allah berfirman :
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى (سورة طه: 82)
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertobat, beriman, beramal shaleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (QS. Thaha: 82)
Adapun hukum pernikahan kalian berdua, maka tidak ada larangan bagi yang demikian tersebut selama kalian berdua telah bertaubat kepada Allah. Lihat jawaban soal no. 14381 dan no. 11195. Maka apabila kalian berdua telah menyesali perbuatan kalian dan bertaubat dengan Taubat yang benar, dibolehkan bagi kalian berdua menikah dan tidak ada larangan bagi kalian dari pernikahan tersebut.
Adapun apa yang anda sebutkan dari perkataan Umar bin Khaththab tentang pelarangan beliau terhadap orang yang menikahi wanita dalam masa iddahnya agar tidak menikahinya selamanya, maka nampak secara dzahir, jika memang riwayat ini benar dari beliau, sesungguhnya yang dimaksud adalah pemberian sangsi dan hukuman bagi siapa saja yang melakukan kemaksiatan, dan bukan merupakan penjelasan hukum syar’i bahwa hal ini diharamkan. Kemungkinan juga karena kondisi keduanya yang belum bertaubat.
Sedang apa yang dikutip dari perkataan sebagian sahabat tentang ketetapan mereka bahwa menikahi pezina sama halnya dengan berzina selamanya, dalam hal ini Ibnu Hazm Rahimahullah berkata, “Dari Ibnu Mas’ud tentang seseorang yang menikahi perempuan yang telah berzina dengannya, Ibnu Mas’ud berkata, ‘Keduanya berzina selamanya.’ Kemudian riwayat dari Salim bin Abdullah bin Umar bahwa dia ditanya tentang seorang lelaki yang berzina dengan seorang perempuan lalu dia menikahi perempuan tersebut? kemudian Salim berkata, hal ini pernah ditanyakan kepada Ibnu Mas’ud lalu beliau menjawab,
وَهُوَ الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ (سورة الشورى: 25)
“Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. As Syura: 25)
Ibnu Hazm Rahimahullah berkata: Kedua dalil di atas disepakati para ulama keshahihannya dan tidak ada perselisihan tentangnya. Karena sesungguhnya dibolehkan menikahi wanita yang telah berzina setelah dia bertaubat,” (Al Muhalla, 9/63).
Wallahu A’lam.