Alhamdulillah.
Pertama,
Mencukur bulu kemaluan termasuk diantara sunnah fitrah yang dianjurkan oleh Islam dan semua syareat telah bersepakat. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Bukhoori (5890) dan Muslim (261) dari Ibnu Umar radhiallahu’anhuma sesungguhnya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
( مِنْ الْفِطْرَةِ : حَلْقُ الْعَانَةِ ، وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ ، وَقَصُّ الشَّارِبِ ).
“Daintara fitrah adalah mencukur bulu kemaluan, mencukur kuku dan memendekkan kumis.”
Sunnah juga telah menunjukkan tidak diperkenankan membiarkan lebih dari empat puluh malam, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim (258) dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu berkata:
(وُقِّتَ لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ وَتَقْلِيمِ الْأَظْفَارِ وَنَتْفِ الْإِبِطِ وَحَلْقِ الْعَانَةِ أَنْ لَا نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً )
“Kami diberi waktu dalam memendekkan kumis, mencukur kuku, mencabut bulu ketia dan mencukur bulu kemaluan agar tidak dibiarkan lebih dari empat puluh malam.”
Syaukani rahimahullah mengatakan, “Yang menjadi pilihan adalah mematok empat puluh sebagaimana yang telah ditentukan oleh Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam maka tidak diperbolehkan melebihi dari (empat puluh malam). Dan tidak termasuk menyalahi sunnah, orang yang membiarkan memotong atau semisalnya setelah tumbuh sampai selesai batasan tersebut.” Selesai dari ‘Nailul Authar, (1/143).
Dari sini, maka anda diperbolehkan membiarkan tidak mencukur bulu kemaluan dengan waktu tidak melebihi dari empat puluh. Kalau lebih dari empat puluh, maka tidak dipebolehkan. Seharusnya orang muslim itu mengagungkan hukum-hukum Allah Ta’ala, Allah berfirman:
(وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ) الحج/30
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya.” SQ. Al-Hajj: 30.
وقال تعالى : (وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوب) الحج/32
Dan firman Allah Ta’ala, “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” SQ. Al-Hajj: 32.
Yang mengherankan, seorang wanita menikmati dengan ketidak bersihan suaminya. Dan meniru hewan apalagi menyalahi agama, akal dan fitrah yang lurus. Sesungguhnya diantara maksud perangai fitrah (diantaranya mencukur bulu kemaluan) adalah membersihkan badan, dan memperhatikan perasaan orang yang dipergaulinya.
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam ‘Fathul Bari’ berkata, “Yang terkait dengan perangai ini (maksudnya perangai fitrah) kemaslahatan agama dan dunia, hal itu didapati dengan mencarinya diantaranya, memperbaiki penampilan, membersihkan badan secara keseluruhan, berjaga dari dua kebersihan, berbuat baik kepada orang yang dipergauli, dengan mencegah dari bau yang tidak bagus, berbeda dengan syiar kalangan orang kafir baik Majusi, Yahudi, Nasroni dan penyembah berhala, merealisasikan perintah agama. Serta menjaga apa yang diisyaratkan oleh Allah dalam firman-Nya ‘Dan menciptakan dengan sebaik-baik ciptaan’ dari penjagaan terhadap perangai ini agar sesuai. Seakan dikatakan ‘Sungguh telah indah penciptaan kamu semua, maka jangan diubah dengan sesuatu yang membuat jelek. Atau jagalah untuk kelangsungan keindahannya, dengan menjaganya, (berarti) menjaga akan harga diri dan persatuan yang diinginkan. Karena kalau seseorang terlihat dari sisi penampilan yang indah, maka jiwa seseorang akan lebih terbuka, sehingga ucapannya diterima, disanjung pikirannnya dan begitu juga sebaliknya.” Selesai
Maka seharusnya memberikan nasehat kepada istri ini, agar kembali ke fitranya yang lurus, mengagungkan hukum agama. Hendaknya dia meyakini bahwa hukum-hukum yang disyareatkan oleh Allah kepada orang-orang mukmin. Agar mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dan yang selain dari itu tidak mungkin sama atau lebih baik darinya. Allah Ta’ala berfirman:
(أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنْ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ) المائدة/50
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” SQ. Al-Maidah: 50.
Maksudnya tidak ada yang lebih baik hukumnya daripa Allah Ta’ala. Siapa yang menyangka bahwa hukum selain Allah itu lebih baik dari hukum Allah, maka hendaknya dia mengevaluasi keimanannya. Kami memohon kebaikan kepada Allah.