Alhamdulillah.
Alloh –Ta’ala- telah menetapkan hukum-hukum syari’at sebagai petunjuk bagi manusia, tidak ada yang perlu diingkari dan dicela, bahkan mengandung petunjuk dan tuntunan. Barang siapa yang merenungi hukum-hukum tersebut dan memahaminya, maka tidak terlalu sulit untuk menjawab pertanyaan seperti di atas. yaitu; tentang mencium seorang istri dan bercumbu dengannya di hadapan para istrinya yang lain, tidak diragukan lagi bahwa hal tersebut merupakan perbuatan yang mungkar, buruk, bertentangan dengan syari’at, harga diri dan rasa malu.
Ibnu Qayyim –rahimahullah- berkata:
“Jika seseorang merasa kesulitan untuk menghukumi sesuatu, apakah boleh atau diharamkan, maka hendaknya ia melihat dari sisi kerusakan yang akan dihasilkan dan tujuannya, jika mengandung kerusakan yang nyata dan nampak jelas, maka tidak mungkin syari’at memerintahkannya, atau membolehkannya, bahkan pengharamannya menjadi sesuatu yang qoth’i (pasti), apalagi jika perbuatan tersebut akan mengakibatkan murka Alloh dan Rasul-Nya menjadi dekat, maka tidak diragukan lagi bahwa hukumnya haram”. (Madarikus Salikin: 1/496)
Hukum dasar dari rumah tangga adalah khusus dan tetap harus menjadi khusus yang hanya diketahui oleh suami istri saja, dari sinilah kita memahami larangan Alloh kepada anak-anak yang sudah baligh untuk memasuki kamar tidur kedua orang tuanya pada waktu-waktu tidur dan istirahat, hal itu karena hawatir mereka akan melihat aurat orang tuanya, ciuman dan jima’ mereka berdua, ketiganya akan menjadi kenangan buruk bagi mereka. Dari sini juga bisa kita fahami akan sebab dilarangnya bagi pasangan suami istri untuk menceritakan adegan ranjangnya. Kalau misalnya menampakkan hubungan mesra pasangan suami istri dibolehkan, maka tidak akan ada larangan bagi anak-anak untuk memasuki kamar orang tuanya pada waktu-waktu istirahat, dan tidak akan ada larangan bagi sepasang suami istri untuk menceritakan ke halayak seputar adegan ranjangnya.
Kami mengira bahwa yang telah kami sampaikan menjadi cukup jelas, apalagi jika bermesraan tersebut dilakukan oleh suami istri di hadapan istrinya yang lain, maka akan menjadi lebih haram dan lebih dilarang; karena akan melahirkan rasa iri dalam hati, hubungan antara para istri menjadi tidak baik, dengki kepada suaminya, semua itu syari’at tidak berkenan dialami oleh kaum muslimin, syari’at dan hukum-hukumnya telah disucikan dari perbuatan seperti itu.
Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata:
“Tidak boleh berjima’ (dengan istrinya) dengan diketahui atau didengar oleh orang lain, tidak mencium dan bercumbu dengannya di hadapan banyak orang”.
Imam Ahmad berkata: “Yang menjadi pendapat kami adalah agar dia menyembunyikan semua itu”.
Hasan berkata kepada seseorang yang berjima’ dengan istrinya sedang istrinya yang lainnya mendengarnya: “Mereka tidak menyukai al Wajaz (suara lirih/desahan)”.
Dan hendaknya tidak menceritakan apa yang telah terjadi dia dengan istrinya”.
(Al Mughni: 8/136)
Syeikh Muhammad bin Ibrahim –rahimahullah- pernah ditanya tentang hukum mencium istri di hadapan banyak orang ?
Beliau menjawab:
“Sebagian orang –na’udzubillah- buruk dalam menggauli istrinya, terkadang sampai mencium istrinya di hadapan banyak orang, dan lain sebagainya, hal ini tidak boleh dilakukan”. (Fatawa Syeikh Muhammad Ibrahim: 10/277)
Baca juga jawaban soal nomor: 104246
Sebaiknya bagi seorang suami agar menghiasi dirinya dengan rasa malu, dan menanamkannya pada istri dan anak-anaknya.
Wallhu a’lam.