Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Berapa Tahun Nabi Nuh –‘alaihis salam- Hidup Di Dunia ?

105695

Tanggal Tayang : 22-04-2015

Penampilan-penampilan : 93044

Pertanyaan

Apakah masa hidup Nabi Nuh –‘alaihis salam- selama 950 tahun ?, dan kenapa disebutkan di dalam al Qur’an bahwa beliau hidup selama 1000 tahun kurang 50 tahun ? juga dibedakan antara “sanah” dan “’aam” (sinonim kata tahun) ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Masalah umur Nabi Nuh –‘alaihis salam- banyak mengandung hikmah dan pelajaran:

Umur beliau mencakup beberapa abad yang panjang berdakwah kepada kaumnya kepada Allah –Ta’ala- untuk menjaga mereka dari adzab Allah, dan mengharapkan bagi mereka akan rahmat-Nya, beliau tidak putus asa dan menyerah, bahkan mengharapkan agar mereka mendapatkan hidayah Allah meskipun membutuhkan waktu yang lama, umur beliau yang panjang hendaknya menjadi pelajaran penting bagi para da’i, guru dan murabbi dalam hal kesabaran, kekuatan tekad dan keimanan.

Sebagaimana juga menjadi pelajaran bagi semua manusia, agar menyadari bahwa kematian itu akan menghampirinya meskipun memiliki umur yang panjang, dan umur manusia itu hakikatnya adalah kumpulan hari-hari yang setiap harinya akan berlalu dengan terbenamnya matahari, untuk menyingkap tabir akan kesempatan ruhnya untuk mendapatkan kebahagiaan yang yang abadi di surga, maka alangkah beruntungnya jika usahanya dalam rangka untuk mendapatkan kebahagiaan, dan alangkah meruginya jika amalnya sedikit atau berlebihan.

Ibnu Abi Dunya meriwayatkan dalam “az Zuhd”: 358, dengan sanadnya dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu- berkata:

جاء ملك الموت إلى نوح عليه السلام ، فقال : يا أطول النبيين عمرا ! كيف وجدت الدنيا ولذتها ؟ قال : " كرجل دخل بيتا له بابان ، فقام في وسط البيت هنيهة – القليل من الزمان - ، ثم خرج من الباب الآخر "

“Malaikat maut pernah mendatangi Nabi Nuh –‘alaihis salam- dan berkata: “Wahai Nabi yang paling panjang umurnya !, bagaimana anda mendapati dunia dan kenikmatannya ?, beliau menjawab: “Seperti seseorang yang mempunyai sebuah rumah dengan dua pintu, lalu ia berdiri di tengah rumahnya sejenak, kemudian ia keluar dari pintu yang lain”.

Seorang muslim yang bijaksana ia akan memperhatikan hal-hal yang bersifat maknawiyah dan pandai mengambil pelajaran dalam hidupnya, yang demikian itu akan mendorongnya untuk memiliki tekad yang kuat dalam beramal. Dan tidak selayaknya menyibukkan diri dengan rincian sejarah yang tidak ada penjelasannya dari wahyu, dan tidak ada sandaran dalil yang kuat dalam syari’at.

Termasuk di antaranya bertanya tentang batas umur Nabi Nuh –‘alaihis salam-.Ada banyak pendapat yang bersumber dari para ulama salaf dari kalangan para sahabat dan tabi’in, namun tidak ditetapkan langsung oleh al Qur’an maupun as sunnah untuk menentukan salah satu dari pendapat tersebut. Kami akan menyebutkan beberapa pendapat tersebut untuk tambahan pengetahuan yang tersebar dalam buku-buku ulama terdahulu:

Pendapat pertama:

Umur Nabi Nuh adalah 950 tahun, ini pendapat Qatadah yang disebutkan dalam “Tafsir Qur’an ‘Adzim” Ibnu Katsir: 6/268.

Qatadah berkata: “Dikatakan bahwa umurnya 1000 tahun dikurangi 50  tahun, beliau sudah bersama kaumnya sebelum memulai dakwahnya selama 300 tahun, masa dakwahnya 300 tahun, dan beliau masih bersama mereka pasca banjir bandang selama 350 tahun”.

Diriwayatkan juga seperti yang disebutkan di atas oleh Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya: 18041.

Pendapat kedua:

Umur Nabi Nuh adalah 1050 tahun, pendapat ini disampaikan oleh Ibnu Abbas.

Dari Ibnu Abbas –radhiyallahu ‘anhuma- berkata:

“Allah mengutus Nabi Nuh semenjak beliau berumur 40 tahun, dan masa dakwahnya 1000 tahun kurang 50 tahun, dan pasca banjir bandang beliau masih hidup selama 60 tahun sampai pupulasi menusia bertambah banyak dan menyebar”.

Pendapat ini disebutkan oleh as Suyuthi dalam “ad Durrul Mantsur”: 6/455, termasuk Ibnu Abi Syaibah 7/18, Abdun bin Hamid, Ibnul Mundzir, Ibnu Abi Hatim, Abu Syeikh dan al Hakim 9/251, dan dishahihkan oleh Ibnu Mardawaih.

Pendapat ketiga:

Umur beliau 1020 tahun. Ini adalah pendapat Ka’ab al Ahbar.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dalam “at Tafsir”: 18043, Abu Zar’ah meriwayatkan kepada kami dari shafwan dari al Walid dari Rafi’ Ismail bin Rafi’ dari Zaid bin Aslam dari Atha’ bin Yasar dari Ka’ab Al Ahbar mengenai firman Allah:

 فلبث فيهم ألف سنة إلا خمسين عاما  

“…Maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun…”. (QS. al Ankabut: 14)

Bahwa Ka’ab bin Ahbar berkata: “Beliau hidup setelah itu 70 tahun lagi”.

Pendapat keempat:

Umur Nabi Nuh –‘alaihis salam- adalah 1400 tahun, diriwayatkan dari Ibnu Abbas juga Wahab bin Munabbih. (Baca: Tafsir ql Qurthubi: 13/332)

Pendapat kelima:

Umur beliau: 1650 tahun, ini pendapat ‘Aun bin Abi Syadad.

Dari ‘Aun bin Abi Syadad berkata: “Sesungguhnya Allah –tabaraka wa ta’ala- mengutus Nabi Nuh kepada kaumnya pada saat usia beliau mencapai 153 tahun, kemudian masa dakwah beliau 1000 tahun kurang 50 tahun, setelah masa itu beliau hidup selama 153 tahun”. (HR. Ibnu Abi Hatim dalam “at Tafsir”: 18044, dan “at Thabari” dalam “Jami’ al Bayan” 20/17).

Pendapat keenam:

Umur beliau: 1700 tahun, ini adalah pendapat ‘Ikrimah.

Dari ‘Ikrimah –radhiyallahu ‘anhu- berkata:

“Bahwa umur Nabi Nuh sebelum diutus kepada kaumnya dan setelah diutusnya adalah 1700 tahun”. (Disebutkan as Suyuthi dalam “ad Durrul Manstur” 6/456 adalah dari Abdun bin Hamid)

Ibnu Katsir dalam “Tafsir Qur’an ‘Adzim” 6/268, setelah menyebutkan semua pendapat di atas: “bahwa pendapat Ibnu Abbas lebih mendekati kebenaran”.

Kedua:

Para ahli tafsir juga berbeda pendapat mengenai penggunaan kata “sanah” dan “’aam” menjadi dua pendapat:

Pendapat pertama:

“Sebagian ulama tafsir berpendapat bahwa hal tersebut hanya perbedaan dari sisi bahasa saja, karena pengulangan kata yang sama akan memberatkan pembacanya, maka yang dipakai adalah kata yang lain namun artinya sama saja; untuk memudahkan pembacanya”.

Az Zamakhsyari berkata dalam “al Kasysyaf”:

“Jika saya berkata: Kenapa “tamyiz” (istilah gramatika bahasa Arab) yang pertama dengan kata “sanah” dan yang kedua dengan kata “’aam” ?, maksudnya adalah: karena pengulangan kata yang sama dalam satu konteks pembicaraan hendaknya dihindari kalau dilihat dari sisi ilmu Balaghah, kecuali apabila pengulangan itu untuk tujuan tertentu yang digunakan oleh pembicara untuk penebalan kata, peringatan atau untuk catatan tertentu atau tujuan yang lain”.

Penjelasan yang serupa juga terdapat dalam “at Tahrir wat Tanwir”: 20/146.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam