Jum'ah 21 Jumadil Ula 1446 - 22 November 2024
Indonesian

Hukum Perdagangan Mata Uang Memakai Sistem Forex Dengan Membayar Biaya Inap (Swap)

Pertanyaan

Apakah diperbolehkan berinteraksi dengan mata uang yang dinamakan Forex yang peredarannya lewat internet? Apa pendapat Anda biaya Swap, begitu juga tentang keterlambatan penyerahan (Offsetting) sehari sampai dua hari setelah penyelesaian akad?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Diperbolehkan berdagang mata uang jika terealisasikan penerimaan (Qabdh) terhadap mata uang tersebut benar-benar terwujud, transaksinya terbebas dari persyaratan ribawi, seperti persyaratan biaya inap (swap), yaitu keuntungan yang disyaratkan kepada investor kalau dia tidak bertindak dalam transaksi di hari yang sama. Sementara terkait dengan penerimaan (Qabdh), maka telah dijelaskan pada jawaban dari pertanyaan no. 72210 .

Adapun mengenai biaya Swap dan Margin Trading, telah terbit keputusan Majma’ Fiqh Al-Islami. Berikut ini teksnya :

Segala puji hanya Milik Allah semata. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi yang tidak ada nabi setelahnya, yaitu pemimpin dan Nabi kita Muhammad, begitu pula kepada keluarga dan para sahabatnya. Amma ba’du.

Sesungguhnya Majma’ Fiqh Al-Islami Rabithah Al-Alam Al-Islami, pada pertemuan kedelapan belas yang diadakan di Mekah Al-Mukarramah tanggal 10-14 Rabi’ul Awwal  1427 H bertepatan dengan tanggal 8-12 April 2006 M telah menelaah tema: (Margin Trading, yang maksudnya adalah pembeli (konsumen) membayar sedikit nilai dari sesuatu yang ingin dibeli yang dinamakan dengan Margin, perantara/broker (bank atau lainnya) melakukan pembayaran sisanya dengan cara berhutang dengan ketentuan akad yang dibeli tetap berada pada perantara (broker), sebagai jaminan dengan sejumlah dana pinjaman. Setelah mendegarkan topik yang disodorkan dan terjadi banyak diskusi seputar tema, maka majelis berpendapat bahwa transaksi ini mengandung beberapa hal berikut ini :

  1. Perdagangan (jual beli dengan tujuan keuntungan), perdagangan ini sering terjadi pada mata uang utama, sekuritas (saham dan obligasi), atau beberapa jenis komoditas, dan mungkin mencakup kontrak opsi, kontrak berjangka, dan perdagangan indeks pasar utama.
  2. Hutang yaitu dana yang diberikan oleh broker kepada costumer secara langsung kalau broker itu sebagai bank, atau lewat pihak lain kalau brokernya bukan sebagai bank.
  3. Riba yang terjadi dalam transaksi ini melalui (biaya inap), yaitu bunga yang dikenakan kepada penanam modal jika ia tidak bertindak pada transaksinya pada hari yang sama, yang dapat berupa persentase dari pinjaman atau jumlah tertentu.
  4. Komisi, yaitu jumlah yang diterima oleh broker sebagai hasil perdagangan investor (klien) melalui dirinya, yang merupakan persentase yang disepakati dari nilai jual atau beli.
  5. Hipotik, yaitu komitmen yang ditandatangani oleh klien untuk menjaga kontrak perdagangan dengan broker tetap sesuai dengan jumlah pinjaman, dan memberinya hak untuk menjual kontrak tersebut dan mendapatkan kembali pinjaman jika kerugian klien mencapai persentase tertentu dari jumlah margin. Kecuali klien meningkatkan hipotik sesuai dengan penurunan harga komoditas.

Maka majelis berpendapat bahwa transaksi semacam ini tidak diperbolehkan secara syariat dikarenakan sebab-sebab berikut ini :

Pertama, jelas mengandung riba, yang digambarakan dengan adanya tambahan dalam jumlah hutang, yang dinamakan dengan (biaya inap). Ia termasuk jenis riba yang diharamkan. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ * فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ

البقرة/278، 279

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah : 278-279).

Kedua, bahwa persyaratan broker kepada klien agar perdagangannya harus melalui perantara dirinya menyebabkan terkumpulnya pinjaman dan penggantian (broker) dan itu berarti menggabungkan antara pinjaman dan penjualan, yang telah dilarang syariat berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ’Alaihi wa Sallam :

 لا يحل سلف وبيع ...   الحديث رواه أبو داود (3/384) والترمذي (3/526) وقال : حديث حسن صحيح

“Tidak halal pinjaman dengan jual-beli. (Hadts diriwayatkan oleh Abu Daud, 3/384 dan At-Tirmizi, 3/526. At-Tirmidzi mengatakan, “Hadits hasan shahih.”).

Dengan demikian dia telah mengambil manfaat dari pinjaman. Padahal para ulama fikih telah bersepakat bahwa semua hutang yang mengambil manfaat itu termasuk riba yang diharamkan.

Ketiga, perdagangan yang terjadi dalam transaksi seperti ini di pasar global seringkali mencakup banyak kontrak yang diharamkan secara syariat, di antaranya :

  1. Perdagangan obligasi, dan ia termasuk riba yang diharamkan. Hal itu telah ditegaskan dalam keputusan Majma’ Al-Fiqh Al-Islami di Jeddah no. 60 pada pertemuan keenam.
  2. Perdagangan saham perusahaan tanpa perbedaan, telah ditegaskan pada keputusan keempat oleh Majma’ Al-Fiqh Al-Islami di Rabithah Al-‘Alam Al-Islami pada pertemuan keempat belas pada tahun 1415 H akan pengharaman perdagangan saham perusahaan yang tujuan utamanya itu diharamkan atau sebagian transaksinya adalah riba.
  3. Seringkali jual beli mata uang terjadi tanpa adanya Qabdh (penerimaan barang) secara syar’i yang memperbolehkan suatu tindakan terhadap barang.
  4. Perdagangan pada kontrak opsi dan kontrak berjangka. Keputusan Majma’ Al-Fiqh Al-Islami di Jeddah no. 63 para pertemuan keenam telah menegaskan bahwa kontrak opsi tidak diperbolehkan menurut hukum syariah, karena yang diakadkan bukanlah uang, manfaat, atau hak finansial yang dapat digantikan. Hal yang sama berlaku untuk kontrak berjangka dan kontrak indeks.
  5. Bahwa broker pada sebagian kondisi menjual sesuatu yang tidak dimilikinya. Dan menjual sesuatu yang tidak dimiliki itu terlarang secara syariat Islam.

Keempat, karena transaksi ini mengandung kerugian ekonomi bagi pihak-pihak yang bertransaksi khususnya klien (investor), dan perekonomian masyarakat pada umumnya. Karena didasarkan pada perluasan hutang, pada risiko, dan seringkali mengandung penipuan, penyesatan, rumor, monopoli, keserakahan, dan fluktuasi harga yang kuat dan cepat, dengan tujuan untuk menjadi kaya dengan cepat dan memperoleh tabungan orang lain dengan cara yang tidak syar’i, sehingga sama saja dengan mengonsumsi uang secara batil. Ditambah lagi mengubah uang di suatu masyarakat dari kegiatan ekonomi yang nyata dan berkembang menuju kegiatan ekonomi yang berisiko dan tidak  berkembang. Hal ini dapat mengakibatkan guncangan ekonomi yang hebat, yang menimbulkan kerugian dan kerusakan besar pada masyarakat.

Majma’ Al-Fiqh Al-Islami merekomendasikan agar lembaga keuangan mengikuti metode pembiayaan yang sah (sesuai syariat) yang tidak mengandung riba atau syubhatnya, tidak menimbulkan dampak ekonomi yang merugikan bagi pelanggannya atau perekonomian secara umum, seperti kemitraan yang sah (syar’i) dan sejenisnya. Allahlah sang pemilik taufik.

Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabat semuanya. Majallah Al-Majma’ Al-Fiqh Al-Islami, vol. 22 hal. 229.

Kita memohon kepada Allah semoga kami dan Anda mendapatpan taufik dan petunjuk-Nya.

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam