Jum'ah 21 Jumadil Ula 1446 - 22 November 2024
Indonesian

Bagaimanakah shalat dan puasanya mereka yang tinggal Di daerah yang siangnya lebih panjang atau mataharinya tidak terbenam?

Pertanyaan

Apa yang harus diperbuat masyarakat yang tinggal di daerah yang siangnya 21 jam?, apakah mereka harus mengira-ngira puasa mereka?, demikian juga bagi mereka yang tinggal di daerah yang siangnya pendek? Atau mereka yang malamnya sampai enam bulan dan siangnya enam bulan?. Bagaimanakah shalat dan puasa mereka?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Barang siapa yang tinggal di daerah yang malam dan siangnya selama 24 jam, maka kewajiban mereka berpuasa pada siang harinya, meskipun siangnya lebih pendek. Adapun bagi mereka yang tinggal di daerah yang siangnya beberapa bulan dan malamnya beberapa bulan, maka mereka harus mengira-mengira waktu shalat dan puasa mereka, sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah pada waktu keluarnya Dajjal yang satu hari pertamanya selama satu tahun, lalu satu bulan, lalu satu minggu.

Majelis ulama besar Saudi Arabia berpendapat tentang masalah ini dan menetapkan, nomor: 61, tanggal 12/4/1398 H. sebagaimana berikut:

Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam disampaikan kepada baginda Rasulullah, keluarganya, dan para sahabatnya, selanjutnya:

Pertama: Bagi yang tinggal di daerah yang waktu siang dan malamnya berjarak dengan ditandai terbitnya fajar dan terbenamnya matahari. Atau waktu siangnya lebih lama pada musim panas, dan lebih pendek pada musim dingin. Maka mereka harus mendirikan shalat pada waktu yang telah disyariatkan. Berdasarkan umumnya firman Allah –ta’ala-:

أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً ٧٨ الإسراء: 78

“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)”. (QS. Al Isra’: 78) 

Dan firman Allah yang lain:

... إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَّوْقُوتاً ١٠٣  النساء

“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (QS. An Nisa’: 103) 

Sebagaimana juga hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin Ash –semoga Allah meridhoi keduanya-, bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

وَقْتُ الظُّهْرِ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ وَكَانَ ظِلُّ الرَّجُلِ كَطُولِهِ مَا لَمْ يَحْضُرْ الْعَصْرُ ، وَوَقْتُ الْعَصْرِ مَا لَمْ تَصْفَرَّ الشَّمْسُ ، وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَغْرِبِ مَا لَمْ يَغِبْ الشَّفَقُ ، وَوَقْتُ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ الْأَوْسَطِ ، وَوَقْتُ صَلَاةِ الصُّبْحِ مِنْ طُلُوعِ الْفَجْرِ مَا لَمْ تَطْلُعْ الشَّمْسُ ، فَإِذَا طَلَعَتْ الشَّمْسُ فَأَمْسِكْ عَنْ الصَّلَاةِ فَإِنَّهَا تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ  (رواه مسلم (612) )

“Waktu dzuhur adalah apabila matahari tergelincir ke barat sampai bayangan seseorang setinggi badannya dan sebelum masuk waktu ashar. Waktu ashar adalah sampai sebelum matahari menguning, dan waktu maghrib adalah sampai sebelum mega terbenam, dan waktu isya’ adalah sampai tengah malam kedua. Dan waktu shalat subuh dari terbit fajar sampai sebelum terbit matahari. Dan apabila matahari terbit maka janganlah anda mendirikan shalat; karena matahari itu terbit di antara dua tanduk syetan”. (HR. Muslim: 612) 

Dan banyak sekali hadits lain yang menerangkan tentang batasan waktu shalat, baik hadits qouli atau hadits fi’li, dan tidak membedakan antara panjangnya siang atau malam, selama waktu shalat berjarak dengan tanda-tanda yang sudah dijelasan oleh Rosulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Hal ini berkaitan dengan batasan waktu shalat. 

Adapun yang berkaitan dengan batasan waktu puasa ramadhan, diwajibkan bagi semua yang berkewajiban puasa agar berpuasa pada siang harinya mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari di daerah mereka. Dan rata-rata pada masa kita saat ini sehari semalam selama 24 jam. Dibolehkan bagi mereka makan, minum, berhubungan intim dengan istrinya, atau yang lainnya pada malam hari mereka meskipun pendek; karena syari’at Islam ini untuk semua manusia di semua daerah atau negara. Sebagaimana firman Allah:

وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّليْلِ ﴿ سورة البقرة: 187)

…”dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam”. (QS. Al Baqarah: 187) 

Barang siapa yang tidak mampu menyempurnakan puasanya karena lamanya waktu siang, atau mengetahui tanda-tandanya akan hal itu, atau berdasarkan pengalaman, atau hasil rekomendasi dokter yang dapat dipercaya atau dia mengira bahwa kalau puasa akan menyebabkannya sakit keras, atau menyebabkan penyakitnya tambah parah, atau akan semakin lama sembuhnya, maka dia boleh tidak berpuasa. Dan mengganti puasanya pada bulan-bulan yang memungkinkan untuk puasa. Allah berfirman:

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمْ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ (سورة البقرة : 185)

“ barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain”. (QS. Al Baqarah: 185) 

Allah juga berfirman:

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا (سورة البقرة: 286)

“ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya“. (QS. Al Baqarah: 286)

Firman Allah yang lain:

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ (سورة الحج: 78) .

“ Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (QS. Al Hajj: 78)

Kedua: Adapun bagi mereka yang tinggal di daerah yang matahari tidak terbenam selama musim panas, dan tidak terbit selama musim dingin, atau di daerah yang siangnya selama enam bulan, dan malamnya selama enam bulan, maka wajib bagi mereka mendirikan shalat lima waktu pada setiap 24 jam, dan mengira-ngira waktu masing-masing shalat dengan merujuk kepada negara tetangga yang waktu shalat lima waktunya berjarak. Sebagaimana telah ditetapkan waktu-waktu shalat itu semenjak isra’ dan mi’rajnya Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, bahwa Allah telah mewajibkan 50 kali shalat dalam sehari semalam, sedang Rasulullah senantiasa meminta keringanan sampai Allah berfirman:

يَا مُحَمَّدُ ، إِنَّهُنَّ خَمْسُ صَلَوَاتٍ كُلَّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ (رواه مسلم (162) .

“Wahai Muhammad, Sesungguhnya yang 50 shalat itu menjadi 5 kali shalat sehari semalam”. (HR. Muslim)

Sebagaimana juga hadits Thalhah binUbaidillah –radhiyallahu ‘anhu- berkata: seseorang pernah mendatangi Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dari penduduk Najed dengan rambut acak-acakan, kami mendengar suaranya yang keras dan kami tidak memahami apa yang diucapkan, sampai ia mendekati Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- seraya bertanya tentang Islam, maka Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda yang di antaranya:

...خَمْسُ صَلَوَاتٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ ، فَقَالَ : هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهُنَّ ؟ قَالَ : لَا إِلَّا أَنْ تَطَّوَّعَ . . . (رواه البخاري (46) ومسلم (11) )

“…Shalat lima kali dalam sehari semalam”. Dia bertanya lagi: apakah ada lagi selain itu?, Rasulullah menjawab: “Tidak, kecuali shalat sunnah”. (HR. Bukhori: 46, Muslim: 11)

Rasulullah juga pernah ketika menjelaskan kepada para sahabatnya tentang Dajjal, merekapun bertanya: berpa lama Dajjal tinggal di bumi?, Rasulullah menjawab: “ 40 hari, hari pertama selama satu tahun, hari kedua selama satu bulan, hari ketiga selama satu pekan dan hari-hari berikutnya sama dengan hari-hari kalian”. Para sahabat bertanya: pada satu hari yang harinya sama dengan satu tahun, apakah cukup hanya mendirikan lima kali shalat fardhu?, Rasulullah menjawab: “Tidak, akan tetapi kalian harus mengira-mengira waktu shalat selama satu tahun”. (HR. Muslim: 3937)

Jadi, satu hari yang sama dengan satu tahun lamanya tidak di anggap satu hari dengan lima kali shalat, akan tetapi wajib mendirikan shalat lima waktu setiap 24 jam sekali. Inilah yang menjadi dasar bagi daerah yang malam dan siangnya tidak stabil selama 24 jam. Maka umat Islam yang tinggal di daerah tersebut wajib mengira-mengira waktu shalatnya dengan menyesuaikan dengan negara tetangga yang siang dan malamnya stabil selama 24 jam.

Demikian juga diwajibkan bagi mereka untuk berpuasa Ramadhan, mereka juga wajib memperkirakan awal dan akhir Ramadhan, termasuk juga awal dan akhir buka dan sahur setiap harinya, termasuk terbit dan terbenamnya matahari dengan menyesuaikan waktu negara tetangga yang memiliki waktu 24 jam, sebagaimana hadits Rasulullah tentang masa datangnya Dajjal, yang tidak dibedakan antara shalat dan puasa.

Dan Allah pemilik petunjuk

Semoga shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, keluarganya dan para sahabatnya.

(Majelis Ulama Besar, Majmu’ fatawa Syekh Ibnu Baaz: 15/292/300) .

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam