Alhamdulillah.
Jika yang dimaksud dengan ucapan anda "Belum tahallul dari ihram umrah", bahwa dia telah thawaf dan sai serta telah mencukur atau menggundul rambutnya, namun dia belum melepas pakaian ihramnya, akan tetapi langsung kemudian niat ihram haji dengan pakaian ihram yang dia pakai sejak umrah , maka tidak ada kewajiban apa-apa baginya. Karena pada hakekatnya dia melakukan haji tamattu dan telah selesai dari amalan umrah, kemudian dia ihram untuk haji. Umrahnya telah sah, demikian pula hajinya. Jika dia melakukan ihram untuk hajinya sebelum hari Tarwiyah (tgl 8 Dzulhijjah) maka dia tergesa-gesa, paling jauh dia dianggap bertentangan dengan sunah dengan tindakannya yang tergesa-gesa, akan tetapi tidak ada kewajiban apa-apa baginya. Dia hanya diharuskan membayar dam, sebagaiman umumnya berlaku bagi orang yang melakukan haji Tamattu.
Akan tetapi, jika yang anda maksud dengan ucapan anda "Belum tahallul dari ihramnya" adalah bahwa anda memasukkan niat haji pada umrah anda setelah anda melakukan thawaf dan sai dan sebelum menggundul atau memendekkan rambut, maka para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Pendapat yang masyhur dalam mazhab Hambali adalah bahwa perbuatan tersebut tidak sah, karena tidak sah memasukkan niat haji dalam umrah setelah melakukan thawaf, karena dia telah memulai tahallul dari umrah dengan perbuatan tersebut. Pernyataan ini ditegaskan oleh para ahli fiqih. Dikecualikan dari itu, orang yang membawa hewan hadyunya.
Sedangkan pendapat kedua, disebutkan oleh Al-Muwaffaq (Ibnu Qudamah) dalam kitab Al-Mughni dan selainnya, bahwa hajinya sah, dan dia terkena dam, karena dengan demikian dia dianggap melakukan haji Qiran. .
Dia berkata dalam kitabnya Al-Mughni (5/244), apabila dia ihram haji sebelum memendekkan rambut, maka dia berarti telah memasukkan niat haji dalam umrah, maka dengan demikian hajinya menjadi haji qiran. Padahal Al-Muwaffaq telah menyebutkan sebelumnya bahwa hal itu tidak sah.
Masalah ini membingungkan para ulama. Sebagian mereka berkata, hal tersebut karena kelupaan Al-Muwaffaq rahimahullah. Yang lainnya berkara, "Yang dimaksud adalah bagi siapa yang membawa hewan hadyu. Pendapat yang menyatakan sah hajinya adalah pendapat dalam mazhab Malik. Termasuk yang berkata demikian adalah mazhab Hambali sebagaimana dinyatakan oleh Al-Muwaffaq dalam kitab Al-Mughni dan pengarang kitab Asy-Syarhul Kabir (3/424), dalam Al-Mustau'ib (4/291), Al-Mubdi' (3/327). Hal ini juga dinyatakan oleh Syekh Abul Mawahib dan Syekh Sulaiman bin Ali, dia menyebutkannya dalam Mufid Al-Anam. Dia memilih pendapat ini, jika dia lupa atau tidak tahu, dia harus membayar dam karena meninggalkan menggundul kepala atau memendekkan rambut. Wallahua'lam.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah memilih pendapat yang menyatakaan bahwa hajinya sah dan bahwa dia dianggap haji Tamattu, sesuai dengan niatnya. Sedangkan dia harus menyembelih seekor kambing karena dia telah meninggalkan salah satu kewajiban umrah, yaitu menggundul atau memendekkan rambut.
Beliau pernah ditanya, "Jika seorang yang haji tamattu lupa memendekkan rambutnya, kemudian dia langsung masuk niat haji dan baru ingat setelah masuk dalam ibadah haji, bagaimana hukumnya?"
Beliau menjawab, "Ini merupakan masalah besar. Sebagian ulama berpendapat, "Hajinya tidak sah, karena dia telah ihram untuk haji bukan pada tempatnya. Sebab, jika dia berniat haji qiran, semestinya dia ihram untuk haji sebelum thawaf. Sementara dia sekarang, tidak dikatakan sebagai haji qiran atau haji tamattu. Kami menilainya bahwa dia adalah tamattu, wajib baginya membayar fidyah karena tidak memendekkan rambut. Hajinya sah insya Allah."
(Fatawa Ibnu Utsaimin, 22/474-475)
Wallahua'lam.