Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Memakai Baju Pendek dan Ketat Bagi Anak Antara Perintah Suami dan Larangan Istri

110593

Tanggal Tayang : 19-03-2015

Penampilan-penampilan : 8428

Pertanyaan

Apa hukumnya memakai celana pendek bagi anak-anak yang hampir baligh ?, apa yang seharusnya saya lakukan jika anak perempuan saya menolak untuk memakai hijab (jilbab) dan jubah (baju kurung) ?, apa yang harus saya lakukan dengan suami saya ?, ia adalah tipe laki-laki yang keras, saya banyak tertekan karenanya, ia ingin menjauhkan anak-anak kami dari semua perkara yang haram, termasuk perkara haram yang dilakukannya. Bagaimanakah jalan keluar dari keadaan dunia saat ini; karena banyak dari para pemeluk agama Islam dewasa ini yang bersikap keras dalam segala hal, dan bagaimanakah saya mampu memperlajari Islam dengan berbagai masalah yang saya alami, juga waktu yang terbatas ?, ada yang mengatakan tidak boleh melanggar perintah suami, apa yang harus saya lakukan ketika saya merasa tidak yakin akan keilmuan suami untuk mengikuti semua apa yang perintahkan kepada saya ?, Bagaimanakah solusinya ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Pertama:

Bahwa sebuah perahu yang menyebrangi samudra dan membawa sekian orang penumpang tidak akan bisa berlayar kecuali ada nahkoda yang mengarahkannya hingga mampu mengantarkan penumpangnya sampai ke daratan yang aman. Keluarga muslim sekarang adalah ibarat sebuah perahu yang berada pada samudra yang luar dengan ombak yang dahsyat penuh dengan fitnah dan rintangan, para musuh agama telah bersatu untuk melemahkan keluarga muslim, bahkan cenderung untuk membinasakannya. Mereka telah menggunakan segala macam cara untuk merealisasikan tujuan mereka tersebut. Inilah konspirasi internasional yang berpindah-pindah dari satu negara ke negara yang lain dan berjalan dengan teratur melalui kepemimpinan internasional yang bertujuan merusak keluarga muslim, merapuhkan ikatan di antara mereka, menanggalkan rasa malunya, menodai kesuciannya, banyak satelit yang memancarkan tayangan-tayangan yang buruk, media cetak yang tersebar juga demikian termasuk media massa lainnya, semuanya untuk mensukseskan tujuan yang sama. Di tengah ombak yang menderu inilah keluarga muslim mengarungi kehidupannya. Dan jika tidak memiliki nahkoda yang bijaksana maka perahu tersebut akan terhempas dan menjadi puing-puing.

Kepala keluarga adalah nahkoda kapal laut tersebut, kami tidak menyalahkan seorang ayah yang merasa hawatir bahwa istri dan anak-anaknya akan terjerumus kepada fitnah dan kerusakan. Kerusakan tersebut lebih banyak dan lebih kuat dari pada hanya dicegah oleh seorang kepala keluarga saja, maka bagaimana jika ditambah dengan tidak adanya kerjasama dari istrinya dalam kepemimpinannya ?!, bahkan bagaimana jadinya jika seorang istri justru menentang usaha suami untuk menjadi jalan keluar bagi keluarganya dari semua fitnah dan kerusakan ?!.

Ketahuilah –wahai saudariku penanya- masalahnya tidaklah sederhana, oleh karenanya anda wajib menjadi sebaik-baik penolong bagi suami anda untuk kebaikan anggota keluarga anda, meskipun anda tidak yakin dengan hukum dan keputusan suami anda, maka tidak selayaknya bagi anda untuk menghalangi dan menentangnya, apalagi seorang suami adalah imam dari anak-anak anda, karena dampaknya akan menjadi negatif bagi pendidikan anak-anak anda.

Apa yang diinginkan oleh seorang bapak bagi anggota keluarganya tidak boleh terlepas dari nash syari’at yang menuntunnya, atau sesuatu yang menurutnya mendatangkan maslahat bagi anak-anaknya, atau melarang dari sesuatu yang akan merusaknya, meskipun masih ada peluang untuk berdiskusi dengannya namun itu menjadi perkara kedua; karena syariat adalah hakim dari semua tingkah laku kita, dan tidak ada pilihan lain untuk tidak menerima atau melaksanakannya.

Kedua:

Ketahuilah –wahai saudariku penanya- bahwa Allah –Ta’ala- menyuruh anda dan suami anda agar menjaga diri dari neraka-Nya, demikian juga agar anda berdua menjada anak-anak kalian, urusan ini bukanlah perkara yang mudah, bahkan sangat berbahaya, juga bukanlah suami anda saja yang bertanggung jawab atas keluarganya, namun anda juga bertanggung jawab sama dengan suami anda. Allah –Ta’ala- berfirman:

( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ ) التحريم/ 6 .

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. at Tahrim: 6)

Dari Abdullah bin Umar –radhiyallahu ‘ahuma- berkata: Saya mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

( كُلُّكُمْ رَاعٍ ، وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ ، وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا ).
رواه البخاري ( 853 ) ومسلم ( 1829 (

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya, seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya, seorang wanita adalah pemimpin di dalam rumah suaminya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya”. (HR. Bukhori 853 dan Muslim 1829)

Ketahuilah pendidikan anak itu tidak dengan kekerasan dan tidak juga dianggap remeh.

Ulama Lajnah Daimah pernah ditanya: “Adakah cara efektif bagi orang tua untuk mendidik anak-anaknya ?”.

Mereka menjawab:

“Cara efektif bagi orang tua untuk mendidik anak-anaknya adalah cara pertengahan, tidak dengan ekstrim kanan maupun kiri, yaitu; tidak dengan kekerasan tidak juga dianggap remeh, atau tidak diperdulikan. Maka seorang bapak hendaknya mendidik anak-anaknya, mengajari mereka, menasehati mereka, mengarahkan mereka kapada akhlak yang mulia, dan etika yang baik, dan melarang mereka dari semua bentuk akhak tercela. Dan dari Allah-lah semua petunjuk berasal. Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya”. (Syekh Abdul Aziz bin Baaz, Syeikh Abdur Razzaq ‘Afifi, Syekh Abdullah bin Ghadyan)

“Fatawa Lajnah Daimah: (25/290-291)”.

Ketiga:

Ketahuilah bahwa syari’at yang mulia telah menyuruh kalian untuk mengajari anak-anak kalian tata cara shalat pada saat mereka berumur tujuh tahun, dan menyuruh kalian untuk memisahkan tempat tidur di antara mereka pada saat mereka berusia sepuluh tahun, hal ini demi masa pertumbuhan mereka dengan sebaik-baiknya, dan demi kebaikan mereka di kemudian hari. Meskipun mereka belum menjadi mukallaf –karena mereka belum baligh- namun hal ini tidak menghalangi para wali dan keluarga mereka untuk diperintahkan menanamkan nilai-nilai di atas untuk kebaikan mereka, perintah tersebut untuk kalian para wali bukan untuk mereka, dan untuk kebaikan mereka dan kalian.

Dengan dibiasakan dengan nilai-nilai di atas, mereka akan tumbuh dengan baik dalam bermu’amalah, berakhlak mulia secara umum dan memiliki rasa malu, menjaga kesuciannya secara khusus. Termasuk dalam perintah tersebut adalah menjaga aurat, tidak memakai pakaian ketat dan pendek, hal ini agar mereka terdidik untuk memiliki rasa malu dan menjaga kesucian dirinya, dari sisi lain merupakan pencegahan agar tidak mengumbar syahwatnya, dan tidak mengundang kejahatan orang yang melihatnya, baik dari keluarga dan kerabat dekat yang lain. Tidaklah mungkin syariat yang suci ini menyuruh kalian untuk memisahkan tempat tidur mereka, lalu membolehkan mereka untuk memakai pakaian pendek dan ketat sepanjang hari !, maka fahamilah sebab adanya perintah tersebut. Hendaklah anda berhati-hati bahwa anda menjadi sebab tersebarnya fitnah dan kerusakan yang akan menjadikan anda menyesal selamanya.

Syekh Muhammad bin Shaleh al Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya: “Kami banyak melihat pada majelis ibu-ibu terdapat anak-anak remaja laki-laki dan perempuan yang kira-kira berusia tujuh tahunan mereka mengenakan pakaian pendek dan ketat dengan model busana orang barat, atau model pakaian anak perempuan serupa dengan model pakaian anak laki-laki. Ketika kami berbicara dengan ibunya dan nasehatinya, mereka beralasan bahwa anak-anak mereka masih kecil, maka kami berharap dari anda untuk menjelaskan dengan sempurna tentang pakaian anak-anak dan mencukur rambut mereka, semoga Allah memberkahi anda.

Beliau menjawab:

“Sebagaimana diketahui bahwa manusia terpengaruh dengan sesuatu yang biasa dilakukan sejak kecil, dan akan tetap akan seperti itu sampai dewasa; oleh karenanya Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan agar kita menyuruh anak-anak kita mendirikan shalat mulai usia tujuh tahun, dan boleh memukulnya jika mereka tidak mau shalat sejak berusia sepuluh tahun, agar mereka terbiasa dengan shalat. Seorang anak itu sesuai apa yang biasa ia lakukan. Jika seorang anak perempuan terbiasa memakai rok bawahan pendek yang sampai lutut, atau baju yang hanya sampai lengan atas atau pundak, maka rasa malunya akan hilang dan menganggap baik kebiasaan tersebut, demikian juga berkaitan dengan rambut. Seorang wanita harus memiliki rambut yang berbeda dengan model rambut laki-laki. Jika ia menjadikan model rambutnya seperti model rambut laki-laki, maka ia telah menyerupai mereka, Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah melaknat orang-orang wanita yang menyerupai laki-laki.

Hendaklah diketahui bahwa keluargalah yang bertanggung jawab atas sikap anak-anak tersebut, mengarahkan, mendidik mereka, sebagaimana sabda Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- :

( الرجل راعٍ في أهل بيته ومسئول عن رعيته )

“Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya”.

Maka berhati-hatilah untuk tidak meremehkan masalah ini, dan hendaklah seseorang bersungguh-sungguh dalam mengarahkan anak-anaknya, dan memperhatikan mereka, hingga Allah –tabaraka wa ta’ala- menjadikan mereka anak-anak shaleh dan menjadi penyejuk mata baginya”. ( Al Liqa’ as Syahri: 66/10)

Keempat:

Jika seorang anak perempuan terdidik semenjak masa kecilnya dengan mempertahankan rasa malu, menjaga kehormatan dirinya, menutup auratnya, maka ia akan menyukai jubah dan hijab (jilbab) sebelum balighnya. Dan jika ia sudah dewasa sedang ia tidak mau memakai pakaian yang menutup auratnya, orang tuanya juga tidak membiasakannya sejak kecil, maka ia harus selalu dinasehati, diingatkan dan dijelaskan secara terus menerus. Jika dengan metode itu masih tidak mempan, maka hendaknya yang digunakan adalah metode dengan sedikit kekerasan. Anda hendaknya menghalangi keinginannya hingga tidak ada kesempatan baginya untuk bertindak semaunya. Jika kalian diam saja dan cenderung dibiarkan tidak memakai jubah atau pakaian yang menutup auratnya, maka ia akan berani untuk melakukan yang lebih dari pada hal tersebut. Yang demikian itu menjadi tanda bahwa kapalnya akan mendekati karam !, dikarenakan banyak keputusan penting justru eksekusinya berada pada kuasa anak-anak !. Kami tekankan awalnya dengan lunak dan lemah lembut, dan tidak putus asa berharap bahwa ia nantinya akan berubah menjadi baik, dan janganlah menggunakan kekerasan kecuali jika dibutuhkan oleh nahkoda kapal yang bijaksana dan berakal.

Ulama Lajnah Daimah pernah ditanya: “Sejak usia berapa para remaja putri diwajibkan memakai hijab (jilbab) ? , apakah kami harus mewajibkan memakai hijab kepada para murid perempuan, meskipun mereka sebenarnya menolak ?

Mereka menjawab:

“Jika serang anak perempuan memasuki usia baligh, maka ia wajib mengenakan pakaian yang menutup auratnya, diantaranya adalah: wajah, kepala, kedua telapak tangan, baik ia seorang pelajar atau tidak. Menjadi kewajiban walinya untuk memaksannya meskipun ia tidak menyukai pakaian tersebut. Dan selayaknya walinya sudah melatihnya semenjak sebelum balighny agar sudah menjadi kebiasaannya, dan menjadi mudah penerapannya”.

(Syeikh Abdul ‘Aziz bin Baaz, Syeikh Abdur Razzaq ‘Afifi, Syeikh Abdullah bin Ghadyan, Syeikh Abdullah bin Qu’ud)

“Fatawa Lajnah Daimah: 17/219-220”.

Maka hendaknya anda menjadi sebaik-baik penolong bagi suami anda untuk mentaati Allah dan mendidik anak-anak kalian. Berhati-hatilah dengan jejak para musuh Islam yang menghembuskan bahwa  berpegang teguh dengan syari’at adalah bentuk kekerasan. Adapun keteledoran suami anda pada dirinya, maka menjadi tugas anda untuk menasehatinya, bangkitkan rasa takutnya kepada Allah –Rabb ‘Alamin- , dan janganlah menjadikan keteledorannya justru ditiru oleh anak-anak kalian. Mintalah pertolongan kepada Allah –Ta’ala- agar mampu menunaikan amanah dengan sebaik-baiknya. Kami memohon kepada Allah –Ta’ala- agar memberikan petunjuk kepada kalian yang diridhai oleh-Nya.

Kami telah menyebutkannya pada jawaban soal nomor: 10016, “Bagaimana Mendidik Anak-anak dalam Kebaikan ?”.

Juga terdapat jawaban pada nomor soal: 10211, kami telah menjelaskan metode yang benar untuk mengajari anak-anak kecil dan mendakwahi mereka.

Wallahu A’lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam