Jum'ah 21 Jumadil Ula 1446 - 22 November 2024
Indonesian

BAGAIMANA JAWABAN ATAS ANGGAPAN BAHWA RASULULLAH SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM MENGUNJUNGI KITA DALAM KEADAAN HIDUP?

114317

Tanggal Tayang : 11-04-2012

Penampilan-penampilan : 25234

Pertanyaan

Di Pakistan, kalangan sufi yang mengatas namakan agama adalah pangkal keburukan. Saya sangat kaget ketika ada seorang tokoh agama berkata, 'Kalian dapat menjumpai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam secara hakiki.' Dia ingin mengatakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam mendatangi para wali mereka dalam keadaan hidup dengan wujudnya yang hakiki. Mereka tidak hanya mengingkari bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mati, akan tetapi mereka juga berpendapat bahwa beliau mengunjungi para wali mereka dalam keadaan hidup pada saat sekarang ini. Bagaimana membantah mereka? Dan apa hukum mereka dalam syariat?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Cara paling ampuh membantah bid'ah atau meluruskan kekeliruan adalah mempertanyakan dalilnya. Siapa yang ditanya tentang dalil sebuah  pandangan yang dia pegang atau yang dia ajarkan, maka hal itu berarti menyampaikan permasalah langsung kepada sumber pemikiran dan akalnya tentang keharusan memiliki landasan ilmiah yang benar dengan dalil dan cara pengambilan dalil yang benar untuk menghadapi penentangnya. Bukan berdasarkan bualan atau cerita yang didapat sana sini. Semuanya sepakat bahwa perkara ini adalah bagian agama, maka semuanya pun harus sepakat tentang bagaimana agama ini dilandasi dan bagaimana seseorang berargumen dalam perkara syariat.

Mereka yang mengaku dapat melihat Nabi dalam keadaan terjaga;

Berarti dia mengatakan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah hidup dengan ruh dan jasadnya. Dia keluar dan datang serta bergerak di alam ini sekehendaknya. Dalam hal ini dia seperti halnya semasa hidupnya dahulu.

Atau dia berpendapat bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam telah wafat dan berpindah ke alam barzakh yang khusus. Siapa yang melihatnya berarti tersingkap baginya wujudnya dalam kehidupan alam barzakh.

Pada kedua pengakuan tersebut, mereka dituntut memberikan dalil berdasarkan Al-Quran, Sunnah dan ijmak.

Kami telah cari dalil yang sering dipakai mereka, akan tetapi tidak ada yang kami dapatkan kecuali kejadian yang dialami sebagian wali yang saleh dan sering dikutip dari beberapa buku yang menyebutkan nama-nama orang yang pernah mengalaminya.

Tidak diragukan lagi bahwa berargumen seperti ini tidak memiliki kekuatan. Yang namnya dalil harus berupa ayat, hadits atau ijmak, atau paling tidak ucapan seorang shahabat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Bukan hikayat atau kisah, khususnya dalam masalah yang terkait kepribadian Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dan hubungannya dengan alam ghaib.

Ditambah lagi bahwa kisah-kisah yang diriwayatkan mengandung beberapa kemungkinan; Kemungkinan tidak kuat kebenarannya, kemungkinan pelakunya mengalami kekeliruan, kemungkinan hal tersebut terjadi dalam mimpi, bukan saat terjaga, kemungkinan setan yang tampil dalam bentuk yang dipandang oleh orang melihatnya seakan-akan sebagai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Boleh jadi juga bahwa itu semata khayalan yang muncul di benak pelakuanya dan seakan-akan dia merupakan kenyataan.

Bagaimana jika kita ketengahkan sebagian dalil yang menafikan terjadinya perjumpaan dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam keadaan terjaga secara nyata, bukan khayalan.

Abu Bakar Ash-Shiddiq radiallahu anhu berkata saat dia berdiri di hadapan orang untuk menyampaikan khutbah pasca wafatnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam, "Ketahuilah, siapa yang menyembah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, sungguh Muhammad telah mati, dan siapa yang menyembah Allah, maka Allah Maha Hidup tidak mati. Lalu beliau mengutip firman Allah, 'Sesungguhnya kamu akan mati dan Sesungguhnya mereka akan mati (pula)." (QS. Az-Zumar: 30). Juga firman-Nya, "Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur." (QS. Ali Imran: 144) (HR. Bukhari, no. 3667)

Jika para shahabat radhiallahu anhum yang merupakan orang paling dekat terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan paling mencintainya serta bersungguh-sungguh dalam mentaatinya, telah mengetahui makna kematian beliau shallallahu alaihi wa sallam yaitu bahwa tidak ada lagi kesempatan bertemu beliau di dunia ini setelah itu, lalu bagaimana mereka dapat bertemu dan duduk bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam?!

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata, "Terjadi pada mereka dalam masalah ini godaan setan yang mereka kira karomah Ar-Rahman. Di antara mereka ada yang melihat penghuni sebuah kuburan datang kepadanya, padahal dia telah meninggal sekian tahun lamanya, lalu berkata, 'Aku adalah fulan.' Atau dia berkata, 'Setelah diletakkan di kubur, kami keluar.' Sebagaimana terjadi pada Tunisi bersama Nu'man As-Salami. Setan sering berwujud seperti manusia baik saat seseorang terjaga maupun tidur.

Boleh jadi dia mendatangi orang yang tidak dia kenal, lalu berkata, 'Aku adalah Syekh fulan atau kyai fulan. Atau mungkin dia berkata, 'Aku adalah Abu Bakar dan Umar. Atau dia datang saat terjaga, bukan saat tidur, lalu dia berkata, 'Aku adalah Al-Masih, Aku adalah Musa, Aku adalah Muhammad.

Yang aku ketahui, perkara semacam ini terjadi dalam berbagai bentuk. Kemudian ada yang mengakui bahwa telah datang dalam keadaan terjaga orang serupa mereka. Atau datang kepadanya syekh yang terkenal kezuhudan, ilmu, wara dan agamnya, kemudian mereka mempercayainya.

Di antara mereka ada yang mengira bahwa ketika dirinya mendatangi kuburan Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau keluar dari kuburnya dalam bentuknya dan berbicara dengannya. Di antara mereka ada yang melihat bundaran di atas Ka'bah dalam bentuk syekh yang katanya adalah Ibrahim Al-Khalil.

Di antara mereka ada yang mengira bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam keluar dari kamarnya dan berbicara dengannya dan mereka menjadikan hal itu sebagai karamahnya. Diantara mereka ada yang berkeyakinan bahwa dia telah bertanya kepada orang yang telah dikubur lalu orang tersebut menjawabnya.

Sebagian lagi mengisahkan bahwa Ibnu Mandah jika kesulitan memahami sebuah hadits, beliau mendatangi rumah Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan masuk, kemudian bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk menanyakannya, lalu beliau menjawabnya.

Yang lainnya dari penduduk Maroko mengalami kejadian serupa dan dia menyatakan bahwa itulah karamahnya.

Hingga akhirnya Ibnu Abdul Bar berkata kepada orang-orang yang mengaku demikian, 'Celaka kamu, apakah kamu kira orang itu lebih utama dari generasi pertama dari kalangan Muhajirin dan Anshar? Apakah ada di antara mereka yang bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam setelah kematian beliau lalu beliau menjawabnya?"

Para shahabat telah berbeda pendapat tentang beberapa masalah, mengapa mereka tidak bertanya kepada Nabi (setelah kematiannya) lalu beliau menjawabnya?!

Lalu puterinya, Fatimah, sempat berselisih pendapat soal warisannya, mengapa dia tidak bertanya kepadanya lalu beliau menjawabnya."

(Majmu Fatawa, 10/406-407)

Beliau (Syaikhul Islam Ibnu Taimiah) rahimahullah juga berkata, "Yang dimaksud adalah bahwa para shahabat radhiallahu anhum tidak menjadi sasaran setan dan korban kesesatan mereka, sebagaimana setan telah menyesatkan selain mereka dari kalangan pelaku bid'ah yang menafsirkan ayat bukan pada tempatnya, atau mereka yang tidak paham terhadap sunah, atau mereka yang melihat atau mendengar perkara-perkara luar biasa, kemudian menganggapnya sebagai tanda kenabian dan kesalehan, padahal itu adalah perbuatan setan. Sebagaimana setan telah menyesatkan orang-orang Nashrani dan pelaku bid'ah seperti itu juga. Mereka menuruti perkara yang sama dan meninggalkan perkara yang telah jelas. Begitu pula mereka berpegang teguh dengan perkara-perkara yang sama itu berlandaskan dalil logika dan indera saja. Lalu dia mendengar dan melihat perkara-perkara yang dia anggap bersumber dari Allah, padahal sesungguhnya dari setan, sementara mereka meninggalkan perkara yang jelas dan benar dan tidak ada keraguan.

Demikian pula halnya setan tidak akan dapat berwujud seperti rupanya untuk menolong orang-orang yang minta tolong kepadanya, atau bersuara mirip dengan suaranya, karena mereka yang melihatnya mengetahui bahwa perkara ini adalah syirik dan tidak halal.

Demikian pula setan tidak berani berkata kepada salah seorang di antara shahabat, 'Jika kalian memiliki kebutuhan, datanglah ke kuburanku dan mintalah bantuan kepadaku.' Tidak terjadi hal tersebut saat beliau hidup atau sesudah kematinnya. Sebagaimana hal ini terjadi pada orang-orang belakangan.

Setan juga tidak menghampiri salah seorang dari mereka dan berkata, "Aku adalah makhluk gaib, datang dari empat sudut, tujuh, atau empatpuluh, atau dia berkata kepadanya, 'Engkau salah satu dari mereka.' Jika mereka memiliki kebatilan yang tidak ada hakekatnya. Setan juga tidak datang kepada mereka dan berkata, 'Aku adalah Rasulullah, atau berbicara dengan mereka di sisi kuburnya sebagaimana terjadi pada banyak orang setelah mereka di kuburnya atau kubur selainnya atau selain kuburan.

Sebagaimana terjadi pada banyak kaum musyrik dan ahli kitab. Mereka mengaku melihatnya setelah kematiannya dan mengagungkan guru mereka. Orang India mengaku melihat orang yang mereka agungkan dari guru-guru mereka yang kafir dan selainnya. Orang Nashrani juga mengaku melihat orang-orang yang mereka agungkan dari para nabi dan hawariyyin dan selain mereka. Orang-orang sesat dalam agama ini juga mengaku telah melihat orang-orang yang mereka agungkan, apakah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, atau nabi lainnya dalam keadaan terjaga, dia berbicara kepada mereka dan mereka berbicara kepadanya, mereka katanya meminta fatwa kepadanya dan bertanya kepadanya tentang beberapa hadits, lalu mereka menjawabnya. Di antara mereka ada yang berkhayal bahwa kuburan beliau terbelah, lalu beliau dan dua orang shahabatnya (Abu Bakar dan Umar) keluar memeluknya. Diantara mereka ada yang berkhayal bahwa dirinya mengeraskan suaranya saat salam hingga salamnya terdengar hingga beberapa hari dan sampai ke tempat yang jauh. Kisah-kisah semacam ini sering terdengar dan saya sendiri pernah mendengar dari seseorang yang dia dengar dari orang yang sulit dipegang kebenarannya. Sebagaimana hal ini juga sering terdengar di kalangan Nashrani dan kaum musyrikin. Akan tetapi banyak orang yang mendustakannya, namun banyak pula yang membenarkannya dan mengira bahwa itu adalah tanda-tanda yang bersumber dari Tuhan dan bahwa orang yang mengalaminya adalah karena kesalehan dan baik agamanya. Dia tidak tahu bahwa hal itu bersumber dari setan dan bersumber dari sedikitnya ilmu orang tersebut hingga disesatkan oleh setan. Siapa yang amalnya lebih sedikit maka dia akan mengatakan sesuatu yang tidak dia ketahui bahwa hal itu sangat bertentangan dengan syariat.

Siapa yang memiliki ilmu dia tidak akan mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan syariat atau tidak memberikan manfaat dalam agama serta dapat menyesatkannay dari sebagian yang dia ketahui. Karena hal tersebut adalah perbuatan setan. Meskipun dia mengira bahwa dirinya dapat mengambil manfaat darinya, namun kerugian yang didapat akibat darinya lebih besar.

Karena itu, tidak ada seorang pun dari para shahabat yang mengatakan bahwa Khidir mendatanginya, tidak juga Musa, Isa dan tidak juga mereka mendengar jawaban Nabi shallallahu alaihi wa sallam terhadapnya.

Ibnu Umar biasanya sehabis datang dari safar menyampaikan salam, namun sekalipun dia tidak pernah berkata bahwa beliau mendengar jawaban salamnya. Demikian pula halnya dengan tabi'in serta pengikut sesudahnya. Hal tersebut baru terjadi dikalangan orang-orang kemudian.

Demikian pula, tidak ada di kalangan shahabat yang mendatanginya kemudian bertanya di sisi kuburnya tentang perkara yang mereka pertikaikan atau perkara yang tidak mereka ketahui ilmunya. Hal itu tidak dilakukan oleh Khalifah yang empat atau selainnya, padahal mereka adalah orang yang paling dekat dengan Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Bahkan termasuk puterinya, Fatimah radhiallahu anha, tidak digoda setan dengan berkata, 'Pergilah ke kuburnya (Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam), tanyakan beliau, apakah dia mewariskan atau tidak.'

Begitu pula setan tidak bernafsu mendatangi mereka dan berkata kepada mereka, 'Mintalah kepadanya agar dia mendoakan untuk kalian agar turun hujan' ketika mereka mengalami musim kering. Atau berkata kepada mereka, 'Mintalah kepadanya agar dia memohonkan kemenangan untuk kalian, atau memintakan ampunan untuk kalian, sebagaimana mereka semasa hidup beliau mendatanginya minta didoakan agar turun hujan atau diberikan kemenangan.'

Setan tidak bernafsu menggoda mereka setelah kematian Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, tidak juga terhadap generasi tiga abad pertama.

Kesesatan seperti ini baru muncul pada mereka yang sedikit ilmunya tentang Tauhid dan Sunnah. Maka setan menyesatkannya sebagaimana dia menyesatkan kaum Nashrani dalam berbagai perkara karena sedikitnya ilmu mereka dengan ajaran yang dibawah oleh Isa Al-Masih dan ajaran para Nabi sebelumnya alaihimussalam."

Majmu Fatawa, 27/390-393.

Al-Alusy rahimahullah berkata,

"Apa yang dikatakan oleh sebagian kalangan bahwa dirinya melihat Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam setelah wafatnya, bertanya kepadanya dan mengambil darinya, tidak kami ketahui ada kejadian tersebut pada generasi pertama.

Pada masa shahabat radhiallahu anhum terjadi pertikaian sejak wafatnya beliau waktu yang Allah kehendaki dalam berbagai perkara agama dan dunia. Di antara mereka terdapat Abu Bakar dan Ali radhiallahu anhuma yang pada mereka berdua umumnya berujung silsilah kelompok tasawuf  yang mengaku melihatnya, namun tidak ada riwayat yang sampai kepada kami bahwa salah satu dari mereka mengaku telah melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa salam dalam keadaan terjaga atau mendapatkan apa yang mereka dapatkan darinya.

Tidak ada riwayat yang sampai kepada kita bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam menampakkan diri kepada para shahabat yang kebingungan lalu beliau memberi petunjuk kepadanya untuk menghilangkan kebingungannya.

Tidak ada juga riwayat shahih pada kami bahwa shahabat bertanya kepadanya setelah wafat beliau sebagaimana yang dikisahkan oleh sebagian kalangan tasawuf.

Engkau telah mengetahui adanya perbedaan pendapat dikalangan mereka tentang hukum kakek dengan para saudara mayat (dalam bab warisan). Apakah engkau ketahui bahwa ada salah seorang dari mereka (shahabat) didatangi Rasulullah, lalu beliau memberinya petunjuk pendapat yang benar dalam masalah tersebut?!

Telah sampai kepadamu tentang riwayat kesedihan Fatimah yang mendalam setelah wafatnya beliau dan peristiwa Fadak (tuntutan menjadikan tanah di Fadak milik Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam sebagai harta waris  kepada Abu Bakar), tapi adakah riwayat yang sampai kepada anda bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menampakkan diri,  sebagaimana  katanya terjadi di kalangan tasawuf, untuk  meringankan penderitaan dan menjelaskan permasalahan kepadanya?"

Engkau juga telah mendengar riwayat tentang berangkatnya Aisyah radhiallahu anha ke Bashrah dan peristiwa terjadinya perang Jamal, apakah anda mendengar juga beliau (Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam) melarangnya atau mencegahnya agar jangan pergi supaya terjadi peristiwa tersebut, atau minimal sebagai bentuk pertanggungjawaban kepadanya?!

Masih banyak hal-hal lain yang tidak terhitung banyaknya.

Kesimpulannya, tidak ada riwayat yang sampai kepada kita adanya penampakan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada salah seorang shahabat dan keluarganya, padahal mereka sangat membutuhkan hal tersebut.

Penampakan beliau di Masjid Quba sebagaimana dikatakan oleh orang Syiah hanyalah kebohongan belaka.

Kesimpulannya, beliau tidak menampakkandiri di hadapan mereka yang mulia, juga tidak kepada orang-orang sesudah mereka yang membutuhkan arahannya yang membuat orang dapat puas menerimanya."

Ruhul Ma'ani, 22/38-39.

Syekh Ibn Baz rahimahullah berkata,

"Merupakan perkara agama yang seharusnya sudah diketahui dan berdasarkan dalil-dalil syari, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak berada di semua tempat, akan tetapi jasadnya terdapat dalam kuburnya saja di Madinah Munawarah. Adapun ruhnya berada di tempat yang tinggi di surga. Hal tersbut telah ditunjukkan berdasarkan riwayat shahih dari beliau, bahwa menjelang wafatnya beliau berdoa,"Ya Allah semoga aku ditempatkan di tempat yang tertinggi."

Juga para ulama Islam dari kalangan shahabat dan orang sesudah mereka sepakat bahwa beliau dikuburkan di kamar Aisyah radhiallahu anha di sisi Masjid beliau yang mulia, dan jasadnya hingga kini berada di tempat tersebut.

Adapun ruhnya dan ruh para nabi serta kaum muslimin, semuanya di surga, akan tetapi di tempat dan derajat yang berbeda-beda sesuai ilmu dan keimanan yang Allah berikan kepadnya serta kesabaran dalam menanggung penderitaan di jalan dakwah kepada kebenaran.

Adapun apa yang diakui sebagian kalangan tasawuf yang mengatakan bahwa dia mengetahui perkara gaib dan Rasulullah saw hadir di hadapan mereka pada saat mereka merayakan peringatan maulid atau sebagainya, hal itu adalah perkara batil yang tidak memiliki landasan. Yang membuat mereka bersikap seperti itu adalah kebodohan mereka terhadap Al-Quran dan Sunnah serta petunjuk salafushaleh.

Semoga Allah memberikan keselamatan kepada kita dan kaum muslimin dari apa yang telah menimpa mereka. Kita juga memohon semoga Allah memberi petunjuk kepada kita dan mereka seluruhnya kepada jalan yang lurus, sungguh Dia Maha Mendengar dan mengabulkan.

Majmu Fatawa Ibnu Baz, 3/381-383

Telah dijelaskan dalam situs kita jawaban tentang masalah ini dengan menunjukkan dalil-dalil yang banyak dari para ulama. Yaitu di soal jawab no. 70364. Silakan dibaca. Lihat pula jawaban soal no. 21524.

Siapa yang ingin mendapatkan pandangan lebih luas dan lama, silakan menyimak link di situs Saaid.net

http://www.saaid.net/feraq/sufyah/30.htm

Wallahua'lam.

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam