Alhamdulillah.
Pertama:
Jika anda ingin mencari tentang keadilan para sahabat –radhiyallahu ‘anhum- -dalam arti masalah agama dan ketaqwaan yang menghalangi mereka untuk berbuat dusta, maka cukup bagi anda untuk membuka al Qur’an, dan anda akan membaca puluhan ayat yang menerangkan akan kesucian jiwa mereka dan banyak memuji mereka.
Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman:
فَالَّذِينَ آمَنُواْ بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُواْ النُّورَ الَّذِيَ أُنزِلَ مَعَهُ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (سورة الأعراف: 157)
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. al A’raf: 157)
لَـكِنِ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُواْ مَعَهُ جَاهَدُواْ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ وَأُوْلَـئِكَ لَهُمُ الْخَيْرَاتُ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ . أَعَدَّ اللّهُ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (سورة التوبة: 88)
“Tetapi Rasul dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan; dan mereka itulah (pula) orang-orang yang beruntung”. (QS. at Taubah: 88)
وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُواْ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَداً ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (سورة التوبة: 100)
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar”. (QS. At Taubah: 100)
مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعاً سُجَّداً يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْراً عَظِيماً (سورة الفتح: 29)
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku` dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu'min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”. (QS. Al Fath: 29)
لِلْفُقَرَاء الْمُهَاجِرِينَ الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيارِهِمْ وَأَمْوَالِهِمْ يَبْتَغُونَ فَضْلاً مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَاناً وَيَنصُرُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ . وَالَّذِينَ تَبَوَّؤُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَى أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (سورة الحشر: 8-9)
“(Juga) bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar”. (QS. al Hasyr: 8-9)
لاَّ يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُوْلِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ فَضَّلَ اللّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُـلاًّ وَعَدَ اللّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْراً عَظِيماً (سورة النساء: 95)
“Tidaklah sama antara mu'min yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar”. (QS. An Nisa’ 95)
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحاً قَرِيباً (سورة الفتح: 18)
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mu'min ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dengan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya)”. (QS. al Fath: 18)
Selain dari pada itu, hadits-hadits yang tertera di dalam buku-buku hadits juga banyak yang menjelaskan tentang keutamaan para sahabat secara personal maupun secara keseluruhan dan kelompok. Sanad-sanadnya termasuk sanad yang paling shahih di muka bumi, kitab al Jami’ (dalam hadits), sunan, masanid, dan ma’ajim (kamus) penuh dengan bab di atas. Sebagian dari para ulama telah membukukan tentang keutamaan para sahabat sampai berjilid-jilid yang bisa dijadikan rujukan, dan tidak cukup untuk dijelaskan semuanya di sini.
Jadi, keadilan para perawi dari kalangan para sahabat dalam meriwayatkan hadits Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- sudah tertulis dari langit kerana tertera di salam al Qur’an dan sunnah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi sallam-. Jika keadilan seorang rawi dapat diakui setelah mendapatkan tazkiyah (rekomendasi) meskipun hanya dari seorang ulama jarh wat ta’dil (ulama peneliti derajat hadits), maka akan lebih utama untuk diterima karena para sahabat mendapatkan tazkiyah (rekomendasi) dari al Qur’an dan Sunnah yang qath’i.
Kalau yang kita pakai adalah penelitian ilmiah untuk memastikan keadilan para perawi dari kalangan para sahabat secara umum, tentang sifat dan keadaan mereka, maka bisa dipastikan bahwa mereka adalah adil dan pemahaman agamanya mendalam, tanpa melihat ayat-ayat yang men-tazkiyah (rekomendasi) mereka. Al Qur’an al Karim hanya mengungkap tentang keadilan dan ketsiqahan (dapat dipercaya) mereka, karena keadilan itu muncul pertama kali dari dalam jiwa, lalu akan nampak dipemukaan dan mendapatkan tazkiyah atau rekomendasi.
Al Khotib al Baghdadi berkata:
“Kalau misalnya tidak ada rekomendasi dari Allah –‘Azza wa Jalla- dan Rasul-Nya, maka keadaan dan realita kehidupan para sahabat dari mulai hijrah, jihad, pertolongan mereka, pengorbanan jiwa dan harta, memerangi bapak atau anak-anaknya sendiri, saling menasehati dalam masalah agama, kuatnya iman mereka, keyakinan akan keadilan mereka dan kesucian mereka, dan mereka lebih utama dari semua orang-orang yang adil dan para pemberi rekomendasi yang datang setelah mereka pada semua generasi umat manusia. Inilah madzhab semua para ulama dan para fuqaha yang diakui keilmuannya”. (Al Kifayah: 49)
Kedua:
Kalau semua penjelasan di atas dapat diterima, maka pembahasan untuk mengkroscek keadilan setiap sahabat dalam studi penelitian sanad hadits akan menjadi sia-sia, karena sudah cukup al Qur’an yang berbicara dalam masalah ini, demikian juga sudah cukup para ulama yang meneliti hal tersebut dan mereka memastikan melalui studi lapangan akan keadilan semua para perawi hadits Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dari kalangan para sahabat, khususnya mereka yang banyak periwayatan haditsnya.
Kami di sini akan menukil beberapa pernyataan para ulama dari para ulama hadits, para hafidz, dan ulama fiqih, di antaranya adalah:
Al Hafidz Ibnu Abdil Bar –rahimahullah- berkata:
“Tidak ada bedanya baik seorang pengikut menamakannya perawi hadits yang diriwayatkannya atau tidak akan wajibnya mengamalkan hadits; karena para sahabat semuanya adil, diridhai, bisa dipercaya, inilah perkara yang telah disepakati oleh para ulama hadits”. (At Tamhid: 22/47)
Al Khotib al Baghdadi –rahimahullah- berkata:
“(Bab tentang persaksian Allah dan Rasul-Nya akan keadilan para sahabat, dan tidak perlu mempertanyakan mereka, namun wajib dipertanyakan orang-orang setelah mereka).
Setiap hadits yang terhubung sanadnya dari seorang perawi sampai kepada Nabi –shallallahu’alaihi wa sallam-, tidak wajib diamalkan haditsnya kecuali setelah dicek akan keadilan semua perawinya dari jalur tersebut, dan juga wajib dilihat keadaan mereka, kecuali seorang sahabat yang diangkat (riwayatnya) kepada Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-; karena keadilan para sahabat sudah ditetapkan dan diketahui dengan persaksian dan rekomendasi Allah –Ta’ala- kepada mereka, akan kesucian dan pilihan-Nya kepada mereka dengan teks al Qur’an”. (Al Kifayah: 46)
Imam al Qurtubi –rahimahullah- berkata:
“Para sahabat semuanya adil, mereka adalah wali Allah –Ta’ala- dan orang-orang pilihan-Nya setelah para Nabi dan Rasul-Nya, inilah madzhab Ahlus Sunnah dan madzhab al Jama’ah dari kalangan para ulama umat ini.
Sebagian kecil berpendapat bahwa keadaan para sahabat sama dengan keadaan lainnya, maka wajib diteliti akan keadilannya. Sebagian mereka juga membedakan antara keadaan para sahabat pada generasi awal mereka, dengan mengatakan: “Mereka adil pada masa tersebut, namun belakangan keadaan mereka berubah; karena terjadi peperangan di antara mereka dan pertumpahan darah, maka harus diteliti”. Pernyataan tersebut tertolak (tidak dianggap)”. (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an: 16/299)
Al Hafidz Abu Amru bin Shalah –rahimahullah- berkata:
“Semua para sahabat Rasulullah memiliki keistimewaan, yaitu; tidak perlu dipertanyakan tentang keadilan salah satu dari mereka, karena semua mereka adalah adil melalui pernyataan al Qur’an, Sunnah dan ijma’ para para ulama, Allah –tabaraka wa ta’ala-:
كنتم خير أمة أخرجت للناس
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia”. (QS. Ali Imran: 110)
Dikatakan bahwa para ahli tafsir telah bersepakat bahwa ayat tersebut berlaku kepada para sahabat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Dan Allah berfirman:
وكذلك جعلناكم أمة وسطا لتكونوا شهداء على الناس
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia”. (QS. al Baqarah: 143)
Ayat tersebut tertuju kepada orang-orang yang ada kala itu.
Allah –subahanahu wa ta’ala- berfirman:
محمد رسول الله والذين معه أشداء على الكفار
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir”. (QS. Al FAth: 29)
Adapun persaksian yang tertera di dalam hadits banyak sekali:
Hadits Abu Sa’id yang disepakati keshahihannya, bahwa Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
لا تسبوا أصحابي ، فوالذي نفسي بيده لو أن أحدكم أنفق مثل أحد ذهبا ما أدرك مد أحدهم ولا نصيفه
“Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku, demi Allah yang jiwaku ada di dalam genggamannya, kalau misalnya salah seorang dari kalian yang bersedekah emas sebesar gunung Uhud, maka tidak akan mampu menyamai derajat salah seorang dari mereka, bahkan tidak juga setengahnya”.
Kemudian umat berijma’ akan keadilan para sahabat.
Mereka yang mengalami masa fitnah juga termasuk adil menurut ijma’ para ulama, sebagai bentuk husnudz dzon (berbaik sangka) kepada mereka, dan melihat keutamaan yang mereka miliki, seakan Allah –subhanahu wa ta’ala- memberikan kesempatan kepada umat untuk melakukan ijma’ (akan keadilan mereka), karena mereka adalah para penyebar awal syari’at ini. Wallahu a’lam. (Muqaddimah Ibnu Shalah: 171)
Imam Nawawi –rahimahullah- berkata:
“Ahlul Haq bersepakat dan yang berhak untuk melakukan ijma’ untuk menerima persaksian para sahabat, riwayat mereka, kesempurnaan keadilan mereka semoga Allah meridhoi mereka semuanya”. (Syarh Muslim: 15/149)
Al Khotib al Baghdadi meriwayatkan dengan jalur mata rantainya sampai pada Abu Bakar al Atsram berkata: “Saya berkata kepada Abu Abdillah Ahmad bin Hambal: Jika seorang Tabi’in berkata: ‘Seorang sahabat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah meriwayatkan kepadaku, apakah haidits tersebut shahih?, beliau berkata: “Ya”.
Beliau –rahimahullah- juga meriwayatkan dengan sanadnya samai kepada al Husain bin Idris ia berkata: “Saya bertanya kepada Muhammad bin Abdillah bin Ammar: Jika hadits tersebut berasal dari seorang sahabat Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, apakah hadits tersebut hujjah?. ia menjawab: “Ya, meskipun tidak diketahui namanya, karena semua para sahabat Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- adalah hujjah”. (al Kifayah: 415)
Lihat juga jawaban soal nomor: 83121.
Wallahu a’lam.