Senin 22 Jumadits Tsani 1446 - 23 Desember 2024
Indonesian

Seorang Wanita Telah Menunaikan Ibadah Haji Dengan Bercadar, Maka Apa Yang Menjadi Konsekuensinya ?

Pertanyaan

Saya telah menunaikan ibadah haji dan umroh pada tahun lalu, saya telah mengetahui bahwa memakai cadar itu tidak boleh, namun bersamaan dengan itu saya harus memakai cadar; karena banyak orang yang ada di sekitarku pada waktu haji, dikatakan bahwa apa yang saya kerjakan tersebut adalah salah, dan saya seharusnya tetap menutup wajah saya dengan bahan lainnya, apa yang seharusnya saya lakukan sekarang untuk memperbaiki kesalahan saya tersebut ?

Teks Jawaban

Alhamdulillah.

Memakai cadar temasuk menjadi larangan dalam berihram, dan memungkinkan bagi seorang wanita untuk menutup wajahnya di hadapan banyak orang asing setelah berihram dengan sebagian pakaian penutup kepalanya diturunkan kepada bagian wajahnya, tanpa melanggar larangan yaitu dengan memakai cadar.

 Dari Abdullah bin Umar –radhiyallahu ‘anhuma- berkata: “Seseorang telah berdiri dan berkata:

يا رسول الله ماذا تأمرنا أن نلبس من الثياب في الإحرام فقال النبي صلى الله عليه وسلم لا تلبسوا القميص ولا السراويلات ولا العمائم ... ولا تنتقب المرأة المحرمة ولا تلبس القفازين

رواه البخاري   1741 

“Wahai Rasulullah, pakaian apa yang anda perintahkan kepada kami dalam berihram ?, maka Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersaba: “Janganlah kalian memakai kemeja, celana pendek dan surban, dan seorang wanita yang berihram tidak memakai cadar dan tidak memakai kaos tangan”. (HR. Bukhori: 1741)

Ibnu Qudamah berkata:

Ibnu Qudamah –rahimahullah- berkata:

“Ibnul Mundzir berkata: “Makruhnya memakai cadar telah ditetapkan riwayatnya dari Sa’d, Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan ‘Aisyah dan kami tidak mengetahui seseorang yang menyelisihinya…, adapun kebutuhan untuk menutupi wajahnya karena banyak laki-laki yang lewat didekatnya maka dengan cara menurunkan pakaian yang menutupi kepalanya ke bagian mukanya, hal ini diriwayatkan dari Utsman dan ‘Aisyah, yang juga pendapat ‘Atha’, Malik, Ats Tsauri, Syafi’i, Ishak, dan Muhammad bin Hasan, kami tidak mengetahu ada perbedaan dalam hal ini; karena berdasarkan riwayat ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- berkata:

  كان الركبان يمرون بنا ونحن محرمات مع رسول الله صلى الله عليه وسلم ، فإذا حاذونا سدلت إحدانا جلبابها من رأسها على وجهها ، فإذا جاوزونا كشفناه

رواه أبو داود  

“Ada banyak musafir yang melewati kami sementara kami dalam keadaan berihram bersama Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka jika mereka mendekati kami salah seorang dari kami menurunkan jilbabnya dari kepalanya di depan wajahnya, dan jika mereka sudah menjauh maka kami singkap kembali”. (HR. Abu Daud: 1833 dan Al Atsram)

(Al Mughni: 3/152 dan hadits ‘Aisyah telah ditashih oleh Albani dalam Risalah Jilbab al Mar’ah)

Mengerjakan salah satu larangan-larangan ihram dengan sengaja karena udzur, mewajibkan membayar fidyah, bisa dengan berpuasa tiga hari, atau memberi makan enam orang miskin dari penduduk tanah haram, atau menyembelih kambing di tanah haram, ia tidak berdosa karena adanya udzur pada saat melaksanakan larangan dalam ihram.

Nampaknya keadaan anda ini termasuk dalam kategori ini; karena anda telah menyebutkan bahwa anda butuh bercadar disebabkan karena banyaknya orang-orang laki-laki, maka anda wajib membayar fidyah yang telah disebutkan sebelumnya dan tidak ada dosa bagi anda. Hal ini jika yang anda maksud dengan cadar dalam pertanyaan anda adalah memakai cadar bukan menutup wajah dengan selain yang biasa dipakai untuk cadar. Sedangkan apa yang terjadi kepada anda hanyalah menutupi wajah dengan selain cadar atau dengan cara memakai cadar yang tidak biasanya maka tidak ada kewajiban apapun bagi anda, anda tetap mendapatkan pahala in sya Allah karena semangat anda untuk menutup dan menjauhi diri dari pandangan sekumpulan orang laki-laki.

Syeikh Ibnu Utsaimin berkata:

“Dan jika orang yang berihram telah melakukan salah satu dari larangan-larangan sebelumnya dalam ihram, dari mulai jima’, memburu binatang, atau yang lainnya, maka ia mempunyai tiga kondisi:

Pertama:

Ia melakukannya karena lupa, belum tahu, terpaksa atau karena tidur, dalam kondisi seperti itu tidak ada masalah, tidak berdosa, tidak ada fidyah, tidak merusak manasiknya; berdasarkan firman Allah –Ta’ala-:

  رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَآ إِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَآ أَنتَ مَوْلَـنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَـفِرِينَ

البقرة/286 

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma`aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir". (QS. Al Baqarah: 286)

Dan firman-Nya:

  وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِيماً

الأحزاب/5

“Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al Ahzab: 5)

Kedua:

Ia melakukan larangan tersebut dengan sengaja, akan tetapi karena adanya udzur yang membolehkannya melakukan hal tersebut. Maka ia wajib melaksanakan konsekuensi dari perbuatannya namun tidak ada dosa baginya, berdasarkan firman Allah:

  وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلا تَحْلِقُوا رُؤُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضاً أَوْ بِهِ أَذىً مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ

البقرة/196

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfid-yah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban”. (QS. Al Baqarah: 196)

Ketiga:

Ia melakukan hal itu dengan sengaja namun tanpa adanya udzur yang membolehkannya, maka ia harus membayar konsekuensinya dan ia mendapatkan dosa.

(Manasik Haji wal Umroh/Bab 5/Mahzhuraat al Ihram)

Wallahu A’lam

Refrensi: Soal Jawab Tentang Islam