Alhamdulillah.
Khulu tidak termasuk perceraian. Meskipun dengan melafazkan kata cerai, menurut pendapat yang terkuat. Pernjelasan akan hal itu adalah sebagai berikut:
- Khulu kalau tidak menggunakan kata cerai dan tidak ada niat cerai maka itu termasuk fasakh menuruh sejumlah ulama. Ini adalah pendapat Syafi’i di madzhab yang lama dan pendapat mazhab menurut Hanabilah. Dampak kalau itu fasakh adalah tidak dihitung perceraian. Siapa yang mengkhulu istrinya dua kali maka dia dibolehkan kembali lagi dengan akad yang dan tidak dihitung sedikitpun sebagai talak.
Contohnya akan hal itu adalah, seorang suami mengatakan, "Saya khulu istriku dengan uang segini atau saya fasakh nikahnya dengan membayar begini."
- Sementara kalau khulu diucapkan dengan lafaz cerai seperti perkataan, "Saya ceraikan istriku dengan uang sebesar begini. Maka hal itu termasuk perceraian menurut mayoritas ahli ilmu." Silahkan lihat ‘Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 19/237.
- sebagian ulama berpendapat hal itu termasuk fasakh juga dan tidak dihitung perceraian meskipun dengan mengucapkan kata cerai. Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dan pilihan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dan mengatakan, “Hal itu ditegaskan dari Imam Ahmad dan rekan-rekan lamanya. Silahkan lihat ‘Al-Inshof (8/393).
Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Akan tetapi pendapat yang terkuat adalah bahwa khulu itu bukan perceraian. Meskipun terjadi dengan ucapan cerai secara jelas, hal itu ditunjukkan dalam Al-Qur’an Al-Karim, Allah ta’ala Berfirman:
الطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
سورة البقرة: 22
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” (QS. Al-Baqarah: 229)
Maksudya talak dua masih boleh dirujuk atau diceraikan. Maka urusan ada di tangan anda.
وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا آَتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا فِيمَا افْتَدَتْ بِهِ
“Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.” (QS. AL-Baqrah: 229)
Jadi perpisaan ini termasuk khulu.
Kemudan Allah berfirman setelah itu:
فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلَا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ
سورة البقرة: 230
"Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 230)
Jika khulu dianggap dalam hitungan talak maka pada firman Allah فَإِنْ طَلَّقَها dianggap sebagai talak keempat dan ini menyalahi ijmak (karena talak hanya sampai tiga). Maka firman Allah فَإِنْ طَلَّقَهَا maksudnya adalah talak tiga (maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain)." (QS. Al-Baqarah: 230).
Ayat ini dengan jelas menunjukkan akan hal itu. Oleh karena itu Ibnu Abbas radhiallahu anhuma berpendapat bahwa semua perpisahan dengan ada penggantinya dinamakan khulu, bukan talak, meskipun terlaksana dengan ucapan cerai/talak. Ini adalah pendapat yang paling kuat. As-Syarhul Mumti, (12/467-470).
Beliah (Syekh Utsaimin rahimahullah) juga mengatakan, “Semua lafadz yang menunjukkan perceraian disertai imbalan sebagai pengganti, maka dia adalah khulu, meskipun diucapkan dengan lafaz perceraian. Seperti mengucapkan, "Aku ceraikan istriku dengan mengganti uang seribu reyal. Maka kita katakan, "Ini adalah khulu."
Hal ini diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma, bahwa semua bentuk perpisahan suami isteri disertai adanya pengganti (dari pihak isteri) itu bukan perceraian."
Abdullah bin Imam Ahmad mengatakan, “Dahulu ayahku berpendapat dalam khulu apa yang menjadi pendapat Abdullah bin Abbas radhiallahu anhuma, maksudnya adalah bahwa itu adalah fasakh dengan kata apapun dan tidak terhitung sebagai talak.
Dampak dari permasalahan ini ada masalah penting. Kalau ada seseorang menceraikan istrinya dua kali di waktu yang berbeda. Kemudian setelah itu terjadi khulu dengan kata cerai, maka menurut pendapat yang mengatakan bahwa khulu dapat terjadi dengan kata ceraian dianggap sebagai perceraian/talak, maka wanita itu telah lepas darinya (suaminya) dan tidak dihalalkan lagi baginya kecuali dia telah menikah dengan suami lainnya. Sementara menurut pendapat yang mengatakan bahwa khulu itu fasakh meskipun dengan kata cerai, maka dia dihalalkan dengan akad baru meskipun masih dalam iddah. Ini merupakan pendapat terkuat.
Meskipun begitu kita nasehati orang yang hendak khulu agar tidak mengucapkannya dengan kata cerai terhadap istrinya dengan pengganti sejumlah segini dan segini. Hendaknya dia mengatakan, “Dia khulu istrinya dengan pengganti sebesar segini dan segini. Karena kebanyakan hakim (qodhi) di negeri kami dan saya kira juga terjadi pada di tempat lain, mereka berpendapat bahwa khulu apabila terjadi dengan kata cerai maka menjadi cerai. Hal ini menjadi berat bagi seorang wanita, kalau itu termasuk perceraian terakhir, maka dia harus berpisah dari suaminya (talak tiga). Tapi jika tidak diangap perceraian terakhir, maka khulu tersebut tidak dihitung sebagai bilangan talak (tidak talak tiga)." As-Syarhul-Mumti’, (12/).
Kesimpulannya, jika anda ingin rujuk (kembali) ke suami anda, maka harus dengan akad baru dan khulu yang terjadi tidak dihitung sebagai talak dua.
Wallahu a’lam